KOMPAS.com - Kuasa hukum Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Eggi Sudjana, menyebut keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan tersangka Budi Gunawan, sebagai keputusan yang cacat hukum. Hal itu disampaikan Eggi saat mendatangi Gedung Bundar, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Menurut Eggi, keputusan yang dibacakan Ketua KPK Abraham Samad, dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto, telah melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Dalam undang-undang tersebut, pimpinan KPK berjumlah lima orang.
"Terkait undang-undang, KPK itu cara kerjanya kolektif kolegial. Tetapi saat ini cuma ada 4 orang yang mengambil keputusan terhadap Budi Gunawan," ujar Eggi yang pernah menjadi kuasa hukum calon presiden Prabowo Subianto ini.
Eggi beralasan, dalil mengenai undang-undang tersebut semakin diperkuat dengan pernyataan pakar hukum pidana Romly Kartasasmita, yang menyebutkan bahwa keputusan KPK harus berdasarkan persetujuan lima pimpinan KPK. Selain itu, Eggi juga mengutip pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, yang menyatakan bahwa KPK tidak bisa memutuskan suatu perkara, apalagi tersangka, jika pimpinan KPK kurang dari lima orang.
Sebelumnya, Eggi dan beberapa tim kuasa hukum lainnya mendatangi JAM Pidsus untuk mengajukan gugatan pidana kepada dua pimpinan KPK. Gugatan tersebut terkait dugaan pembiaran kasus, dan penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan KPK, terhadap penetapan tersangka kepada kliennya, Budi Gunawan.
Budi Gunawan merupakan calon tunggal kepala Polri yang pengangkatannya telah disetujui oleh DPR. Pelantikan Budi terpaksa mengalami penundaan, karena Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memberikan waktu terhadap proses hukum yang harus dijalani Budi.
KPK sebelumnya telah menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.
Menurut Eggi, keputusan yang dibacakan Ketua KPK Abraham Samad, dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto, telah melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Dalam undang-undang tersebut, pimpinan KPK berjumlah lima orang.
"Terkait undang-undang, KPK itu cara kerjanya kolektif kolegial. Tetapi saat ini cuma ada 4 orang yang mengambil keputusan terhadap Budi Gunawan," ujar Eggi yang pernah menjadi kuasa hukum calon presiden Prabowo Subianto ini.
Eggi beralasan, dalil mengenai undang-undang tersebut semakin diperkuat dengan pernyataan pakar hukum pidana Romly Kartasasmita, yang menyebutkan bahwa keputusan KPK harus berdasarkan persetujuan lima pimpinan KPK. Selain itu, Eggi juga mengutip pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, yang menyatakan bahwa KPK tidak bisa memutuskan suatu perkara, apalagi tersangka, jika pimpinan KPK kurang dari lima orang.
Sebelumnya, Eggi dan beberapa tim kuasa hukum lainnya mendatangi JAM Pidsus untuk mengajukan gugatan pidana kepada dua pimpinan KPK. Gugatan tersebut terkait dugaan pembiaran kasus, dan penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan KPK, terhadap penetapan tersangka kepada kliennya, Budi Gunawan.
Budi Gunawan merupakan calon tunggal kepala Polri yang pengangkatannya telah disetujui oleh DPR. Pelantikan Budi terpaksa mengalami penundaan, karena Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memberikan waktu terhadap proses hukum yang harus dijalani Budi.
KPK sebelumnya telah menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon