Shorinji Kempo (少林寺拳法) adalah salah satu dari seni
bela diri yang berasal dari Jepang. Di Indonesia biasa disebut dengan Kempo
saja. Shorinji Kempo diciptakan oleh Doshin So (宗
道臣) pada tahun 1947 sebagai
sistem pelatihan dan pengembangan diri (行:
gyo atau disiplin dalam bahasa jepang). Kata Shorinji Kempo sendiri berasal
dari kata sho = hutan, rin = bambu, ji = kuil, ken = aturan dan kempo bermakna
"jalan hidup".
Metode latihannya berdasarkan
pada filosofi "jiwa dan tubuh adalah sebuah kesatuan yang tak
terpisahkan"(心身一如: shinshin
ichinyo) dan "melatih tubuh dan jiwa" (拳禅一如:
kenzen ichinyo). Dengan cara tersebut Shorinji Kempo mempunyai tiga
manfaat yaitu: "pelatihan dan pertahanan diri"(護身錬鍛: goshin rentan),
"pelatihan mental" (精神修養: seishin
shuyo) dan "meningkatkan kesehatan"(健康増進:
kenko zoshin).
Kempo dan Budhisme
Sekilas orang berkesimpulan
bahwa bela diri Kempo berasal dari daratan China. Anggapan ini tidaklah
semuanya benar. Kira-kira tahun 550 SM, pendeta Buddha yang ke-28, Dharma
Taishi, pindah dari tempat tinggalnya di Baramon, India ke daratan China.
Beliau menetap di sebuah kuil yang berada di Bukit Siong San. Kuil itu diberi
nama Siau Liem Sie atau dikenali dengan nama Shaolin yang
terletak di Provinsi Kwa Nam.
Dalam perjalanan dan
pengembaraannya selama menyebarkan ajaran agama Budha, Dharma Taishi sering
mendapatkan tantangan, ancaman dan hinaan, bahkan nyaris hampir merenggut
jiwanya. Dari pengalaman-pengalaman tersebut timbulah anggapan dalam dirinya
bahwa seorang calon bhiksu sebaiknya juga melatih ketahanan jasmaninya,
disamping membersihkan rohaninya untuk mencapai nirwana setelah bersemedi.
Dalam ajaran agama Budha, dikatakan bahwa hidup itu berasal dari
"kosong" atau "tiada". Namun oleh Dharma Taishi
dilengkapinya, bahwa tidak ada gunanya menjadi "kosong" atau
"tiada" atau "suci" jika tidak bisa membela sesama manusia
yang ditimpa kemalangan.
Sebelumnya selama di India,
Dharma Taishi pernah belajar Indo-Kempo (bela diri India), karena banyaknya
tantangan yang dihadapi dalam pengembaraannya di Cina maka ia mempelajari pula
berbagai aliran silat China Kuno. Selama bertapa 9 tahun ia bertekad menyusun
ilmu bela diri yang akan dimasukkan sebagai syarat dan mata pelajaran bagi
calon pendeta Budha. Sejak itu ilmu beladiri yang ditemukannya telah menjadi
bagian pendidikan keagamaan yang bersumber pada Zen Budhisme. Dharma tetap
beranggapan bahwa semua pengikutnya haruslah berfisik kuat guna melanjutkan usaha
menyebarluaskan ajaran agama Budha yang cukup berat itu.
Dalam cerita klasik Cina, sering
dijumpai nama Tat Mo Cowsu, nama ini tidak lain yang dimaksud adalah Dharma
Taishi sendiri, yang menciptakan seni beladiri Shorinji Kempo atau Siauw Liem
Sie Kung Fu.
Perang Boxer
Pada tahun 1900-1901, di Cina
meletus perlawanan rakyat menentang masuknya kolonialisme barat. Pemberontakan
di awal abad ke 20 itu akhirnya menjadi gerakan nasional yang disokong Ratu Tze
Sji, yang juga ingin membersihkan tanah airnya dari penjajahan Barat.
Kolonalisme Barat akhirnya dapat
mematahkan perlawanan rakyat Cina dengan menggunakan peralatan perang mutakhir.
Sementara rakyat Cina kebanyakan hanya melawan dengan mengandalkan tangan dan
kaki saja. Perang yang menelan jutaan korban itu terkenal dengan sebutan Perang
Boxer. Penjajah mengejar dan membunuh para pengikut Dharma Taishi kemudian
melarang organisasinya dan membakar kuil-kuil shaolin.
Bhiksu-bhiksu yang sempat
meloloskan diri ke arah timur dan selatan, lalu mengajarkan aliran Shorinji
Kempo kepada pedagang-pedagang dari Okinawa, Taiwan dan Muangthai (sekarang: Thailand).
Karena tidak teroganisasinya kesatuan, maka penyebaran Shorinji Kempo mulai
membentuk seni bela diri baru.
Mereka yang melarikan diri ke
Muangthai dengan hanya menguasai teknik Goho (memukul, menendang dan menangkis)
mempengaruhi perkembangan bela diri yang ada di negeri tersebut, termasuk Thai
Boxing. Ajaran Shorinji Kempo, terutama teknik Goho, juga mempengaruhi seni
bela diri yang ada di Okinawa, Jepang. Maka di Okinawa timbullah seni bela diri
yang dinamakan Okinawate yang kemudian dkenal dengan nama Karate.
Mereka yang melarikan diri ke
pulau-pulau Jepang lainnya dan hanya menguasai teknik Juho (lipatan, kuncian
dan bantingan) juga mempengaruhi munculnya seni bela diri yang ada di
daerah-daerah tersebut antara lain Jujutsu, Aikido dan Judo.
Kempo Setelah Perang Dunia Kedua
Shorinji Kempo mulai
dikembangkan di Jepang setelah usainya Perang Dunia Kedua. Berawal dari seorang
pemuda Jepang yang bernama Doshin So. Pada tahun 1928 Doshin dikirim ke
Cina dalam pasukan ekspedisi tentara Jepang ke Manchuria. Karena ia tidak
sepaham dengan cara-cara penjajahan Jepang, kemudian melarikan diri dari
pasukannya dan mengembara di daratan Tiongkok.
Dalam pengembaraannya ia bertemu
dengan pendeta Budha dan akhirnya ia dibawa ke Kuil Siaw Liem Sie, yang sudah
diperbaiki oleh penerus-penerus Dharma Taishi. Di kuil ini Doshin So
mempelajari ilmu Shorinji Kempo langsung dibawah asuhan mahaguru (sihang) ke-20
yaitu 'Wen Tay Sun. Karena kesetiaannya dan penguasaannya yang sempurna
terhadap Shorinji Kempo, maka Doshin So dipercaya menjadi mahaguru ke-21 dan ia
memperoleh ijin untuk meninggalkan kuil Shorinji untuk meneruskan ajarannya di
daratan Jepang.
Tahun 1945, Doshin So kembali ke
Jepang dan membuka Dojo (tempat latihan) tersendiri. Ia memilih kota Tadotsu,
yang terletak di Provinsi Kagawa di Pulau Shikoku. Saat ini dikenal sebagai
pusat Shorinji Kempo dunia.
Doshin So menggembleng
murid-muridnya dengan disiplin yang keras seperti yang dialaminya sendiri.
Namun di balik penggemlengan fisik dan mental itu, Guru Besar Shorinji Kempo
ini tetap menempatkan seni beladiri ini sebagai pengayom hati dan jiwa dengan
penuh rasa damai dan welas asih bagi para pengikutnya. Sebab itulah lambang
organisasi Shorinji Kempo menggunakan simbol agama Budha, yaitu Manji, semacam
tanda swastika yang berputar ke kiri, yang berarti "kasih sayang dan
kekuatan" yang sesuai dengan doktrin Shorinji Kempo.
Dalam tindakan sehari-hari
sering diartikan sebagai berikut : "Dimana ada kekuatan harus ada
kebijaksanaan dan kebijaksanaan harus disertai kebijaksanaan"
Falsafah Kempo
Karena seni bela diri kempo
waktu itu menjadi bagian dari latihan bagi para calon bhiksu, dengan sendirinya
ilmu itu harus mempunyai dasar falsafah yang kuat. Dengan dilandasi agama Budha,
yaitu tidak boleh membunuh dan menyakiti, maka semua kenshi (pemain
Kempo) dilarang menyerang terlebih dahulu sebelum diserang. Hal ini menjadi
doktrin Kempo, bahwa "perangilah dirimu sendiri sebelum memerangi orang
lain". Berdasarkan doktrin ini mempengaruhi pula susunan beladiri ini,
sehingga gerakan teknik selalu dimulai dengan mengelak/menangkis serangan
dahulu, baru kemudian membalas. Selanjutnya disesuaikan menurut kebutuhan yakni
menurut keadaan serangan lawan.
Dharma selalu mengajarkan bahwa
disamping dilarang menyerang juga tidak selalu setiap serangan dibalas dengan
kekerasan. Sehingga dalam ilmu kempo itu lahirlah apa yang berbentuk mengelak
saja. Cukup menekukkan bagian-bagian badan lawan, kemudian mengunci dan apabila
terpaksa barulah dilakukan penghancuran titik-titik lemah lawan.
“
|
Kasih sayang tanpa kekuatan adalah
kelemahan. Kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman.
|
”
|
– Doktrin Shorinji Kempo
|
Bentuk yang pertama dikenal
sebagai Juho dan yang berikutnya sebagai Goho. Setiap kenshi
diharuskan menguasai teknik Goho (keras) dan Juho (lunak), artinya tidak
dibenarkan apabila hanya mementingkan pukulan dan tendangan saja dengan
melupakan bantingan dan kuncian.
Lambang Shorinji Kempo
Manji telah digunakan untuk
tanda Shorinji Kempo seperti yang digunakan dalam Buddhisme selama
berabad-abad. Manji memiliki dua arti yang menjadi satu kesatuan yaitu kasih
sayang (menghadap-kiri) dan kekuatan (menghadap-kanan) yang melambangkan ajaran
Kongo-zen.
Namun, penyebaran Shorinji Kempo
melalui World Shorinji Kempo Organization (WSKO), itu menjadi penghalang
besar untuk digunakan. Dalam hal ini, WSKO telah menggunakan surat 拳 (ken) di pusat Tate-Manji
(Manji dijaga oleh perisai) pada lambang atau menggunakan Nagare-Manji yang
berarti bulat Manji.
Pada tahun 2005, Shorinji Kempo
Group menggunakan tanda baru sebagai simbol baru Shorinji Kempo di seluruh
dunia, sebagai satu kesatuan.
Tanda baru ini disebut so-en
(lingkaran ganda) dan dikatakan bahwa ini adalah bentuk ekstrim dari sepasang
Manji. Tanda so-en dikelola dan haknya dilindungi oleh Shorinji Kempo
Grup.
Sejarah Shorinji Kempo di Indonesia
Sejak akhir tahun 1959,
pemerintah Jepang menerima mahasiwa dan pemuda Indonesia untuk belajar dan
latihan sebagai salah satu bentuk pembayaran pampasan perang. Sejak itu secara
bergelombang dari tahun ke tahun sampai tahun 1965, ratusan mahasiswa dan
pemuda Indonesia mendapat kesempatan belajar di Jepang. Tidak sedikit di antara
mereka itu memanfaatkan waktu senggang dan liburannya untuk belajar serta
memperdalam seni beladiri seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan juga Kempo.
Sepulangnya ke tanah air, mereka
bukan saja memperoleh ijazah sesuai dengan bidang studinya tetapi juga
memperoleh tambahan berupa penguasaan beberapa seni bela diri.
Pada tahun 1964, dalam suatu
acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut
tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama Utin Syahraz
mendemonstrasikan Shorinji Kempo. Apa yang didemonstrasikannya itu menarik
minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita
dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa orang lainnya. Mereka lalu datang ke
pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu.
Untuk meneruskan warisan seni
bela diri itu di Indonesia, ketiga pemuda tersebut yaitu Utin Sahras
(almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita, akhirnya membentuk
suatu organisasi olah raga Shorinji Kempo, yang bernama PERKEMI (Persaudaraan
Bela Diri Kempo Indonesia) pada tanggal 2 Februari 1966.
Di Indonesia, Perkemi berada
dibawah naungan KONI Pusat. Perkemi juga menjadi anggota penuh dari Organiasasi
Federasi Shorinji Kempo se-Dunia atau WSKO (World Shorinji Kempo
Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang.
Sejak tahun 1966 sampai tahun
1976, PB. PERKEMI mengadakan pemilihan pengurus setiap dua tahun sekali. Tapi
sejak tahun 1976 sampai sekarang masa bakti pengurus berlangsung selama empat
tahun.
Pada tahun 1970 diselenggarakan
Kejuaraan Nasional Kempo yang pertama di Jakarta, dan pada tahun 1971 diadakan
Kejuaraan Kempo antar Perguruan Tinggi yang pertama. Kempo mulai
dipertandingkan sejak PON IX tahun 1977 di Jakarta.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Shorinji_Kempo
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon