1. Hari
Kiamat.
2. Apakah
hari Kiamat itu?
3. Tahukah
kamu apakah hari Kiamat itu?
4. Pada
hari itu manusia adalah seperti kupu-kupu yang bertebaran.
5. Dan
gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
6. Dan
adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya,
7. Maka
dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
8. Dan
adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya,
9. Maka
tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah.
10. Tahukah
kamu apakah Neraka Hawiyah itu?
11. (Yaitu)
api yang sangat panas.
Surat
yang mulia ini adalah makkiyah, dan ayat-ayatnya berjumlah sebelas ayat.
Pada
ayat yang pertama sampai ketiga, Allâh Ta'ala mengulang-ulang kata al-Qâri’ah .
Diawali dengan kalimat pernyataan atau berita, kemudian dilanjutkan dengan dua
kali kalimat pertanyaan. Sebagaimana telah diterangkan oleh para ulama, hal ini
merupakan pengagungan Allâh Ta'ala terhadap betapa besar dan dahsyatnya hari
Kiamat.
Banyak
penjelasan para ulama terhadap penafsiran makna al-Qâri’ah , yang seluruhnya
kembali kepada satu makna, yaitu as-Sa’ah (hari Kiamat).
Secara
lebih luas, Syaikh ‘Athiyyah Muhammad Salim rahimahullâh mengatakan :
"Telah
dijelaskan oleh Syaikh -semoga Allah merahmati kami dan beliau-pada awal surat
al-Wâqi’ah , bahwa (al-Wâqi’ah) bermakna seperti ath-Thâmmah , ash-Shâkh-khah ,
al-Âzifah , dan al-Qâri’ah … dan telah diketahui (dalam bahasa Arab) bahwa
sesuatu apabila besar (dahsyat) keadaannya, ia memiliki banyak nama.
Atau
sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Ali radhiyallâhu'anhu (ia berkata),
banyaknya nama (pada sesuatu) menunjukkan agungnya perkara tersebut. Juga telah
diketahui, bahwa nama-nama tersebut bukanlah sinonim, karena sesungguhnya
setiap nama memiliki makna tersendiri. Hari Kiamat dinamakan al-Wâqi’ah ,
karena hari itu pasti kejadiannya. Juga dinamakan al-Hâqqah karena hari itu nyata dan benar adanya. Juga
dinamakan ath-Thâmmah , karena bencana, malapetaka dan kehancuran pada hari itu
sangat umum dan menyeluruh. Juga dinamakan al-Âzifah , karena kejadian hari itu
sudah dekat, (hal ini) seperti iqtarabatis sa’ah . Demikian pula surat ini
(al-Qâri’ah, Pen).
Lafazh
al-Qâri’ah , berasal dari al-Qar’u yang
bermakna adh-Dharb , yakni pukulan. (Sehingga, penamaan hari Kiamat dengan nama
ini) sesuai dengan penjelasan pada ayat berikutnya yang menerangkan, bahwa hari
itu melemahkan seluruh kekuatan manusia, hingga manusia bagaikan kupu-kupu yang
bertebaran, juga melumpuhkan kekuatan gunung-gunung, hingga gunung-gunung itu bagaikan
bulu yang berhamburan.
Dari
penjelasan di atas, menjadi jelaslah bahwa makna al-Qâri’ah adalah hari Kiamat, yang pada saat itu terjadi
kehancuran, bencana, dan malapetaka yang amat besar. Makna ini, seperti
ditunjukkan firman Allâh Ta'ala :
…
dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan
mereka sendiri…(Qs. ar-Ra’d/13:31)
Pada
ayat keempat surat al-Qâri’ah ini, Allâh Ta'ala berfirman: Pada hari itu
manusia adalah seperti kupu-kupu yang bertebaran Terdapat tiga pendapat di
kalangan ulama dalam menafsirkan makna al-Farasy pada ayat ini.
Pertama,
maknanya ialah belalang-belalang kecil yang beterbangan dan saling
bercampur-baur antara satu dengan lainnya.Makna ini ditunjukkan oleh firman
Allâh Ta'ala :
…seakan-akan
mereka belalang yang beterbangan.
(QS
al-Qamar/54:7)
Kedua,
maknanya ialah sejenis burung kecil atau serangga kecil, bukan nyamuk dan bukan
pula lalat.
Ketiga,
maknanya ialah sesuatu yang berjatuhan dan bertebaran di sekitar api, baik
berupa nyamuk ataupun serangga-serangga kecil lainnya.
Terdapat
sebuah hadits shahih yang menunjukkan makna yang ketiga ini. Yaitu hadits Jabir
bin Abdillah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata:
Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Perumpamaan diriku dengan kalian
bagaikan seseorang yang menyalakan api, lalu mulailah laron-laron dan kupu-kupu
berjatuhan pada api itu,
Sedangkan
ia selalu mengusirnya (serangga-serangga tersebut) dari api tersebut.
Dan
aku (selalu berusaha) memegang (menarik) ujung-ujung pakaian kalian agar kalian
tidak terjerumus ke dalam neraka, namun kalian (selalu) terlepas dari
tanganku”. Pada ayat kelima, Allâh Ta'ala berfirman :
Dan
gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan
Sebagian
besar ulama menafsirkan lafazh al-‘Ihn dengan makna ash-Shuf . Yaitu bulu atau
kapas.
Berdasarkan
penjelasan ayat keempat dan kelima di atas, dapat kita pahami, salah satu
kejadian yang dahsyat pada hari Kiamat adalah berubahnya keadaan manusia,
sehingga ia bagaikan kupu-kupu atau belalang yang beterbangan, bertebaran
dengan bercampur-baur dan tidak tentu arahnya. Demikian pula dengan
gunung-gunung yang sebelumnya berdiri tegak dan kokoh, maka pada hari itu,
gunung-gunung bagaikan bulu berhamburan. Seluruh makhluk Allâh Ta'ala yang kuat
dan kokoh, pada saat itu kehilangan seluruh kekuatannya, karena demikian
dahsyatnya hari Kiamat.
Bentuk
lain dahsyatnya hari Kiamat, disebutkan pula dalam firman Allâh Ta'ala :
(Qs.
al-Hajj/22 : 1-2)
1. Hai
manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu!
Sesungguhnya
kegoncangan hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
2. (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat
kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang
disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat
manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi
adzab Allâh itu sangat keras.
Hari Kiamat itu, juga
merendahkan satu golongan dan meninggikan yang lainnya. Firman Allâh Ta'ala :
(Kejadian itu) merendahkan (satu
golongan) dan meninggikan (golongan yang lain). (QS al Waqi’ah/56:3)
Pada
hari itu, membuat seluruh manusia teringat segala yang pernah dilakukannya
selama hidupnya di dunia. Allâh Ta'ala berfirman :
Pada
hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya. (QS
an-Nazi’at/79:35)
Pada
hari itu, seluruh manusia sibuk dengan urusannya, sampai-sampai ada yang lupa
terhadap sanak familinya. Di antara manusia ada yang senang dan berseri-seri
dengan sebab amal shalih yang mereka lakukan saat di dunia, yang akhirnya
mengantarkannya ke surga. Tetapi sebagian lagi berwajah muram dan bersedih,
disebabkan oleh amal-amal buruk yang telah mereka lakukan. Manusia pun
mengetahui tempat mereka tinggal nantinya.
Ditunjukkan
dalam firman Allâh Ta'ala dalam surat ‘Abasa/80 ayat 34-42:
34. Pada
hari ketika manusia lari dari saudaranya,
35. dari
ibu dan bapaknya,
36. dari
isteri dan anak-anaknya.
37. Setiap
orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
38. Banyak
muka pada hari itu berseri-seri,
39. tertawa
dan bergembira ria.
40. Dan
banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu,
41. dan
ditutup lagi oleh kegelapan.
42. Mereka
itulah orang-orang kafir lagi durhaka.
Demikianlah
keadaan manusia pada hari Kiamat. Adapun keadaan gunung-gunung secara khusus
pada hari itu, sebagaimana dijelaskan para ulama, mula-mulanya gunung-gunung
digerakkan dan dipindahkan dari tempatnya, kemudian benar-benar
diluluh-lantakkan bagaikan bulu-bulu yang dihambur-hamburkan, sebagaimana
diterangkan pada ayat kelima surat al-Qari'ah ini, hingga akhirnya gunung-gunung
itu menjadi debu yang bertebaran dan bahkan menjadi fatamorgana. Pada hari bumi
dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu
tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan.
(QS
al Muzzammil/73:14)
Dan
dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia.
(QS
an Naba‘/78:20)
Maka,
sudah seharusnya kita senantiasa bertakwa dan takut kepada Allâh Ta'ala, Yang
Maha Perkasa dan Berkuasa atas segala sesuatu.
Pada
ayat keenam, Allâh Ta'ala berfirman:
Dan
adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya
Ayat
ini menunjukkan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang berkaitan dengan rukun
iman kelima. Bahwa salah satu perwujudan beriman kepada hari akhir adalah
meyakini adanya mizan (timbangan) pada hari Kiamat kelak. Barangsiapa yang
berat amalan kebaikannya, maka akan mendapatkan kehidupan yang baik, dan
demikian sebaliknya.
Di
antara dalil lainnya dari al Qur‘an yang menunjukkan adanya mizan (timbangan)
pada hari Akhir, yaitu firman Allâh Ta'ala , yang artinya: Kami akan memasang
timbangan yang tepat pada hari Kiamat,
maka
tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun, dan jika (amalan itu) hanya
seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, dan cukuplah Kami
sebagai pembuat perhitungan.
(QS
al-Anbiya‘/21:47)
Begitu
pula banyak hadits shahih yang menunjukkan adanya mizan (timbangan) pada Hari
Akhir, sebagaimana hadits-hadits berikut ini.
Hadits
Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata:
Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda: “(Ada) dua perkataan yang ringan,
(namun) berat dalam mizan (timbangan) dan dicintai oleh ar-Rahman (Allâh Ta'ala
), (yaitu) Subhanallahi wa bihamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji
bagi-Nya), Subhanallahil ‘Azhim (Maha Suci Allah Yang Maha Agung)”.
Hadits
Abu ad-Darda’ radhiyallâhu'anhu, dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, beliau
bersabda:
Tidak
ada sesuatu pun yang lebih berat dalam mizan (timbangan) dari akhlak yang baik.
Pada
ayat ketujuh, Allâh Ta'ala berfirman: Maka dia berada dalam kehidupan yang
memuaskan
Para
ulama menjelaskan, yang dimaksud dengan kehidupan yang memuaskan adalah
kehidupan di surga.
Banyak
ayat yang menerangkan kehidupan yang penuh kenikmatan bagi para penghuni surga,
di antaranya firman Allâh Ta'ala dalam surat al-Insan/76 ayat 10-22, yang
artinya:
10. Sesungguhnya
kami takut akan (adzab) Rabb kami pada suatu hari yang (di hari itu)
orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
11. Maka
Rabb memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka
kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.
12. Dan
Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (berupa) surga dan
(pakaian) sutera.
13. Di
dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan, mereka tidak merasakan di
dalamnya (terik) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan.
14. Dan
naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan
memetiknya semudah-mudahnya.
15. Dan
diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening
laksana kaca,
16. (yaitu)
kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan
sebaik-baiknya.
17. Di
dalam surga itu, mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah
jahe,
18. (yang
didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil.
19. Dan
mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda, apabila kamu
melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang bertaburan
20. Dan
apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam
kenikmatan dan kerajaan yang besar.
21. Mereka
memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada
mereka gelang terbuat dari perak, dan Rabb memberikan kepada mereka minuman
yang bersih.
22. Sesungguhnya
ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). Dan
masih banyak ayat lain yang menerangkan beragam kenikmatan yang diperoleh para
penghuni surga. Mudah-mudahan Allâh Ta'ala menjadikan kita termasuk para
penghuni surga-Nya. Amin.
Kemudian,
pada ayat kedelapan sampai ayat terakhir, Allâh Ta'ala berfirman:
8. Dan
adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
9. Maka
tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
10. Tahukah
kamu apakah neraka Hawiyah itu?
11. (Yaitu)
api yang sangat panas.
Terdapat
tiga penafsiran di kalangan para ulama terhadap makna ayat kesembilan.
Pertama,
maknanya adalah, ia jatuh dan masuk ke dalam neraka dengan ujung kepalanya
lebih dahulu.[26]
Kedua,
ayat tersebut merupakan ungkapan dalam bahasa Arab, dilontarkan bagi orang yang
terjatuh ke dalam permasalahan yang berat dan menyulitkan.
Ketiga,
maknanya, tempat tinggal dan kembalinya adalah neraka. Sehingga, menurut
penafsiran yang ketiga ini, hawiyah
merupakan salah satu dari nama-nama neraka.
Adapun
sebab penamaan neraka ini dengan ummuhu , yakni ibunya, karena neraka tersebut
sebagai satu-satunya tempat kembalinya. Seolah-olah neraka tersebut adalah
ibunya yang merupakan tempat kembalinya seorang anak.
Tiga
penafsiran para ulama di atas tidaklah saling bertentangan, bahkan saling
mendukung dan menjelaskan makna lainnya.
Terdapat
sebuah hadits mauquf yang menunjukkan tentang tiga penafsiran di atas, yaitu
hadits Abu Ayyub al-Anshari radhiyallâhu'anhu, beliau berkata :
Apabila
seorang hamba telah mati, ahlurrahmah (hamba-hamba Allah yang penuh kasih
sayang)
menemuinya
seperti orang-orang di dunia menemui pembawa berita gembira.
Mereka
menghampirinya untuk menanyainya.
Lalu
sebagian mereka berkata, “Tunggulah saudara kalian ini, biarkan ia beristirahat,
karena ia masih lelah”.
Lalu
mereka pun menghampirinya dan bertanya kepadanya,
“Apa
yang dilakukan si Fulan? Apa yang dilakukan si Fulanah? Apakah ia sudah
menikah?”.
Lalu
tiba-tiba mereka bertanya tentang seseorang yang telah mati sebelumnya,
ia
menjawab, “Ia telah binasa”. Mereka berkata, “Inna lillahi wa Inna ilaihi
raji’un
(sesungguhnya
kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya), ia telah kembali
kepada ibunya (neraka), sungguh itu seburuk-buruk ibu dan seburuk-buruk pendidik”.
Lalu
ditunjukkanlah seluruh perbuatan mereka. Jika mereka melihat amal mereka baik,
mereka gembira dan senang, lantas berkata, “Inilah kenikmatan-Mu atas hamba-Mu,
maka sempurnakanlah”.
Dan
jika mereka melihat amal mereka buruk, mereka berkata,
“Ya
Allah, lihatlah (periksalah) kembali hamba-Mu”.
Ayat
terakhir (kesebelas) surat yang agung ini, diterangkan oleh para ulama, juga
merupakan penafsiran dari lafazh hawiyah ( ) pada ayat sebelumnya.
Ada
beberapa hadits shahih yang maknanya berkaitan erat dengan ayat terakhir ini,
di antaranya sebagai berikut :
Hadits
Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata: Sesungguhnya Nabi Shallallâhu
'Alaihi Wasallam bersabda: “Api kalian ini, yang dinyalakan manusia hanyalah
sebagian dari tujuh puluh bagian panasnya neraka Jahannam”. Mereka berkata:
“Demi Allah, api ini sudah cukup (panas), wahai Rasûlullâh!”.
Beliau
bersabda,”Sesungguhnya api neraka Jahannam lebih (panas) sebanyak enam puluh
sembilan kali (dari api di dunia). Tiap-tiap bagiannya sama panasnya”.
Hadits
an-Nu’man bin Basyir radhiyallâhu'anhu, beliau berkata: Aku mendengar
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya
adzab penghuni neraka yang paling ringan pada hari Kiamat adalah,
seseorang
diletakkan dua buah bara di tengah-tengah kedua telapak kakinya, (lalu)
mendidihlah otaknya disebabkan dua bara itu.”
Hadits
Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, beliau berkata: Sesungguhnya Rasûlullâh
Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Apabila panas menyengat, maka undurkan
shalat sampai waktu sejuk,
karena
sesungguhnya panas yang menyengat berasal dari hawa Jahannam”.
Mudah-mudahan
Allâh Ta'ala senantiasa melindungi dan menjauhkan kita dari segala hal yang
dapat mengantarkan kepada panasnya api neraka Jahannam.
Demikianlah
tafsir surat al-Qâri’ah, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat menambah iman, ilmu
dan amal shalih kita. Wallahu A’lam bish- Shawab. (Sumber: Asyariah.com)
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon