KOMPAS.com - Pemerintah memperingatkan asosiasi pelaku usaha dan pengelola pasar kebutuhan pokok untuk menurunkan harga jual barang secara proporsional. Jika hal itu tidak dilakukan, pemerintah akan mengintervensi harga pasar.
Peringatan ini disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina, Selasa (20/1/2015), kepada Kompas. Srie mengatakan, pemerintah ingin iklim usaha perdagangan kondusif setelah penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Untuk itu, pemerintah cenderung menyerahkan penyesuaian harga pada mekanisme pasar.
Pemerintah menurunkan harga BBM sebanyak dua kali dalam sebulan terakhir. Sejauh ini, harga sejumlah kebutuhan pokok belum juga turun.
Per 1 Januari 2015, harga premium yang sebelumnya Rp 8.500 per liter turun menjadi Rp 7.600 per liter. Adapun harga solar turun dari Rp 7.500 per liter menjadi Rp 7.250 per liter.
Per 19 Januari, harga premium diturunkan lagi menjadi Rp 6.600 per liter dan harga solar diturunkan lagi menjadi Rp 6.400 per liter.
Menurut Srie, jika terjadi kegagalan pasar dan harga kebutuhan pokok tidak kunjung mendekati harga ideal, pemerintah akan mengintervensi pasar. Intervensi itu akan berbentuk regulasi penentuan harga, baik harga khusus, acuan, maupun eceran tertinggi.
”Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang Penetapan, Pengendalian, dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok. Inti perpres itu adalah Menteri Perdagangan dapat menetapkan kebijakan harga khusus, harga acuan, dan harga eceran tertinggi,” kata Srie.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan menyiapkan dana penyangga atau bantuan insentif untuk sarana distribusi dan pergudangan. Pemerintah juga akan memberikan subsidi bagi angkutan logistik ke daerah-daerah tertentu untuk mengurangi disparitas harga antardaerah.
”Kami bersama Perum Bulog juga telah menggelar operasi pasar beras dalam rangka menjaga stabilitas harga. Kami juga telah mengadakan pasar murah minyak goreng dengan menggandeng pihak swasta,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Surat Menteri Perdagangan Nomor 33/M-DAG/01/2015 tentang Instruksi Penyesuaian Harga Barang Kebutuhan Pokok pada 16 Januari 2015. Surat itu menginstruksikan kepada pelaku usaha barang kebutuhan pokok, mulai dari produsen, distributor, grosir, agen, hingga importir, agar melakukan penyesuaian dengan menurunkan secara proporsional harga jual barang sampai tingkat konsumen.
Penyesuaian harga itu setidaknya bisa mengacu atau mencapai harga ideal yang telah ditetapkan Kementerian Perdagangan. Harga ideal tersebut merupakan harga rata-rata selama satu tahun terakhir yang dianggap stabil dan terjangkau.
Misalnya, harga daging sapi pada 20 Januari 2015 secara nasional Rp 101.302 per kilogram. Harga itu harus mendekati atau disesuaikan dengan harga ideal daging sapi yang telah ditentukan Kementerian Perdagangan, Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, fluktuasi harga BBM relatif kecil pengaruhnya di industri manufaktur. ”Jadi, waktu harga BBM naik, industri belum sempat menaikkan harga, demikian pula waktu harga BBM kembali turun, juga tidak signifikan pengaruhnya,” kata Panggah di Jakarta.
Menurut dia, apabila terjadi kondisi harga yang tinggi akibat fluktuasi harga BBM, hal itu terjadi di sisi pengiriman ke gerai-gerai penjualan yang terpengaruh biaya transportasi. ”Pengaruh itu di transportasi, bukan pengaruh di manufaktur,” katanya.
Tak boleh menunggu
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati mengatakan, saat ini harga sejumlah kebutuhan pokok tengah mengalami rigiditas atau kekakuan harga. Harga tersebut tidak turun karena masih ada komponen biaya lain yang memengaruhi harga kebutuhan pokok itu, seperti biaya bunga bank dan logistik.
Dari sisi kompetisi pasar, pelaku usaha tidak bersaing secara sempurna. Hal itu dimungkinkan terjadi karena ada kongkalikong untuk membiarkan harga tetap tinggi. ”Pemerintah tidak boleh hanya melihat dan menunggu. Pemerintah punya otoritas yang kuat sebagai regulator. Gunakan wewenang tersebut untuk mengevaluasi harga di pasar dan pelaku usaha yang nakal. Selama ini otoritas tersebut tidak pernah digunakan,” tutur Enny.
Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Revrisond Baswir menyatakan, penyesuaian harga di pasar membutuhkan rentang waktu sejak kebijakan penurunan harga BBM. Namun, pemerintah bisa mendorong percepatannya. ”Pada akhirnya, harga-harga akan menyesuaikan terhadap perubahan harga BBM. Pemerintah bisa mempercepat proses penyesuaiannya,” katanya.
Percepatan penyesuaian harga untuk beberapa komoditas tertentu, menurut Revrisond, bisa dilakukan pemerintah dengan melakukan operasi pasar. Cara lain, mengundang pedagang-pedagang besar yang menguasai hulu perdagangan sejumlah komoditas untuk diimbau ikut mempercepat penyesuaian harga.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Nawir Messi menyampaikan, pihaknya akan memanggil kelompok atau asosiasi pengusaha bahan makanan pokok jika dalam rentang waktu 4-5 hari mendatang mereka belum merespons penurunan harga BBM. Ini dilakukan untuk mencegah potensi praktik persaingan usaha tidak sehat.
KPPU melihat, beberapa pemerintah daerah sudah mengeluarkan kebijakan penurunan tarif angkutan, seperti DKI Jakarta dan Kota Bogor. ”Kebijakan itu baru dikeluarkan. Pemerintah daerah lain belum mengeluarkan kebijakan serupa. Kami masih memantau implementasi atas kebijakan tersebut,” ujar Nawir.
Peringatan ini disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina, Selasa (20/1/2015), kepada Kompas. Srie mengatakan, pemerintah ingin iklim usaha perdagangan kondusif setelah penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Untuk itu, pemerintah cenderung menyerahkan penyesuaian harga pada mekanisme pasar.
Pemerintah menurunkan harga BBM sebanyak dua kali dalam sebulan terakhir. Sejauh ini, harga sejumlah kebutuhan pokok belum juga turun.
Per 1 Januari 2015, harga premium yang sebelumnya Rp 8.500 per liter turun menjadi Rp 7.600 per liter. Adapun harga solar turun dari Rp 7.500 per liter menjadi Rp 7.250 per liter.
Per 19 Januari, harga premium diturunkan lagi menjadi Rp 6.600 per liter dan harga solar diturunkan lagi menjadi Rp 6.400 per liter.
Menurut Srie, jika terjadi kegagalan pasar dan harga kebutuhan pokok tidak kunjung mendekati harga ideal, pemerintah akan mengintervensi pasar. Intervensi itu akan berbentuk regulasi penentuan harga, baik harga khusus, acuan, maupun eceran tertinggi.
”Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden tentang Penetapan, Pengendalian, dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok. Inti perpres itu adalah Menteri Perdagangan dapat menetapkan kebijakan harga khusus, harga acuan, dan harga eceran tertinggi,” kata Srie.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan menyiapkan dana penyangga atau bantuan insentif untuk sarana distribusi dan pergudangan. Pemerintah juga akan memberikan subsidi bagi angkutan logistik ke daerah-daerah tertentu untuk mengurangi disparitas harga antardaerah.
”Kami bersama Perum Bulog juga telah menggelar operasi pasar beras dalam rangka menjaga stabilitas harga. Kami juga telah mengadakan pasar murah minyak goreng dengan menggandeng pihak swasta,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Surat Menteri Perdagangan Nomor 33/M-DAG/01/2015 tentang Instruksi Penyesuaian Harga Barang Kebutuhan Pokok pada 16 Januari 2015. Surat itu menginstruksikan kepada pelaku usaha barang kebutuhan pokok, mulai dari produsen, distributor, grosir, agen, hingga importir, agar melakukan penyesuaian dengan menurunkan secara proporsional harga jual barang sampai tingkat konsumen.
Penyesuaian harga itu setidaknya bisa mengacu atau mencapai harga ideal yang telah ditetapkan Kementerian Perdagangan. Harga ideal tersebut merupakan harga rata-rata selama satu tahun terakhir yang dianggap stabil dan terjangkau.
Misalnya, harga daging sapi pada 20 Januari 2015 secara nasional Rp 101.302 per kilogram. Harga itu harus mendekati atau disesuaikan dengan harga ideal daging sapi yang telah ditentukan Kementerian Perdagangan, Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, fluktuasi harga BBM relatif kecil pengaruhnya di industri manufaktur. ”Jadi, waktu harga BBM naik, industri belum sempat menaikkan harga, demikian pula waktu harga BBM kembali turun, juga tidak signifikan pengaruhnya,” kata Panggah di Jakarta.
Menurut dia, apabila terjadi kondisi harga yang tinggi akibat fluktuasi harga BBM, hal itu terjadi di sisi pengiriman ke gerai-gerai penjualan yang terpengaruh biaya transportasi. ”Pengaruh itu di transportasi, bukan pengaruh di manufaktur,” katanya.
Tak boleh menunggu
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati mengatakan, saat ini harga sejumlah kebutuhan pokok tengah mengalami rigiditas atau kekakuan harga. Harga tersebut tidak turun karena masih ada komponen biaya lain yang memengaruhi harga kebutuhan pokok itu, seperti biaya bunga bank dan logistik.
Dari sisi kompetisi pasar, pelaku usaha tidak bersaing secara sempurna. Hal itu dimungkinkan terjadi karena ada kongkalikong untuk membiarkan harga tetap tinggi. ”Pemerintah tidak boleh hanya melihat dan menunggu. Pemerintah punya otoritas yang kuat sebagai regulator. Gunakan wewenang tersebut untuk mengevaluasi harga di pasar dan pelaku usaha yang nakal. Selama ini otoritas tersebut tidak pernah digunakan,” tutur Enny.
Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Revrisond Baswir menyatakan, penyesuaian harga di pasar membutuhkan rentang waktu sejak kebijakan penurunan harga BBM. Namun, pemerintah bisa mendorong percepatannya. ”Pada akhirnya, harga-harga akan menyesuaikan terhadap perubahan harga BBM. Pemerintah bisa mempercepat proses penyesuaiannya,” katanya.
Percepatan penyesuaian harga untuk beberapa komoditas tertentu, menurut Revrisond, bisa dilakukan pemerintah dengan melakukan operasi pasar. Cara lain, mengundang pedagang-pedagang besar yang menguasai hulu perdagangan sejumlah komoditas untuk diimbau ikut mempercepat penyesuaian harga.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Nawir Messi menyampaikan, pihaknya akan memanggil kelompok atau asosiasi pengusaha bahan makanan pokok jika dalam rentang waktu 4-5 hari mendatang mereka belum merespons penurunan harga BBM. Ini dilakukan untuk mencegah potensi praktik persaingan usaha tidak sehat.
KPPU melihat, beberapa pemerintah daerah sudah mengeluarkan kebijakan penurunan tarif angkutan, seperti DKI Jakarta dan Kota Bogor. ”Kebijakan itu baru dikeluarkan. Pemerintah daerah lain belum mengeluarkan kebijakan serupa. Kami masih memantau implementasi atas kebijakan tersebut,” ujar Nawir.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon