Sifat Canda Nabi Berikut adalah Artikel Muslim tentang Cara
bercanda sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam yang saya
nukil dari http://almanhaj.or.id/
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.
[al-Ahzâb/33:21].
RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
JUGA BERCANDA
Sebagai manusia biasa, kadang kala
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bercanda. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sering mengajak istri, dan para sahabatnya bercanda dan bersenda
gurau, untuk mengambil hati, dan membuat mereka gembira. Namun canda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berlebih-lebihan, tetap ada batasannya.
Bila tertawa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melampaui batas tetapi
hanya tersenyum. Begitu pula, meski dalam keadaan bercanda, beliau tidak berkata
kecuali yang benar.
Dituturkan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّه صلىاللّه عليه وسلم
مُستَجْمِعًا قَطُّ ضَا حِكًا حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ إِنَمَا كَانَ
يَتَبَسَّمُ
Aku belum pernah melihat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya,
namun beliau hanya tersenyum.[1]
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Betul, hanya saja aku selalu
berkata benar. [2]
BEBERAPA CONTOH CANDA NABI SHALLALLAHU
‘ALAIHI WA SALLAM
1. Anas Radhiyallahu ‘anhu menceritakan
salah satu bentuk canda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggilnya dengan sebutan:
يَا ذَا الاُّ ذُ نَيْنِ
Wahai, pemilik dua telinga! [3]
2. Anas Radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,
Ummu Sulaim Radhiyallahu ‘anha memiliki seorang putera yang bernama Abu ‘Umair.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering bercanda dengannya setiap kali
beliau datang. Pada suatu hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang
mengunjunginya untuk bercanda, namun tampaknya anak itu sedang sedih. Mereka
berkata: “Wahai, Rasulullah! Burung yang biasa diajaknya bermain sudah mati,”
lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dengannya, beliau berkata:
يَا اَبَا عُميرٍ مَا فَعَلَ النُغَيْرُ
“Wahai Abu ‘Umair, apakah gerangan yang
sedang dikerjakan oleh burung kecil itu?” [4]
3. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu
bercerita, ada seorang pria dusun bernama Zahir bin Haram. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukainya. Hanya saja tampang pria ini
jelek.
Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menemuinya ketika ia sedang menjual barang dagangan.
Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeluknya dari belakang,
sehingga ia tidak dapat melihat beliau. Zahir bin Haram pun berseru: “Lepaskan
aku! Siapakah ini?”
Setelah menoleh iapun mengetahui,
ternyata yang memeluknya ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
iapun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merapatkan punggungnya ke dada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas berkata: “Siapakah yang sudi membeli hamba sahaya ini?”
Dia menyahut,”Demi Allah, wahai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika demikian aku tidak akan laku
dijual!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membalas: “Justru di sisi Allah l engkau sangat mahal harganya!” [5]
4. Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu
‘anhu, bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, bawalah aku?” Maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Kami akan membawamu di atas anak onta.” Laki-laki
itu berkata: “Apa yang bisa aku lakukan dengan anak onta?” Maka beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Bukankah onta yang melahirkan anak
onta?” [6]
5. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga sering kali bercanda dan menggoda Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Suatu kali beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepadanya: “Aku tahu kapan engkau suka kepadaku dan kapan engkau
marah kepadaku,” Aku
(‘Aisyah) menyahut: “Darimana engkau
tahu?” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Kalau engkau suka
kepadaku engkau akan mengatakan, ‘Tidak, demi Rabb Muhammad,’ dan kalau engkau
marah kepadaku engkau akan mengatakan, “Tidak, demi Rabb Ibrahim”. Aku
(‘Aisyah) menjawab: “Benar, demi Allah! Tidaklah aku menghindari melainkan
namamu saja.”[7]
6. Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
menceritakan: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjulurkan
lidahnya bercanda dengan al-Hasan bin Ali Radhiyallahu 'anhu. Ia pun melihat
merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang
gembira.” [8]
CANDA YANG DIBOLEHKAN
Ada kalanya kita mengalami kelesuan dan
ketegangan setelah menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan berbagai
rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita
membutuhkan penyegaran dan bercanda. Kadang kala kita bercanda dengan keluarga
atau dengan sahabat. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan
dibolehkan. Begitu pula Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
melakukannya. Jika kita ingin melakukannya, maka harus memperhatikan beberapa
hal yang penting dalam bercanda.
1. Meluruskan Tujuan.
Yaitu bercanda untuk menghilangkan
kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang
dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh gairah baru dalam melakukan hal-hal
yang bermanfaat.
2. Jangan Melewati Batas.
Sebagian orang sering kebablasan dalam
bercanda hingga melanggar norma-norma. Dia mempunyai maksud buruk dalam
bercanda, sehingga bisa menjatuhkan wibawa dan martabatnya di hadapan manusia.
Orang-orang akan memandangnya rendah, karena ia telah menjatuhkan martabatnya
sendiri dan tidak menjaga wibawanya. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan
wibawa seseorang.
3. Jangan Bercanda Dengan Orang Yang
Tidak Suka Bercanda.
Terkadang ada orang yang bercanda dengan
seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang
tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah
dengan siapa kita hendak bercanda.
4. Jangan Bercanda Dalam Perkara-Perkara
Yang Serius.
Ada beberapa kondisi yang tidak
sepatutnya bagi kita untuk bercanda. Misalnya dalam majelis penguasa, majelis
ilmu, majelis hakim, ketika memberikan persaksian, dan lain sebagainya.
5. Hindari Perkara-Perkara Yang Dilarang
Allah Subhanahu Wa Ta'ala Saat Bercanda.
Tidak boleh bercanda atau bersenda gurau
dalam perkara yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, di antaranya
sebagai berikut.
- Menakut-nakuti seorang muslim dalam
bercanda. Ada orang yang bercanda dengan memakai sesuatu untuk menakut-nakuti
temannya. Misalnya, seperti memakai topeng yang menakutkan pada wajahnya,
berteriak dalam kegelapan, atau menyembunyikan barang milik temannya, atau yang
sejenisnya. Perbuatan seperti ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَأْ خُذَنَّ أحَدُكُمْ مَتَا عَ أَخِيهِ لاَ عِبًا
وَلاَ جَادًّا
Janganlah salah seorang dari kalian
mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.[9]
Pernah terjadi, ketika salah seorang
sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang tidur, datanglah seseorang
lalu mengambil cambuknya, dan menyembunyikannya. Pemilik cambuk itupun merasa
takut. Sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسلِمًا
Tidak halal bagi seorang muslim membuat
takut muslim yang lain.[10]
Intinya, tidak boleh menakuti-nakuti
seorang muslim meskipun hanya untuk bercanda, terlebih lagi jika dengan
sungguh-sungguh.
- Berdusta saat bercanda.
Banyak orang yang dengan sesuka hatinya
bercanda, tak segan berdusta dengan alasan bercanda. Padahal berdusta dalam
bercanda ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْت فِي رَبَضِ الْجَنّّةِ لِمَنْ
تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كََانَ مُحقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَط الْجَنَّةِ لِمَنْ
تَرَكَ الْكَذِ بَ وَإِنْ كَانَ مَازِ حًا وَبِبَيتِ فِي أَغلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ
حَسَّنَ خُلُقَهُ
Aku menjamin dengan sebuah istana di
bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di
pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan
dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang
yang memperbaiki akhlaknya.
Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau tetap berkata jujur meskipun sedang
bercanda. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًا
Sesungguhnya aku juga bercanda, namun
aku tidak mengatakan kecuali yang benar. [11]
Oleh karena itu, tidak boleh berdusta
ketika bercanda. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan
ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan
sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ
الْقَوْمَ ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Celakalah seseorang yang berbicara dusta
untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia. [12]
Apalagi bila dalam candanya itu ia
menyebut aib dan rahasia orang lain, atau mencela dan mengejek orang lain.
- Melecehkan sekelompok orang tertentu.
Misalnya bercanda dengan melecehkan
orang-orang tertentu, penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, atau
bahasa tertentu, atau menyebut aib mereka dengan maksud untuk bercanda dan
membuat orang lain tertawa. Perbuatan ini sangat dilarang.
- Canda yang berisi tuduhan dan fitnah
terhadap orang lain.
Kadang kala ini juga terjadi, terlebih
bila canda itu sudah lepas kontrol. Sebagian orang bercanda dengan temannya
lalu ia mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan keji. Seperti
ia mengatakan kepada temannya, ‘hai anak hantu,’ dan kata-kata sejenisnya untuk
membuat orang tertawa. Sangat disayangkan, hal seperti ini nyata terjadi di
tengah orang-orang kebanyakan dan jahil. Oleh karena itu, hendaklah kita jangan
keterlaluan dalam bercanda, sehingga melampui batas.
6. Hindari Bercanda Dengan Aksi Dan
Kata-Kata Yang Buruk.
Banyak orang yang tidak menyukai
bercanda seperti ini. Dan seringkali berkembang menjadi pertengkaran dan
perkelahian. Sering kita dengar kasus perkelahian yang terjadi berawal dari
canda. Maka tidak sepatutnya bercanda dengan aksi kecuali dengan orang yang
sudah terbiasa dan bisa menerima hal itu. Sebagaimana para sahabat saling
melempar kulit semangka setelah memakannya. [13]
Adapun bercanda dengan kata-kata yang
buruk tidak dibolehkan sama sekali. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:
وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ
عَدُوًّا مُّبِينًا
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku:
“hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya
setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagi manusia”. [al-Isrâ`/17:53].
7. Tidak Banyak Tertawa.
Banyak orang yang tertawa
berlebihlebihan sampai terpingkal-pingkal ketika bercanda. Ini bertentangan
dengan sunnah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak
banyak tertawa, beliau bersabda :
وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ
الْقَوْمَ ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Janganlah kalian banyak tertawa.
Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.”
Seperti yang telah dijelaskan di atas
dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha. Banyak tertawa dapat mengeraskan hati dan
mematikannya.
8. Bercanda Dengan Orang-Orang Yang
Membutuhkannya.
Seperti dengan kaum wanita dan anakanak.
Itulah yang dilakukan oleh Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam, yaitu
sebagaimana yang beliau lakukan terhadap ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha dan al
Hasan bin Ali, serta seorang anak kecil bernama Abu ‘Umair.
9. Jangan Melecehkan Syiar-Syiar Agama
Dalam Bercanda.
Umpamanya celotehan dan guyonan para
pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat al-Qur‘an dan
syiarsyiarnya, wal iyâdzu billâh! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan
pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ
سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ
مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُونَ وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا
نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Orang-orang munafik itu takut akan
diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi
di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekanejekanmu
(terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang
kamu takuti. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda
gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayatayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu berolokolok?”. [at-Taubah/9:64-65]
Dan mengangungkan syiar agama merupakan
tanda ketakwaan hati. Allah berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا
مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar
Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. [al-Hajj/22:32].
Demikianlah, semoga dengan tulisan ini
kita bisa mengetahui kedudukan bercanda dalam pandangan Islam, mengetahui canda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan batasan-batasan yang dibolehkan
dalam bercanda. Sehingga kita dapat membedakan antara bercanda yang dibolehkan
dan yang tidak dibolehkan.
Maraji‘:
1. Tafsîr al-Qur‘ânil-’Azhîm, Imam Ibnu
Katsîr.
2. Bahjatun-Nâzhirîn Syarh
Riyâdhish-Shâlihîn, Syaikh Salîm bin ‘Id al-Hilâli.
3. Durruts-Tsamîn min
Riyâdhish-Shâlihîn, ‘Abdul-’Azîz Sa’ad al-’Utaibi.
4. Mausû’ah al-Adabil-Islâmiyyah, ‘Abdul
Azîz bin Fathis-Sayyid Nadâ, Dâruth-Thayyibah, Cetakan Kedua, Tahun 1425 H –
2004 M.
5. Shahîh al-Jami’ish-Shaghir, Syaikh
Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni, al-Maktab al-Islami, Cetakan Ketiga, Tahun 1410
H – 1990.
6. Silsilatul Ahâdits Shahîhah, Syaikh
Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni, disusun oleh Syaikh Abu ‘Ubaidah Masyhur Hasan
Salman, Maktabatul-Ma’ârif, Riyadh, Cetakan Pertama.
7. Sirah Shahîhah, Dhiyâ al-‘Umari. 8.
Sunan Abu Dawud, Tashih: Syaikh Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni, dan disusun
oleh Syaikh Abu ‘Ubaidah Masyhur Hasan Salman, Maktabatul-Ma’ârif, Riyadh,
Cetakan Pertama.
9. Yaumun fî Baiti Rasulillah,
‘Abdul-Malik bin Muhammad al-Qâsim, Darul-Qasim, Cetakan Pertama, Tahun 1419 H.
Sumber : http://www.artikelmuslim.com/2012/04/sifat-canda-nabi.html#.ULmfYYPPTD8