Mungkin
sudah banyak artikel atau postingan yang membahas Hubungan Teori Relativitas
Albert Einstein dengan Kebenaran Isra’ Mi’raj, tapi disini saya ingin membuka
tabir itu kembali karna ini sesuatu hal yang menarik untuk kita telaah dan
renungkan.
Isra’
dan Mi’raj. Secara istilah, Isra’ berjalan di waktu malam hari, sedangkan
Mi’raj adalah alat (tangga) untuk naik. Peristiwa Isra’ Mi'raj terbagi dalam 2
peristiwa. Dalam Isra’, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
"diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil
Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke
Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat
perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Prosesi
sejarah perjalanan Isra’’ Mi’raj Nabi Muhammad termaktub dalam firman Allah :
“Maha suci Allah yang menjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Majidil Aqsha yang Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda
(kebesaran) Kami. (QS. 17.Al-Isra’’ :1)
“Dan sesungguhnya dia (Nabi
Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu
yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat
tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu
selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)
Sejarah
mencatat Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang fantastis dan sulit dicerna
akal. Banyak yang menganggap itu adalah sebuah peristiwa metafisika yang tidak
rasional. Dimana Kebenaran metafisika adalah kebenaran naqliyah yang tidak
harus dibuktikan secara akal, namun lebih bersifat imani. Valid tidaknya
kebenaran peristiwa metafisika-secara akal, bukanlah soal selagi ia diimani.
Sehingga banyak orang yang meragukan kebenaran dari Isra’ Mi’raj dengan
menganggap Isra’` Mi`raj sebagai sesuatu yang mengada-ada dan dongeng Nabi
Muhammad belaka.
Albert Einstein |
Tapi
siapa sangka dan bukan suatu kebetulan kiranya, jika kemudian Allah pada awal
abad ke - 20 ciptakan seorang manusia bernama Albert Einstein, fisikawan
ternama berbangsa Yahudi yang dengan
teori Relativitasnya, kebenaran fenomena Isra’ Mi’raj menjadi rasional alias
kebenarannya dapat dibuktikan secara nyata.
Untuk
bisa memahami konsep relativitas waktu, kita harus memahami dulu yang dimaksud
dengan Waktu (Time). Dalam fisika, waktu merupakan salah satu besaran pokok
yang melambangkan periode atau interval yang bisa diukur secara pasti (satuan
internasionalnya adalah detik). Kita tahu bahwa 1 hari terdiri dari 24 jam, 1
jam 60 menit, dan 1 menit 60 detik. 1 detik didefinisikan sebagai jumlah
osilasi atom Cesium-133 (9.192.631.770 osilasi) pada jam atom. Dengan
konstanta-konstanta yang terlibat ini, kita tentunya langsung menyimpulkan
bahwa waktu memiliki nilai absolut (eksak) dan bukan merupakan besaran yang nilainya
relatif terhadap suatu acuan tertentu.
Tetapi
Einstein mengubah pandangan ini saat mengemukakan teori relativitasnya Menurut
Einstein, semakin besar kecepatan gerak suatu benda atau partikel, waktu akan
berjalan semakin lambat bagi benda atau partikel tersebut. Saat kecepatannya
mendekati kecepatan cahaya, waktu berjalan sangat lambat. Bagaimana kalau ada
benda atau partikel yang bisa bergerak dengan kecepatan melebihi kecepatan
cahaya? Waktu akan berjalan begitu lambatnya sehingga benda yang bergerak dengan
kecepatan setinggi itu bisa kembali ke posisi awal dengan sangat cepat. Saking
cepatnya, benda itu sudah kembali berada di posisi awalnya sebelum benda itu
mulai bergerak.
Teori
relativitas Einstein dapat dibuktikan dengan perjalanan ke ruang angkasa. Para
astronot meninggalkan bumi menggunakan pesawat ulang-alik yang meluncur dengan
kecepatan sangat tinggi. Jika mereka melakukan perjalanan selama 1 tahun di
ruang angkasa dan kemudian kembali ke bumi, mereka bisa menemukan bahwa bumi
mencatat waktu perjalanan mereka mencapai 10 tahun! Ini berarti dua orang atau
benda yang bergerak dengan kecepatan berbeda akan mengalami durasi waktu yang
berbeda pula. Dan Albert Einstein menambahkan bahwa apabila suatu benda
melebihi kecepatan cahaya (v>c) maka benda tersebut akan kembali ke masa
lalu.
Dan,
inilah yang telah direfleksikan buraq, hewan sejenis kuda bersayap sebagai
kendaraan Nabi saat melakukan perjalanan Isra`. Ketika memulai perjalanan yaitu
dari Masjid Alharam (Mekkah), dengan daya kecepatan buraq (v>c), Nabi
tidaklah mengarah ke masa depan. Namun kembali ke masa lalu. Dan, melewati masa
lalu itulah Nabi memberangkatkan perjalanannya. Hingga, seiring guliran-guliran
waktu perjalanan itu, perjalananpun melaju ke titik waktu saat mana beliau baru
memulai. Hingga, kesan yang ada pun seolah-olah Nabi melakukan perjalanan Isra`
Mi`raj hanyalah sesaat.
Dari
penjelasan diatas Albert Einstein seolah-olah merefleksikan bahwa Isra’ Mi’raj
adalah perjalanan menembus waktu. Dan kita dapat menyimpulkan bahwa peristiwa
Isra’ Mi’raj adalah benar. Bagaimana mungkin seorang manusia
yang hidup pada 14 Abad yang silam dapat membuat sebuah cerita atau
teori yang dapat dibuktikan didalam abad ke 20 dengan sedemikian detailnya.
Dengan kata lain tidak mungkin Rasulullah
SAW mencontoh teori Albert Einstein yang lahir sesudahnya
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon