Tasawuf
(Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , )
adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan
akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam
Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat
(pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang
Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi
muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke
seluruh belahan dunia.
Ada beberapa sumber perihal
etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu
berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana
yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah
atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata
dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan
pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Yang lain menyarankan bahwa
etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("Sahabat
Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"),
yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan
waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
Sejarah Paham
Banyak pendapat yang pro dan
kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari
dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasauf sangat
lah membingungkan.
Sebagian pendapat mengatakan
bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad
menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar
abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non
Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya
tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan
keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya,
yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri
terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk
pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih
berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut
paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi,
sufisme atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang penganut paham tersebut
disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lagi
mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW.
Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl
al-suffa, seperti telah disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih
paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad.
Pendapat lain menyebutkan
tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam di zaman Khalifah Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik.Pertikaian antar
umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan ini terus berlangsung
dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang
bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan
merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah
, yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali menipu
dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh Hasan
Al-Bashiri pada abad kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figur lain
seperti Shafyan al-Tsauri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah.
Beberapa definisi sufisme:
- Yaitu paham mistik dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran Yoga di India (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
- Yaitu aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B. Van Haeringen).
Pendapat yang mengatakan bahwa
sufisme/tasawuf berasal dari dalam agama Islam:
- Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995)
- Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374), I, 4.].
- Sufi tidak lain adalah ajaran untuk mencapai maqam Ihsan (sebagaimana tersebut dalam hadist) atau mencapai status muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada ALLAH).
- Tasawuf adalah penafsiran bathin (psikologis) dari ayat-ayat Quran seperti : Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain ALLAH adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (Quran, 29:41). Dalam Tasawuf, yang dimaksud pelindung dalam ayat ini juga termasuk pelindung secara psikologis, sebagaimana kita ketahui manusia banyak menggantungkan keberhargaan dirinya kepada dunia (seperti harta, jabatan, pasangan, teman, dll). Dalam Tasawuf, keberhargaan diri hanya boleh digantungkan kepada ALLAH. Karena jika memang mereka percaya ALLAH adalah yang paling kuat dan berharga, maka menggantungkan kepada selain ALLAH adalah taghut (sesembahan). Inilah kenapa dalam tareqahnya, seorang Sufi (penempuh Tasawuf) harus bisa menjadikan ALLAH sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan penghargaan dirinya. Dalam istilah lain, Tasawuf adalah ajaran untuk mencapai Tauhid secara bathin (psikologis).
- Sisi psikologis (bathin) yang terdapat dalam ajaran-ajaran Kristen, Budha, dll sebaiknya tidak menafikan keberadaan Tasawuf sebagai sisi psikologis (bathin) dalam ajaran Islam. Hal ini karena Islam adalah ajaran penyempurna sehingga tidak harus sepenuhnya baru dari ajaran-ajaran yang terdahulu. Adanya sisi bathin dalam ajaran-ajaran yang sebelumnya ada malahan memperkuat status Tasawuf karena tentunya harus ada garis merah antara agama-agama yang besar, karena kemungkinan besar ajaran-ajaran tersebut dulunya sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa kebenaran yang mirip dengan Tasawuf sebagai sisi bathin (psikologis) dari ajaran Islam.
Pendapat yang mengatakan bahwa
tasawuf berasal dari luar agama Islam:
- Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan). Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
- (Sufisme)yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA (J. Kramers Jz).
- Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik (akibat paham mistik) ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Prof.Dr.H.Abubakar Aceh).
- Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya, paham tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur ajaran Islam. Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980).
- Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf), maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, hal itu bukanlah ajaran Rasulullah SAW dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc)
Tokoh Tasawuf di Indonesia
Tokoh –tokoh yang memengaruhi tasawuf di Indonesia
yaitu: Syeikh ‘Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a (Abah Sepuh) Pendiri
Pondok Pesantren Suryalaya, Hamzah Al-Fasuri, Nurddin Ar-Raniri, Syekh
Abdurrauf As-Sinkili, Syekh Yusuf Al-Makasari dan Shohibul Faroji Azmatkhan
Ba'alawi Al-Husaini,.
Adapun tokoh-tokoh Tasawuf yang berpengaruh di Cirebon
diantaranya ialah Syekh Syarif Hidayatullah atau yang lebih populer dengan
sebutan Sunan Gunungjati, Syekh Nurjati, guru dari Sunan
Gunungjati, Syekh Abdullah Iman atau
yang terkenal dengan sebutan Pangeran Cakrabuana, Syekh
Mulyani atau yang terkenal dengan sebutan Syekh Royani yang melahirkan para ulama
di Srengseng, sebuah desa yang terkenal di Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu,
Mbah Kriyan, Syekh Tholhah yang menjadi guru dari Syeikh 'Abdullah Mubarok bin
Nur Muhammad r.a., Syekh Jauharul Arifin pendiri Pondok Pesantren Al-Jauhariyah
Balerante, Palimanan, Kabupaten Cirebon, dan tokoh-tokoh Cirebon
yang lain.
Contoh Paham
Kedudukan
Syari’at dalam empat tingkatan spiritual
Syari'at dalam perspektif faham tasawuf ada yang
menggambarkannya dalam bagan Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam,
syariat, tariqah atau tarekat, hakikat. Tingkatan keempat, ma'rifat, yang 'tak
terlihat', sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi
dari kempat tingkatan spiritual tersebut.
Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan
selanjutnya, maka mustahil mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan
tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, jika seseorang telah mulai masuk ke
tingkatan (kedalaman beragama) tarekat, hal ini tidak berarti bahwa ia bisa
meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami hakikat, maka ia tetap melaksanakan
hukum-hukum maupun ketentuan syariat dan tarekat.
Dalam Pandangan Tasawuf
Kita semua tahu bahwa ihsan merupakan
salah satu komponen agama. Ihsan dalam implementasi kehidupan, merupakan
pekerjaan para ulama Ahli Tasawwuf untuk menjelaskan dan mengekspresikannya. Amal
dalam konteks mereka menjadi ‘percuma’ tanpa ihasan. Sementara ihsan dalam
“batasan” hadis yang langsung diajarkan oleh Jibril kepada Rosulullah SAW] di
hadapan para sahabat adalah menjalankan ibadah yang selalu berfokus kepada Allah
SWT, "anta’budallaha ka annaka tarohu" . Dalam al Qur’an, ada
satu ayat yang menerangkan tentang tujuan penciptaan jin dan manusia. Secara
jelas Allah SWT menuturkan bahwa mereka (jin dan manusia) tidak diciptakan
kecuali untuk beribadah kepadaNya, "wamaa kholaqtul jinna wal insa illa
liya’buduniy" . Bagi orang-orang sufi, tak ada satu kegiatan pun di
dunia yang tak bernilai ibadah. Dalam kaitan dengan ini, maka muncul istilah ibadah
mahdloh dan ghoiru mahdloh. Jika kita sepakat, bahwa seluruh kegiatan yang kita
jalani ini adalah ibadah, maka ihsan dalam setiap gerakan kita harus selalu
kita tampilkan dan suasanakan. Kemudian, ihsan yang model mana yang hendak kita
pahami dan lakukan. Bila ihsan merupakan renungan yang selalu kepada Allah SWT
dalam setiap ibadah yang dilakukan, maka ada istilah dalam ilmu sufi yang muncul
untuk memahami kondisi tersebut. Dalam hal ini, Para Ulama Sufi telah berusaha
memberi pelajaran, penjabaran, batasan, dan pendidikan kepada umat tentang
kondisi berihsan dengan kaidah musyahadah yang mashur. Musyahadah, secara
bahasa, bermakna hal menyaksiakan Allah SWT. Dan secara kaidah sufi berarti; 1.
Musyahadah bil Haq. Tingkatan Pertama ini kondisi dan batasannya adalah
“melihat sesuatu dengan petunjuk tauhid”, 2. Musyahadah lil Haq. Tingkatan
Kedua ini kondisi dan batasannya adalah “melihat al Haq (Allah SWT) dalam
sesuatu”, dan 3. Musyahadah al Haq. Tingkatan Terakhir ini adalah “hakikat
yakin yang tak ada keraguan didalamnya” . Kami menduga, bahwa Sahadat
Cerbon berangkat dari pemahaman semacam ini, kemudian mereka, para pendahulu Cirebon,
berfikir dan membuat suatu “bacaan” yang menggiring kita kepada kondisi musyahadah
yang dikehendaki. Banyak cara dan tekhnik dilakukan oleh para Sufi terdahulu
untuk menerjunkan pemikiran dan perasaan dalam kondisi ihsan, musyahadah yang
bernilai makrifat.
Paham
kesatuan wujud
Paham kesatuan wujud adalah paham
yang dibawa oleh Ibnu Arabi pada abad ke-3 Hijriah. Tokoh-tokohnya antara lain
adalah Ibnu Arabi, Mansur al Hallaj, dan Jalaludin Rumi. Paham ini ditolak oleh
Al Ghazali dan Ibnu Taymiah.
SUNTINGAN AJARAN SYEKH
RUSLAN AD-DIMASYQI
Ketika tidak ada gerak bagimu untuk
dirimu sendiri maka sempurna yakinmu, dan ketika tidak ada wujudmu bagimu maka sempurna
tauhidmu. Maknanya: ketika kamu fana dari wujudmu karena tidak adanya
pandanganmu terhadap wujudmu sama sekali, dengan cara kamu tidak melihat wujud
bagi dirimu beserta wujud Gusti-mu Yang Maha Agung dan Mulia, maka sempuna tauhidmu.
Hal itu, karena kamu telah menyatakan Gusti-mu dan kamu mempertimbangkan pandanganmu
didalamnya. Maka kamu melihat wujudmu, yaitu semua amalmu dari Allah swt sebagi
ciptaan, maka ketika ini, kamu tidak melihat wujud kecuali Allah swt Yang Maha
Agung dan Mulia. Maka ketika itu telah sempurna tauhidmu. Karena hamba selagi
melihat wujud dan amalnya sendiri, maka tidak sempurna tauhidnya menurut para
muwahhidiin muhaqqiqiin para petauhid sempurna. Karena dia masih melihat
dirinya dapat beramal yang amal itu keluar dari dirinya. Berbeda dengan
muwahhidiin muhaqqiqiin (para petauhid sempurna), dia (mereka) telah hilang
dari wujud dirinya yang majazi dan rusak dengan sebab wujud Allah swt yang Maha
Ada yang kekal dan hakiki. Hal itu ketika Allah swt telah memberikan kenyataan
padanya tentang hakikat-hakikat, lalu dia melihat dengan cahaya Tuhan-nya yang
telah dititipkan pada relung hatinya, bahwa sesungguhnya Allah swt telah
mewujudkan dirinya dengan anugerah-NYA dan menolongnya dengan kasih-NYA,
kemudian dia tidak melihat dalam wujud selain Allah swt dan tidak melihat kasih
selain Allah swt Yang Maha Agung dan Mulia, maka sempurnalah tauhidnya.
Sekilas
Paham Tasawuf al-Banjari
Menurut al-Banjari, kaum wujudiyyah (orang-orang yang
memahami tentang wahdatul wujud) itu ada dua golongan: wujudiyyah mulhid dan wujudiyyah
muwahhid. wujudiyyah mulhid termasuk golongan yang sesat lagi zindiq. Wujudiyyah
muwahhid, menurut dia, “yaitu segala ahli sufi yang sebenarnya”, mereka
dinamakan kaum wujudiyyah ”karena bicaranya dan perkataannya dan itikadnya itu
pada wujud Allah”. Ia tidak menjelaskan isi ajaran mereka, tetapi sebagai lawan
dari wujudiyyah mulhid tadi, wujudiyyah muwahhid tentu tidak menganggap bahwa Allah
tidak “tiada maujud melainkan di dalam kandungan wujud segala makhluk”, atau
“bahwa Allah itu ketahuan zat (esensi)-Nya nyata kaifiat-Nya dari pada pihak
ada. Ia waujud pada kharij dan pada zaman dan makan”, dan tidak pula
membenarkan pernyataan-pernyataan seumpama “tiada wujudku, hanya wujud Allah”,
dan sebagainya, yang mencerminkan pandagan wujudiyyah mulhid itu. Keterangan al-Banjari
mengenai ajaran kaum wujudiyyah mulhid itu kelihatan sangat mirip dengan
keterangan ar-Raniri, yang dalam abad sebelumnya menyanggah penganut-penganut
di Aceh.
Berdasarkan penjelasan ini, pada dasarnya sama dengan
ajaran wahdah al-wujud Ibnu Arabi. Ajaran ini juga memandang alam semesta ini
sebagai penampakan lahir Allah dalam arti bahwa wujud yang hakiki hanya Allah
saja -alam semesta ini hanya bayangan- bayang-Nya. Dari satu segi, ajaran ini
kelihatan sama dengan ajaran tauhid tngkat tertinggi. Kedua ajaran itu
memandang bahwa wujud yang hakiki hanya satu-Allah, tetapi dari lain segi wujudiyyah
muwahhid dan wihdah al-wujud ini tidak sama dengan pandangan “bahwa yang ada
hanya Allah” dalam ajaran yang terakhir ini hanya tercapai dalam keadaan yang
disebut fana, yakni terhapunya kesadaran akan wujud
yang lain, sedang dalam ajaran wihdah al-wujud, pandangan tersebut kelihatan
sebagai hasil penafsiran atas fenomena alam yang serba majemuk ini.
Di samping itu, pandangan tauhid tingkat tertinggi
itu, nampaknya didasarkan atas asumsi bahwa esensi Allah yang mutlak itu dapat
dikenali secara langsung, tanpa melalui penampakan lahir-Nya, asumsi ini
dibantah oleh Ibnu Arabi, karena menurut dia Allah hanya bisa dikenal melalui
nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (Naskah Klasik Keagamaan Nusantara I Cerminan Budaya
Bangsa, Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2005: 49-50).
Kekuatan
Tasawuf
Tasawuf merupakan suatu kekuatan.
Hal itu karena jiwa kaum sufi tiada harganya di jalan Allah. Mereka merelakan
jiwa mereka untuk menegakan kalimat Tuhan. Mereka membebani diri dengan
kepayahan untuk menyebarkan agama (khususnya) Islam di wilayah-wilayah Afrika
dan negeri-negeri yang belum di taklukan oleh pasukan Islam. Pengaruh mereka
cukup besar dalam menyebarkan Islam di negeri Melayu (Indonesia, Malaysia, Thailand,
Filipina). Juga negeri-negeri lainnya di dunia.
Tasawuf
dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang di zaman Yunani
kuno diberi citra, bahkan diidentikkan dengan filsafat. Tasawuf sebagai ilmu
juga diarahkan untuk kepentingan agama (Kristiani), baru memperoleh sifat
kemandiriannya semenjak adanya gerakan Renaissance dan Aufklarung. Semenjak itu
pula manusia merasa bebas, tidak mempunyai komitmen dengan apa atau siapapun
(agama, tradisi, sistem pemerintahan, otoritas politik dan lain sebagainya)
selain komitmen dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasannya dalam
menentukan cara dan sarana menuju kehidupan yang hendak dicapai.
Kesenian
Sufi
Sufisme telah menyumbang cukup
banyak puisi dalam Bahasa Arab, Bahasa Turki, Bahasa Farsi, Bahasa Kurdi, Bahasa
Urdu, Bahasa Punjab, Bahasa Sindhi, yang paling dikenal mencakup karya dari Jalal
al-Din Muhammad Rumi, Abdul Qader Bedil, Bulleh Shah, Amir Khusro, Shah Abdul
Latif Bhittai, Sachal Sarmast, Sultan Bahu, tradisi-tradisi dan tarian
persembahan seperti Sama dan musik seperti Qawalli.
Kesenian
Sufi Cirebon
Di Cirebon, kesenian yang berhubungan dengan Kesenian
Sufi ini adalah Brai, Gembyung, Terbang, Genjring Santri, dan lainya.
Kebanyakan Jenis Kesenian yang beredar di Cirebon terkait dengan perkembangan
paham tasawuf tersebut.
Beberapa buku yang telah di tulis oleh para seniman,
budayawan, dan sejarahwan Cirebon menguatkan anggapan ini. Buku-buku yang
memuat tentang kesenian Cirebon yang berakar pada ajaran tasawuf ini
diantaranya adalah Budaya Bahari Sebuah Apresiasi di Cirebon yang di tulis oleh
Rokhmin Dahuri dkk pada tahun 2004 dan di cetak oleh PNRI. Selanjutnya buku Deskripsi
Kesenian Cirebon yang di susun oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kaupaten
Cirebon yang salah satu anggota penyusunnya adalah Bapak Kartani. Dalam banyak
kesempatan Kartani selalu menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena media
kesenian sangat cocok untuk berdakwah pada saat itu Mertasinga 2004.
Jika seni dan kesenian dijadikan sebagai media dakwah,
maka sangat munfisme/tasawuf yang selalu menitik beratkan pada niat baik dalam
segala aktifitas yang dijalankannya.
Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Sufisme
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon