Ada seorang raja yang sangat mata keranjang. Siapa saja
wanita yang terlihat olehnya dan ia senangi, maka wanita itu harus menjadi
miliknya, walaupun si wanita sudah mempunyai suami. Untuk memuaskan hasratnya
itu Sang Raja suka menyamar, kemudian keluar dari istananya secara diam-diam
seorang diri lalu berjalan menyusuri kotanya.
Pada suatu hari, ketika Sang Raja sedang berjalan-jalan dalam kota menyamar
sebagai rakyat biasa, tiba-tiba tampak olehnya seorang wanita cantik sedang
berdiri di teras rumahnya. Wanita itu sungguh menawan siapa saja yang
memandangnya, laksana bidadari yang baru turun dari kahyangan. Sang Raja
terpesona, seakan-akan tak percaya dengan apa yang dia lihat. Selirnya yang
sebanyak itu masih belum ada yang menandingi kecantikan wanita ini, pikirnya.
Kemudian Sang Raja
bergegas pulang setelah ia sebelumnya menanyakan kepada orang-orang di sekitar
situ, rumah siapa tempat wanita cantik itu berdiri. Raja mendapat jawaban bahwa
itu adalah rumah perdana menteri.
Raja lalu memerintahkan
kepada perdana menteri supaya melakukan peninjauan ke daerah-daerah kerajaan
guna melihat keadaan rakyatnya dari dekat. Maka berangkatlah sang Perdana
Menteri sebagaimana diperintahkan. Setelah perdana menteri berangkat, Raja
melakukan siasat untuk datang ke rumah perdana menteri tersebut.
Ketika raja masuk ke
rumah perdana menteri, ia disambut oleh wanita cantik yang pernah dilihatnya
tempo hari. Wanita itu mengenali rajanya, lalu ia pun menghaturkan sembah
kepada raja seraya berkata, “Wahai Baginda Raja, ada apakah gerangan sampai
baginda berkenan datang kemari?”
Raja menjawab,
“Sebabnya adalah karena rindu kepadamu. Itulah yang membawa saya kemari.”
Wanita itu kembali
mengahaturkan sembah kepada Sang Raja sambil berkata, “Wahai Baginda Raja,
hamba sebenarnya lebih pantas menjadi pelayan dari budak baginda, bagaimana
saya berani menerima penghormatan yang demikian besar ini. Tetapi tunggulah
sebentar wahai Baginda Raja. Tinggalah di sini sampai saya selesai menyiapkan
makanan buat baginda.”
Maka duduklah Sang Raja
di tempat yang biasa diduduki oleh perdana menterinya. Wanita itu masuk
sebentar lalu menyodorkan buku bacaan kepada Sang Raja yang isinya berupa
nasihat-nasihat dan akhlak mulia. Raja pun membacanya. Isi buku itu benar-benar
sangat berkesan di hati Sang Raja sehingga ia menjadi sadar akan maksudnya yang
kurang baik itu dan akhirnya mengurungkan niatnya.
Setelah makanan siap,
maka wanita itu menghidangkannya kepada Raja. Jumlah piring yang disuguhkan
sebanyak sembilan puluh piring, dengan isi beraneka ragam masakan. Raja
mencicipi setiap masakan dalam piring itu. Namun anehnya semua masakan yang
beraneka ragam itu rasanya sama. Sang Raja yang terheran-heran lantas bertanya,
“Aneh sekali, kenapa masakan yang beraneka ragam ini rasanya sama?”
Wanita itu menjawab,
“Semoga Baginda dipanjangkan umurnya. Ini adalah perumpamaan yang hamba buat
untuk Paduka.”
Sang Raja bertambah
heran, lalu bertanya, “Apa sebabnya?”
Wanita itu menjawab,
“Semoga Allah memperbaiki keadaan Baginda. Sesungguhnya di istana Paduka sudah
ada sembilan puluh orang selir yang berbagai-rupa warna kulit dan
kecantikannya, padahal tujuan dan rasanya sama.”
Ketika Raja mendengar
penjelasan wanita itu, ia menjadi tersipu-sipu. Kemudian Ia bangkit dan pulang
ke istananya tanpa menyentuh wanita itu sama sekali. Karena terburu-buru, Sang
Raja tanpa sadar menjatuhkan cincinnya di dekat bantal duduk Sang Perdana
Menteri.
Ketika Perdana Menteri
pulang, dia beristirahat, dan menemukan cincin tersebut di dekat bantalnya,
yang segera dia kenali sebagai cincin Sang Raja. Cincin itu lantas disimpannya.
Sejak saat itu, Sang
Perdana Menteri mendiamkan dan tidak pernah lagi menyentuh istrinya selama satu
tahun penuh, sedangkan istrinya tidak mengetahui apa sebab kejengkelan
suaminya.
Sang istri lantas
melaporkan kelakuan suaminya kepada ayahnya. Ayahnya berkata, “Saya akan
mengadukan hal ini ketika ia sedang berada di hadapan raja.”
Suatu hari, ketika para
pejabat termasuk Sang Perdana Menteri tengah berkumpul di istana, ayah si
wanita (Istri perdana menteri) mengadu kepada Sang Raja.
“Wahai Baginda Raja
yang mulia, sesungguhnya saya dahulu mempunyai sebuah kebun yang indah, yang
saya sirami dengan kedua tangan saya sendiri dan saya nafkahi dengan uang saya
hingga berbuah dan baik keadaannya. Kemudian saya hadiahkan kepada perdana
menteri baginda ini. Maka ia pun makan dari buahnya yang baik itu. Namun sejak
satu tahun ini ditinggalkannya hingga menjadi keringlah bunganya, hilanglah
kerimbunannya, dan berubah keadaannya.”
Perdana Menteri
menjawab, “Wahai Baginda Raja, apa yang dikatakannya semua benar. Memang dahulu
saya menjaganya. Namun ketika suatu hari saya mendatanginya, saya dapati jejak
seekor singa di sana, maka saya pun merasa takut akan keselamatan saya dari
singa tersebut. Karena itulah, saya mengasingkan diri darinya.”
Sang Raja segera paham
bahwa jejak singa yang dimaksud perdana menteri adalah cincinnya yang
tertinggal di rumah perdana menterinya itu. Lalu dia berkata kepada perdana
menteri, “Pulanglah dengan aman dan sentosa wahai Perdana Menteri. Sebab saya
dengar memang singa itu sudah mendekat tetapi tidak sampai merusak kebun indah
itu. Saya berani bersumpah.”
Perdana Menteri, dengan
penuh kelegaan hati menjawab, “Ampun beribu ampun baginda. Saya memohon diri
untuk pulang.”
Dia pulang ke rumahnya
dan meminta maaf kepada istrinya, dan kini percaya penuh pada kesetiaannya.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon