"Ya Ghulam, maukah kau mendengar beberapa
kalimat yang sangat berguna?" tanya Rasulullah suatu ketika pada seorang
pemuda kecil. "Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan
mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu
akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu."
Pemuda kecil itu termangu di depan Rasulullah. Ia
memusatkan perhatian pada setiap patah kata yang keluar dari bibir manusia
paling mulia itu. "Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan
mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh
pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis."
Pemuda beruntung itu adalah Abdullah bin Abbas. Ibnu
Abbas, begitu ia biasa dipanggil, dalam sehari itu ia menerima banyak ilmu. Bak
kata pepatah, sekali dayung tiga empat pulau terlampaui, wejangan Rasulullah
saat itu telah memenuhi rasa ingin tahunya. Pelajaran akidah, ilmu dan amal
sekaligus ia terima dalam sekali pertemuan.
Keakraban dengan Rasulullah sejak kecil membuat Ibnu
Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa. Keikhlasannya
seluas padang pasir tempatnya tinggal. Keberanian dan gairah jihadnya sepanas
sinar matahari gurun. Kasihnya seperti oase di tengah sahara.
Hidup bersama Rasulullah benar-benar telah membentuk
karakter dan sifatnya. Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu yang
besar tentang bagaimana cara Rasulullah shalat. Malam itu, ia sengaja menginap
di rumah bibinya, Maimunah binti Al-Harits, istri Rasulullah.
Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya
Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Ia segera mengambil air untuk bekal
wudhu Rasulullah. Di tengah malam buta itu, betapa terkejutnya Rasulullah
menemukan Abdullah bin Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya.
Rasa bangga dan kagum menyatu dalam dada Rasulullah.
Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia
itu. "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia
tafsir kitab-Mu." Demikian doa Rasulullah.
Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum
Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun
umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang
hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid
dan sahabat-sahabat kecil lainnya.
Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa
kehilangan. Sosok yang menjadi panutannya, kini telah tiada. Walau demikian, ia
tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dari
kedukaan. Meski Rasulullah telah berpulang, semangat jihad tak boleh berkurang.
Maka ia pun mulai melakukan perburuan ilmu.
Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada
mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak
sahabat-sahabat yang seusia dengannya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak
banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para
sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak.
Walau demikian, Ibnu Abbas tak patah arang. Ia ketuk
satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat
Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para
sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu
Abbas tidur di depan pintu rumah.
"Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami
saja yang menemuimu?" kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan
rumah mereka.
"Tidak, akulah yang mesti mendatangi
anda," jawabnya.
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, hingga kelak ia
benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi.
Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya
tentangnya. "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?"
"Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang
suka berpikir," demikian jawabnya.
Karena ketinggian ilmunya itulah, ia kerap menjadi
kawan dan lawan diskusi para sahabat senior. Umar bin Al-Kathab misalnya,
selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah.
Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul
Mukminin kedua itu memberi julukan kepada Ibnu Abbas sebagai "pemuda
tua".
Doa Rasulullah yang meminta kepada Allah agar
menjadikan Ibnu Abbas sebagai seorang yang mengerti perkara agama telah terwujud
kiranya. Ibnu Abbas adalah tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu
Abbas tempat mencari ilmu karena kegemarannya terhadap ilmu.
Di usianya yang ke-71 tahun, Allah SWT memanggilnya.
Saat itu umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan
pengetahuan yang luar biasa. "Hari ini telah wafat ulama umat," kata
Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangannya.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon