Rabu, 29 Mei 2013

Saat nyawa menjadi remeh


Jika saja Siddharta Buddha Gautama tokoh penyebar kebijakan ajaran dikenal welas asih ini masih hidup, tentu dia akan bersedih lantaran pengikutnya tak lagi mengamalkan ilmu cinta kasih yang ditularkan.

Bahkan bagi umat Buddha membunuh semut pun akan ada pertanggung jawaban, apalagi kejadian di Myanmar dimana mereka membantai sesama manusia kebetulan berbeda keyakinan. Tak hanya masyarakat biasa bahkan biksu pun ringan saat mengakhiri nyawa.

Surat kabar the Telegraph melansir (29/5), konflik sektarian meluas ini awalnya dipicu dari kejadian simpang siur belum terbukti kebenarannya hingga sekarang yakni pemerkosaan dilakukan sejumlah pemuda muslim Rohingya pada gadis Buddha Rakhine di Negara Bagian Arakan.

Kejadian ini membuat ribuan etnis Rohingya terusir dari Myanmar menuju Bangladesh. Di negara ini mereka pun tidak diterima akhirnya kaum minoritas ini sampai menyebar ke wilayah Asia lain dengan cara mengenaskan. Ada yang beruntung menggunakan kapal, hingga nekat berenang ratusan kilometer hanya untuk terbebas dari kesengsaraan akibat konflik.

Sejagat menduga konflik berhenti sampai disitu. Ternyata dendam pada muslim dirasakan sebagian besar warga dari peristiwa itu menyebar ke pelbagai wilayah di Myanmar. Kali ini penyebabnya sepele. Hanya karena berselisih pendapat ribuan umat Buddha membantai penganut Islam di negara itu. Kota Meikhtila menjadi tempat kedua pecahnya konflik sektarian ini.

Salah satu jantung perekonomian di Myanmar itu tiba-tiba kacau gara-gara cekcok pemilik toko emas kebetulan muslim dengan pembelinya penganut Buddha. Keduanya berkelahi hingga salah satunya terbunuh yakni si pembeli.

Kontan ini menyulut kembali permusuhan antara Islam-Buddha. Tak satupun mengalah. Paling parah, tak satupun daya pemerintah meski secuil usaha sudah dilakukan untuk meredakan ini semua namun hasilnya belum terlihat. Malah 44 orang tewas dan ribuan rumah dibakar.

Tidak sampai disitu, kedua kubu juga kembali bentrok kemarin di Kota Lashio, Negara Bagian Shan, dekat perbatasan China. Sejumlah penganut Buddha membakar toko sebab mendengar selentingan perempuan dari kalangan mereka dibakar. Lagi-lagi, belum terbukti, emosi sudah menjadi raja. Pengrusakan pun meluas. Tak hanya rumah tinggal atau toko tetapi juga masjid, dan madrasah.

"Ini benar-benar situasi buruk. Kami menghimbau setiap pihak menahan dirinya agar insiden ini cepat tuntas," ujar juru bicara kepresidenan Ye Htut. Dia menambahkan konflik seperti ini tidak memiliki tempat pada demokrasi tengah dibangun pemerintah.

Sumber :
http://www.merdeka.com/dunia/saat-nyawa-menjadi-remeh.html

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon