Abu Bakar Ba'asyir bin Abu
Bakar Abud, biasa juga dipanggil Ustadz Abu dan Abdus Somad
(lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Agustus 1938; umur 74 tahun), merupakan
seorang tokoh Islam di Indonesia keturunan Arab. Ba'asyir juga merupakan
pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) serta salah seorang pendiri Pondok Pesantren
Islam Al Mu'min. Berbagai badan intelijen menuduh Ba'asyir sebagai kepala
spiritual Jemaah Islamiyah (JI), sebuah grup separatis militan Islam yang
mempunyai kaitan dengan al-Qaeda. Walaupun Ba'asyir membantah menjalin hubungan
dengan JI atau terorisme.
Ba'asyir pernah menjalani pendidikan
sebagai santri Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur (1959) dan alumni
Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah (1963). Perjalanan
kariernya dimulai dengan menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo.
Selanjutnya ia menjabat Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo, kemudian terpilih
menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (1961), Ketua Lembaga Dakwah
Mahasiswa Islam, memimpin Pondok Pesantren Al Mu'min (1972) dan Ketua
Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), 2002.
Ba'asyir mendirikan Pesantren
Al-Mu'min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, bersama dengan Abdullah Sungkar
pada 10 Maret 1972. Pada masa Orde Baru, Ba'asyir melarikan diri dan tinggal di
Malaysia selama 17 tahun atas penolakannya terhadap asas tunggal Pancasila.
Perjalanan Hidup
· 1972, Pondok Pesantren Al-Mukmin didirikan
oleh Abu Bakar Ba'asyir bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H.
Daeng Matase dan Abdllah Baraja. Pondok Pesantren ini berlokasi di Jalan Gading
Kidul 72 A, Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Menempati areal
seluas 8.000 meter persegi persisnya 2,5 kilometer dari Solo. Keberadaan pondok
ini semula adalah kegiatan pengajian kuliah zuhur di Masjid Agung Surakarta.
Membajirnya jumlah jamaah membuat para mubalig dan ustadz kemudian bermaksud
mengembangkan pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah.
· 1983, Abu Bakar Ba'asyir ditangkap bersama
dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila.
Ia juga melarang santrinya melakukan hormat bendera karena menurut dia itu
perbuatan syirik. Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari
gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto)--salah satu tokoh Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.
· 11 Februari 1985, Ketika kasusnya masuk
kasasi Ba'asyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, saat itulah Ba'asyir dan
Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Dari Solo mereka menyebrang ke Malaysia
melalui Medan. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Ba'asyir
membentuk gerakan Islam radikal, Jamaah Islamiyah, yang menjalin hubungan
dengan Al-Qaeda.
· 1985–1999, Aktivitas Baasyir di Singapura dan
Malaysia ialah "menyampaikan Islam kepada masyarakat Islam berdasarkan Al
Quran dan Hadits", yang dilakukan sebulan sekali dalam sebuah forum, yang
hanya memakan waktu beberapa jam di sana. Menurutnya, ia tidak membentuk
organisasi atau gerakan Islam apapun. Namun pemerintah Amerika Serikat
memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang
dibentuknya yaitu Jamaah Islamiyah, terkait dengan jaringan Al-Qaeda.
· 1999, Sekembalinya dari Malaysia, Ba'asyir langsung terlibat
dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah
satu dari Organisasi Islam baru yang bergaris keras. Organisasi ini bertekad
menegakkan Syariah Islam di Indonesia.
· 10 Januari 2002, Kepala Kejaksaan Negeri
(Kejari) Sukoharjo, Muljadji menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan
eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap pemimpin tertinggi Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba'asyir. Untuk itu, Kejari akan segera
melakukan koordinasi dengan Polres dan Kodim Sukoharjo.
· 25 Januari 2002, Abu Bakar Ba'asyir memenuhi
panggilan untuk melakukan klarifikasi di Mabes Polri. Abu Bakar datang ke
Gedung Direktorat Intelijen di Jakarta sekitar pukul 09.30. Saat konferensi
pers, pengacara Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan, mengatakan, pemanggilan Abu
Bakar Ba'asyir oleh Mabes Polri bukan bagian dari upaya Interpol untuk
memeriksa Abu Bakar. "Pemanggilan itu merupakan klarifikasi dan pengayoman
terhadap warga negara," tegas Achmad.
· 28 Februari 2002, Menteri Senior Singapura, Lee
Kuan Yew, menyatakan Indonesia, khususnya kota Solo sebagai sarang teroris.
Salah satu teroris yang dimaksud adalah Abu Bakar Ba'asyir Ketua Majelis
Mujahidin Indonesia, yang disebut juga sebagai anggota Jamaah Islamiyah.
· 19 April 2002, Ba'asyir menolak eksekusi atas
putusan Mahkamah Agung (MA), untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan
tahun atas dirinya, dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai azas
tunggal pada tahun 1982. Ba'asyir menganggap, Amerika Serikat berada di
balik eksekusi atas putusan yang sudah kadaluwarsa itu.
· 20 April 2002, Ba'asyir meminta perlindungan
hukum kepada pemerintah kalau dipaksa menjalani hukuman sesuai putusan kasasi
MA tahun 1985. Sebab, dasar hukum untuk penghukuman Ba'asyir, yakni Undang-Undang
Nomor 11/PNPS/1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi kini tak
berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada
tahanan dan narapidana politik (tapol/napol).
· April 2002, Pemerintah masih mempertimbangkan
akan memberikan amnesti kepada tokoh Majelis Mujahidin Indonesia KH Abu Bakar
Ba'asyir, yang tahun 1985 dihukum selama sembilan tahun oleh Mahkamah Agung
(MA) karena dinilai melakukan tindak pidana subversi menolak asas tunggal Pancasila.
Dari pengecekan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) Yusril
Ihza Mahendra, ternyata Ba'asyir memang belum termasuk tahanan
politik/narapidana politik (tapol/napol) yang memperoleh amnesti dan abolisi
dalam masa pemerintahan Presiden Habibie maupun Abdurrahman Wahid.
· 8 Mei 2002, Kejaksaan Agung (Kejagung)
akhirnya memutuskan tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap Abu Bakar
Ba'asyir atas putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menjalani hukuman pidana selama
sembilan tahun penjara. Alasannya, dasar eksekusi tersebut, yakni Undang-Undang
(UU) Nomor 11/ PNPS/1963 mengenai tindak pidana subversi sudah dicabut dan
melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebaliknya, Kejagung menyarankan kepada
Kepala Kejaksaan Negeri Sukoharjo (Jawa Tengah) untuk meminta amnesti bagi
Ba'asyir kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.
· 8 Agustus 2002, Organisasi Majelis Mujahidin
Indonesia mengadakan kongres I di Yogyakarta untuk membentuk pimpinan
Mujahidin. Terpilihlah Ustad Abu Bakar Ba'asyir sebagai ketua Mujahidin
sementara.
· 19 September 2002, Ba'asyir terbang ke Medan
dan Banjarmasin
untuk berceramah. Dari sana, ia kembali ke Ngruki untuk mengajar di
pesantrennya.
· 23 September 2002, Majalah TIME menulis
berita dengan judul Confessions of an Al Qaeda Terrorist dimana
ditulis bahwa Abu Bakar Ba'asyir disebut-sebut sebagai perencana peledakan di Mesjid
Istiqlal. Time menduga Ba'asyir sebagai bagian dari jaringan terorisme
internasional yang beroperasi di Indonesia. TIME mengutip dari dokumen CIA,
menuliskan bahwa pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah Abu Bakar Ba'asyir
"terlibat dalam berbagai plot." Ini menurut pengakuan Umar Al-Faruq,
seorang pemuda warga Yaman berusia 31 tahun yang ditangkap di Bogor pada Juni
lalu dan dikirim ke pangkalan udara di Bagram, Afganistan, yang diduduki AS.
Setelah beberapa bulan bungkam, akhirnya Al-Faruq mengeluarkan
pengakuan--kepada CIA--yang mengguncang. Tak hanya mengaku sebagai operator Al-Qaeda
di Asia Tenggara, dia mengaku memiliki hubungan dekat dengan Abu Bakar
Ba'asyir. Menurut berbagai laporan intelijen yang dikombinasikan dengan
investigasi majalah Time, bahkan Ba'asyir adalah pemimpin spiritual kelompok Jamaah
Islamiyah yang bercita-cita membentuk negara Islam di Asia Tenggara. Ba'asyir
pulalah yang dituding menyuplai orang untuk mendukung gerakan Faruq. Ba'asyir
disebut sebagai orang yang berada di belakang peledakan bom di Masjid Istiqlal
tahun 1999. Dalam majalah edisi 23 September tersebut, Al-Farouq juga mengakui
keterlibatannya sebagai otak rangkaian peledakan bom, 24 Desember 2000.
· 25 September 2002, Dalam wawancara khusus
dengan wartawan TEMPO, Ba'asyir mengatakan bahwa selama di Malaysia ia tidak
membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Selama di sana ia dan Abdullah
Sungkar hanya mengajarkan pengajian dan mengajarkan sunah Nabi. "Saya
tidak ikut-ikut politik. Sebulan atau dua bulan sekali saya juga datang ke Singapura.
Kami memang mengajarkan jihad dan ada di antara mereka yang berjihad ke Filipina
atau Afganistan. Semua sifatnya perorangan." Ungkapnya.
· 1 Oktober 2002, Abu Bakar Ba'asyir mengadukan
Majalah TIME sehubungan dengan berita yang ditulis dalam majalah tersebut
tertanggal 23 September 2002 yang menurut Ba'asyir berita
itu masuk dalam trial by the press dan berakibat pada pencemaran nama
baiknya. Ba'asyir membantah semua tudingan yang diberitakan Majalah TIME. Ia
juga mengaku tidak kenal dengan Al-Farouq.
· 11 Oktober 2002, Ketua Majelis Mujahidin
Indonesia Abu Bakar Ba`asyir meminta pemerintah membawa Omar Al-Faruq ke Indonesia
berkaitan dengan pengakuannya yang mengatakan bahwa ia mengenal Ba'asyir. Atas
dasar tuduhan AS yang mengatakan keterlibatan Al-Farouq dengan jaringan
Al-Qaeda dan aksi-aksi teroris yang menurut CIA dilakukannya di Indonesia,
Ba'asyir mengatakan bahwa sudah sepantasnya Al-Farouq dibawa dan diperiksa di
Indonesia.
· 14 Oktober 2002, Ba'asyir mengadakan
konferensi pers di Pondok Al-Islam, Solo. Dalam jumpa pers itu ia mengatakan
peristiwa ledakan di Bali merupakan usaha Amerika Serikat untuk membuktikan
tudingannya selama ini bahwa Indonesia adalah sarang teroris.
· 17 Oktober 2002, Markas Besar Polri telah
melayangkan surat panggilan sebagai tersangka kepada Pemimpin Majelis Mujahidin
Indonesia Abu Bakar Ba`asyir. Namun Ba'asyir tidak memenuhi panggilan Mabes
Polri untuk memberi keterangan mengenai pencemaran nama baiknya yang dilakukan
oleh majalah TIME.
· 18 Oktober 2002, Ba'asyir ditetapkan
tersangka oleh Kepolisian RI menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes
Polri di Afganistan juga sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di
Bali.
· 3 Maret 2005, Ba'asyir dinyatakan bersalah
atas konspirasi serangan bom 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait
dengan bom 2003. Dia divonis 2,6 tahun penjara.
· 17 Agustus
2005, masa tahanan
Ba'asyir dikurangi 4 bulan dan 15 hari. Hal ini merupakan suatu tradisi pada
peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Ia dibebaskan pada 14 Juni 2006.
· 9 Agustus 2010 Abu Bakar Ba'asyir kembali
ditahan oleh Kepolisian RI di Banjar
Patroman atas tuduhan membidani satu cabang Al Qaida di Aceh.
· 16 Juni 2011, Ba'asyir dijatuhi hukuman penjara
15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah
dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme
di Indonesia, walaupun banyak kontroversi yang terjadi selama masa persidangan.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ba%27asyir
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon