Dalam masa tugas tujuh
bulan pertamanya sebagai utusan PBB untuk kekerasan seksual di daerah konflik,
Zainab Hawa Bangura telah mengunjungi sebuah distrik di Kongo tempat kaum
pemberontak memperkosa bayi-bayi, serta Somalia, dimana seorang perempuan
dibayar ganti rugi US$150 untuk pemerkosaan anak perempuannya yang berusia
empat tahun.
Bangura bertemu seorang
pengungsi di sebuah kamp di Kenya yang diperkosa di bawah ancaman senjata
ketika ia hamil delapan bulan saat sedang mengumpulkan kayu bakar, dan seorang
ayah di Somalia yang mencari keadilan karena anak-anak perempuannya, usia empat
dan enam tahun, menjadi korban pemerkosaan.
“Kisah-kisah ini sangat
mengerikan dan menghancurkan hati, dan ketika para penyintas ini memberitahu
Anda apa yang mereka hadapi dan terus mereka hadapi, Anda tahu bahwa satu orang
korban pemerkosaan saja dalam perang sudah terlalu banyak jumlahnya,” ujar
Bangura, yang memberikan penjelasan pada Dewan Keamanan PBB pada Rabu (17/4).
Ia memberitahu ke-15
anggota dewan bahwa memperkosa perempuan, anak-anak atau laki-laki dalam
konflik dianggap “tidak berdampak” dan bahwa hal itu harus diputarbalikkan
supaya ada “tanggung jawab besar dalam melakukan, memerintahkan atau mengampuni
kekerasan seksual dalam konflik.”
Perjanjian-perjanjian
perdamaian atau gencatan senjata di daerah konflik seperti Suriah dan Mali
harus termasuk pencegahan kekerasan seksual, ujar Bangura. Bangura, mantan
menteri kesehatan Sierra Leone, mengatakan ia berencana mengunjungi Suriah,
Mali dan Sudan Selatan sesegera mungkin.
"Saya mengunjungi
sebuah komunitas dimana tahun lalu ada 11 bayi antara enam dan 12 bulan yang
diperkosa oleh elemen-elemen dari Mai Mai Morgan," ujarnya, mengacu pada
sebuah kelompok pemberontak di Republik Demokratik Kongo. "Tidak terbayangkan
bagaimana seseorang dapat melakukan kejahatan sekeji itu.”
Bangura juga
memberitahu wartawan bahwa pada komunitas yang sama, distrik Ituri di daerah
timur Kongo yang bergolak dan berbatasan dengan Uganda, 59 anak-anak berusia
antara satu dan tiga, dan 182 anak-anak antara lima sampai 15 tahun diperkosa
tahun lalu.
“Logika dan tujuan dari
strategi dan taktik yang dingin ini jelas. Cara apa yang lebih efektif untuk
menghancurkan sebuah komunitas dibandingkan dengan menyasar dan menyiksa
anak-anak mereka?” ujarnya pada Dewan Keamanan.
Bangura mengatakan
Presiden Kongo Joseph Kabila telah berjanji menghukum tindak pidana kekerasan
seksual dan bahwa parlemen negara itu telah menyatakan akan membentuk kelompok
kerja untuk isu tersebut.
Sebuah laporan tertulis
kepada Dewan Keamanan dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, berdasarkan
hasil kerja Bangura, menyebut 14 kelompok bersenjata berikut tentara dan polisi
Kongo menggunakan kekerasan seksual dalam konflik.
Laporan itu juga
menyebut kelompok-kelompok di Republik Afrika Tengah dan kelompok-kelompok
serta pasukan pemerintah di Pantai Gading, Suriah dan Mali. Sejak Januari 2012, ada 211
kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dari Mali, termasuk pemerkosaan,
perbudakan seksual, kawin paksa dan pemerkosaan beramai-ramai, menurut laporan
tersebut.
“Mayoritas perempuan
dan anak-anak menolak melapor karena takut pembalasan dendam dan diusir oleh
pasangan dan komunitas mereka,” tulis laporan Banl. “Dalam daerah-daerah yang
dikuasai kaum pemberontak, pemerkosaan digunakan sebagai taktik perang.”
Bangura mengatakan pada wartawan bahwa ketidakamanan dan kurangnya akses di Suriah menimbulkan kesulitan dalam menentukan skala masalah.
Bangura mengatakan pada wartawan bahwa ketidakamanan dan kurangnya akses di Suriah menimbulkan kesulitan dalam menentukan skala masalah.
Duta Besar Rusia untuk
PBB Vitaly Churkin dan Duta Besar Suriah untuk PBB Bashar Ja'afari mengkritik
laporan tersebut karena tidak menyertakan tuduhan-tuduhan kekerasan seksual
dari kelompok-kelompok oposisi selama perang sipil selama dua tahun di Suriah.
Bangura menggambarkan
kekerasan seksual dalam konflik sebagai “kejahatan tertua dan paling tidak
dihukum dalam perang. Kekerasan seksual merupakan senjata yang murah dan
menghancurkan.”
“Para pelakunya harus
paham bahwa tidak boleh ada tempat persembunyian, amnesti atau tempat
perlindungan yang aman,” ujarnya pada Dewan Keamanan.
Sumber : http://www.voaindonesia.com/content/utusan-pbb-bayi-usia-6-bulan-diperkosa-dalam-perang/1643898.html
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon