Teknologi
siluman, yang memungkinkan kapal perang tak terdeteksi radar musuh, menjadi
salah satu keunggulan penting bagi sistem pertahanan di negara maju. Hanya saja,
untuk menciptakan teknologi canggih seperti ini membutuhkan anggaran besar. Tak
mengherankan jika teknologi semacam ini seperti menjadi monopoli negara maju.
Benarkah
teknologi seperti itu tak bisa dimiliki oleh Indonesia? Jawaban atas pertanyaan
inilah yang ingin dipecahkan oleh Mochammad Zainuri, dosen Fisika Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS) Surabaya, melalui risetnya sejak 2009 lalu.
Menurut dia,
teknologi siluman sebenarnya bisa dikembangkan dengan dua cara. Pertama,
membuat kapal dengan struktur dan desain yang tidak bisa dilacak dengan radar.
Artinya, saat terkena radar, bagian dari kapal tersebut akan memantulkannya ke
arah lain sehingga membuatnya tak terdeteksi. "Untuk membuat kapal sendiri
dengan desain dan struktur canggih, butuh biaya sangat besar. Ini tidak mungkin
saya lakukan," kata dia saat ditemui Tempo di rumahnya di Waru, Sidoarjo,
Jawa Timur, Minggu 29 Juli 2012. Ia menyadari anggaran untuk alat utama sistem
persenjataan Indonesia sangat terbatas.
Kedua,
mengembangkan teknologi "kapal siluman" dengan menyulap kapal-kapal
bekas yang dilapisi material nano komposit sehingga bisa menyerap gelombang
radar. Konsep inilah yang sedang ditelitinya sejak tiga tahun lalu hingga kini.
Pria 48 tahun ini terus mengembangkan teknologi siluman dengan mengembangkan
material nano komposit, pelapis yang mampu menyerap gelombang radar.
Material
untuk nano komposit itu diambil dari bahan-bahan alam pasir besi di Pantai
Bambang Lumajang, Jawa Timur. Pertimbangannya, pasir di wilayah ternyata
mempunyai sifat veromagnetik (pasir besi). Untuk bisa menjadi bahan nano
komposit, pasir besi ini terlebih dahulu dipisahkan, diekstraksi, dan
direkayasa. Hasilnya lantas digabung dengan partikel listrik yang berbahan
dasar PANi (ponianeline) dalam orde nano dan diikat sehingga bisa dilapiskan
dalam bahan logam.
Kenapa dalam
ukuran orde nano? Kata Zainuri, semakin kecil ukuran partikel maka akan
memperluas permukaan spesifik, sehingga kemampuan menyerap radar semakin
besar.
Setelah
diuji coba, kata Zainuri, logam yang telah dilapisi dengan material ini tidak
bisa dilacak radar jarak jauh microwafe dengan gelombang 8-12 GHz. Radar jarak
jauh jenis ini biasanya digunakan untuk mendeteksi keberadaan kapal. Hasilnya,
gelombang radar yang dikirim oleh alat deteksi tidak bisa terpantul kembali
alias terserap atau (terabsorsi) oleh material tersebut hingga 99 persen.
Zainuri
menambahkan, prinsip kerja radar adalah mengirim gelombang ke kapal tersebut.
Biasanya kapal selalu memantulkan kembali gelombang yang dikirim tersebut,
sehingga membuat keberadaannya terbaca di alat pemantau radar. "Jika
diberi pelapis logam ini, maka kapal-kapal perang kita tidak akan terdeteksi
oleh gelombang radar meski sebelumnya adalah kapal-kapal bekas yang selalu bisa
terdeteksi oleh gelombang radar," ujarnya.
Ia
mengungkapkan, ketertarikannya untuk menggunakan pasir besi pesisir pantai
Lumajang menjadi bahan dasar pelapis logam anti radar berawal dari karena
keterlibatannya dalam survey yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pekerjaan Umum Jawa Timur. Ia diminta untuk meneliti bahan-bahan
alternatif yang terkandung pada pasir pantai tersebut.
Saat itu
kata dia, banyak kontraktor perumahan yang langsung datang dan membeli pasir di
wilayah setempat. Harga pasirnya juga lebih lebih mahal dari yang lain.
"Saya diminta meneliti apa kelebihannya.Dan setelah saya teliti ternyata
pasir setempat mempunyai sifat veromagnetik (pasir yang mengandung besi),"
kata pria kelahiran Surabaya, 30 Januari 1964 ini.
Usai
melakukan survey itulah muncul ide untuk berkontribusi terhadap ketahanan
alutsista Indonesia. Ide semacam ini juga terpicu oleh tantangan Profesor
Sirait, promotor Strata III-nya di Universitas Indonesia. "Lue bisa apa
untuk bantu pertahanan keamanan Indonesia ?" kata Zainuri, menirukan
ucapan promotornya. Zainuri adalah lulusan Strata 3 Metalurgi dan Material
Universitas Indonesia tahun 2008. Strata 2-nya juga dari kampus yang sama. Sedangkan
Strata 1-nya dari ITS.
Setelah itu,
ia terus berfikir untuk meneliti sesuatu dan memanfaatkan ilmunya.
"Awalnya ingin melakukan riset menciptakan peluru ramah lingkungan
sehingga selongsongnya tidak terbuang sia-sia. Namun akhirnya menawarkan untuk
mengembangkan teknologi anti radar," ujar dia. Dengan bantuan dana dari
Departemen Riset dan Teknologi, ia kemudian mengembangkan riset teknologi
siluman ini.
Sumber : http://informasialutsista.blogspot.com/2012/07/mampukah-indonesia-produksi-kapal.html
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon