Sejarah
Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau
Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk
melalui para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar abad
XVI, setelah runtuhnya kerajaan
Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah bahasa Jawa Kuno. Dalam menyampaikan
ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama
masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan terjadi akulturasi
antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar tersebut
memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam.
Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno.
Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu
dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang
diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai
saja.
Dalam disampaikan dugaan bahwa praktik
tersebut bertahan karena para wali yang menyebarkan Islam pertama kali
tersebut, tidak sempat menyelesaikan ajarannya, sehingga masyarakat waktu itu
terjebak pada masa peralihan. Para murid yang ditinggalkan tidak memiliki
keberanian untuk mengubah praktik pada masa peralihan tersebut ke arah praktik
Islam yang lengkap. Hal itulah salah satu penyebab masih dapat ditemukannya
penganut Wetu Telu pada masa modern.
Dalam masyarakat lombok yang awam
menyebut kepercayaan ini dengan sebutan "Waktu Telu" sebagai
akulturasi dari ajaran islam dan sisa kepercayaan lama yakni
animisme,dinamisme,dan kerpercayaan Hindu.Selain itu karena penganut
kepercayaan ini tidak menjalankan peribadatan seperti agama Islam pada umumnya
(dikenal dengan sebutan "Waktu Lima" karena menjalankan kewajiban
salat Lima Waktu).Yang wajib menjalankan ibadah-ibadah tersebut hanyalah
orang-orang tertentu seperti kiai atau pemangku adat (Sebutan untuk pewaris
adat istiadat nenek moyang). Kegiatan apapun yang berhubungan dengan daur hidup
(kematian,kelahiran,penyembelihan hewan,selamatan dsb) harus diketahui oleh
kiai atau pemangku adat dan mereka harus mendapat bagian dari upacara-upacara
tersebut sebagai ucapan terima kasih dari tuan rumah.
Lokasi
Lokasi yang terkenal dengan praktik Wetu Telu di
Lombok adalah daerah Bayan, yang terletak di Kabupaten Lombok Utara. Pada lokasi ini masih dapat ditemukan masjid yang digunakan oleh para penganut Wetu Telu. Ada juga
sebuah tempat yang digunakan oleh umat berbagai agama untuk berdoa.Namanya "Kemaliq" yang artinya tabu,suci dan sakral terletak di desa Lingsar
Kabupaten Lombok Barat yang setiap tahun
mengadakan sebuah upacara adat yang bernama "Upacara
Pujawali Dan Perang Topat" sebagai wujud
rasa syukur atas hujan yang diberikan Tuhan YME pada umat manusia.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Wetu_Telu