Nabi Zakaria adalah ayah dari Nabi Yahya
putera tunggalnya yang lahir setelah ia mencapai usia sembilan puluh tahun.
Sejak beristeri Hanna, ibu saudaranya Maryam, Zakaria mendambakan mendapat anak
yang akan menjadi pewarisnya. Siang dan malam tiada henti-hentinya ia
memanjatkan doanya dan permohonan kepada Allah agar dikurniai seorang putera
yang akan dapat meneruskan tugasnya memimpin Bani Israil. Ia khuatir bahawa
bila ia mati tanpa meninggalkan seorang pengganti, kaumnya akan kehilangan
pemimpin dan akan kembali kepada cara-cara hidup mereka yang penuh dengan
mungkar dan kemaksiatan dan bahkan mungkin mereka akan mengubah syariat Musa
dengan menambah atau mengurangi isi kitab Taurat sekehendak hati mereka. Selain
itu, ia sebagai manusia, ingin pula agar keturunannya tidak terputus dan terus
bersambung dari generasi sepanjang Allah mengizinkannya dan memperkenankan.
Nabi Zakaria tiap hari sebagai tugas rutin
pergi ke mihrab besar melakukan sembahyang serta menjenguk Maryam anak iparnya
yang diserahkan kepada mihrab oleh ibunya sesuai dengan nazarnya sewaktu ia
masih dalam kandungan. Dan memang Zakarialah yang ditugaskan oleh para pengurus
mihrab untuk mengawasi Maryam sejak ia diserahkan oleh ibunya. Tugas pengawasan
atas diri Maryam diterima oleh Zakaria melalui undian yang dilakukan oleh para
pengurus mihrab di kala menerima bayi Maryam yang diserahkan pengawasannya kepadanya
itu adalah anak saudara isterinya sendiri yang hingga saat itu belum dikurniai
seorang anak pun oleh Tuhan.
Suatu peristiwa yang sangat menakjubkan
dan menghairankan Zakaria telah terjadi pada suatu hari ketika ia datang ke
mihrab sebagaimana biasa. Ia melihat Maryam disalah satu sudut mihrab sedang
tenggelam dalam sembahyangnya sehingga tidak menghiraukan bapa saudaranya yang
datang menjenguknya. Di depan Maryam yang sedang asyik bersembahyang itu
terlihat oleh Zakaria berbagai jenis buah-buahan musim panas. Bertanya-tanya
Nabi Zakaria dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan musim panas ini,
padahal mereka masih berada dalam musim dingin. Ia tidak sabar menanti anak
saudaranya selesai sembahyang, ia lalu mendekatinya dan menegur bertanya kepadanya:
"Wahai Maryam, dari manakah engkau dapat ini semua?"
Maryam menjawab: "Ini adalah
pemberian Allah yang aku dapat tanpa kucari dan aku minta. Di waktu pagi dikala
matahari terbit aku mendapatkan rezeki ku ini sudah berada di depan mataku,
demikian pula bila matahari terbenam di waktu senja. Mengapa bapa saudaranya
merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah berkuasa memberikan rezekinya kepada
siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan?"
Maryam binti Imran
Maryam yang disebut-sebut dalam kisah Zakaria
adalah anak tunggal dari Imran seorang daripada pemuka-pemuka dam ulama Bani
Isra'il. Ibunya saudara ipar dari Nabi Zakaria adalah seorang perempuan yang
mandul yang sejak bersuamikan Imran belum merasa berbahagia jika belum
memperoleh anak. Ia merasa hidup tanpa anak adalah sunyi dan membosankan. Ia
sangat mendambakan keturunan untuk menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan
bersuami-isteri, penglipur duka dan pembawa suka di dalam kehidupan keluarga.
Ia sangat akan keturunan sehingga bila ia melihat seorang ibu menggandung
bayinya atau burung memberi makan kepada anaknya, ia merasa iri hati dan terus
menjadikan kenangan yang tak kunjung lepas dari ingatannya.
Tahun demi tahun berlalu, usia makin hari
makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal keinginan dan idam-idaman tetap
tidak menjelma menjadi kenyataan. Berbagai cara dicubanya dan berbagai nasihat
dan petunjuk orang diterapkannya, namun belum juga membawa hasil. Dan setelah
segala daya upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak
membawa buah yang diharapkan, sedarlah isteri Imran bahawa hanya Allah tempat
satu-satunya yang berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup mengurniainya
dengan seorang anak yang didambakan walaupun rambutnya sudah beruban dan
usianya sudah lanjut. Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada
Allah bersujud siang dan malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati
bernazar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya dikabulkan, akan
menyerahkan dan menghebahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan,
penjaga dan memelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat
dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.
Harapan isteri Imran yang dibulatkan
kepada Allah tidak tersia-sia. Allah telah menerima permohonannya dan
mempersembahkan doanya sesuai dengan apa yang telah disuratkan dalam takdir-Nya
bahawa dari suami isteri Imran akan diturunkan seorang nabi besar. Maka
tanda-tanda permulaan kehamilan yang dirasakan oleh setiap perempuan yang
mengandung tampak pada isteri Imran yang lama kelamaan merasa gerakan janin di
dalam perutnya yang makin membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang
hamil itu, bahawa idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah
tangganya akan terpecahlah bila bayi yang dikandungkan itu lahir. Ia bersama
suami mulai merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu.
Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal
bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah
tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imaran
menjadi berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang
mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari
kemudian yang baik dan cemerlang.
Akan tetapi sangat benarlah kata mutiara
yang berbunyi: "Manusia merancang, Tuhan menentukan. Imran yang sangat
dicintai dan sayangi oleh isterinya dan diharapkan akan menerima putera
pertamanya serta mendampinginya dikala ia melahirkan , tiba-tiba direnggut
nyawanya oleh Izra'il dan meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan
hamil tua, pada saat mana biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri
menjadi makin mesra. Rasa sedih yang ditinggalkan oleh suami yang disayangi
bercampur dengan rasa sakit dan letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa
isteri Imran di saat-saat dekatnya masa melahirkan.
Maka setelah segala persiapan untuk
menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna lahirlah ia dari
kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak kecewalah si ibu janda
Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang lahir itu adalah seorang puteri
sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan dan bernazar untuk
dihebahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada kecewa dan suara sedih berucaplah
ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas: "Wahai Tuhanku, aku telah
melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernazar akan menyerahkan seorang
putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis. Allah akan
mendidik puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan Zakaria,
iparnya dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.
Demikianlah maka tatkala Maryam diserahkan
oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para rahib berebutan masing-masing ingin
ditunjuk sebagai wali yang bertanggungjawab atas pengawasan dan pemeliharaan
Maryam. Dan kerana tidak ada yang mahu mengalah, maka terpaksalah diundi di
antara mereka yang akhirnya undian jatuh kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan
oleh Allah kepada ibunya.
Tindakan pertama yang diambil oleh Zakaria
sebagai petugas yang diwajibkan menjaga keselamatan Maryam ialah menjauhkannya
dari keramaian sekeliling dan dari jangkauan para pengunjung yang tiada
henti-hentinya berdatangan ingin melihat dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh
Zakaria di sebuah kamar di atas loteng Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak
dapat dicapai melainkan dengan menggunakan sebuah tangga. Zakaria merasa bangga
dan bahagia beruntung memenangkan undian memperolehi tugas mengawasi dan memelihara
Maryam secara sah adalah anak saudaranya sendiri. Ia mencurahkan cinta dan
kasih sayangnya sepenuhnya kepada Maryam untuk menggantikan anak kandungnya
yang tidak kunjung datang. Tiap ada kesempatan ia datang menjenguknya, melihat
keadaannya, mengurus keperluannya dan menyediakan segala sesuatu yang membawa
ketenangan dan kegembiraan baginya. Tidak satu hari pun Zakaria pernah
meninggalkan tugasnya menjenguk Maryam.
Rasa cinta dan kasih sayang Zakaria
terhadap Maryam sebagai anak saudara isterinya yang ditinggalkan ayahnya
meningkat menjadi rasa hormat dan takzim tatkala terjadi suatu peristiwa yang
menandakan bahawa Maryam bukanlah gadis biasa sebagaimana gadis-gadis yang
lain, tetapi ia adalah wanita pilihan Allah untuk suatu kedudukan dan peranan
besar di kemudian hari.
Pada suatu hari tatkala Zakaria datang
sebagaimana biasa, mengunjungi Maryam, ia mendapatinya lagi berada di mihrabnya
tenggelam dalam ibadah berzikir dan bersujud kepada Allah. Ia terperanjat
ketika pandangan matanya menangkap hidangan makanan berupa buah-buahan musim
panas terletak di depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam
hatinya, dari manakah gerangan buah-buahan itu datang, padahal mereka masih
lagi berada pada musim dingin dan setahu Zakaria tidak seorang pun selain dari
dirinya yang datang mengunjungi Maryam. Maka ditegurlah Maryam tatkala setelah
selesai ia bersujud dan mengangkat kepala: "Wahai Maryam, dari manakah
engkau memperolehi rezeki ini, padahal tidak seorang pun mengunjungimu dan
tidak pula engkau pernah meninggalkan mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini
adalah buah-buahan musim panas yang tidak dapat dibeli di pasar dalam musim
dingin ini."
Maryam menjawab: "Inilah pemberian
Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta. Dan mengapa engkau merasa hairan
dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan rezekinya kepada
sesiapa yang Dia kehendaki dalam bilangan yang tidak ternilai besarnya?"
Demikianlah Allah telah memberikan tanda
pertamanya sebagai mukjizat bagi Maryam, gadis suci, yang dipersiapkan oleh-Nya
untuk melahirkan seorang nabi besar yang bernama Isa Almasih a.s.
Kisah lahirnya Maryam dan pemeliharaan
Zakaria kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 35 hingga 37
dan 42 hingga 44.