Kita semua
tentu mengetahui bahwa sumber hukum utama dalam Islam adalah Al Qur’an dan
hadits Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam. Tentang
Al Qur’an, tentu tidak perlu diragukan lagi kebenaran dan keontetikannya. Namun
berkaitan dengan hadits Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam,
banyak sekali upaya dari musuh-musuh Islam serta orang-orang munafik yang ingin
merancukan ajaran Islam dengan membuat hadits palsu, yaitu hadits yang diklaim
sebagai ucapan Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam padahal
sebenarnya bukan. Seperti Abdul Karim bin Abi Auja’, ia mengaku perbuatannya
sebelum ia dihukum mati dengan berkata: “Demi Allah, aku telah memalsukan hadits
sebanyak 4000 hadits. Saya halalkan yang haram dan saya haramkan yang halal”.
Namun alhamdulillah, Allah Ta’ala menjaga
kemurnian agama-Nya dengan memunculkan para ulama pakar hadits yang berupaya
memisahkan hadits shahih dengan hadits lemah dan palsu. Dan upaya ini bukanlah
pekerjaan yang mudah dan selesai dalam sekejap. Bahkan memerlukan penelitian
yang panjang, ketelitian yang tajam, kecerdasan akal yang tinggi, hafalan yang
kokoh, serta pemahaman yang mantap terhadap Al Qur’an dan hadits. Maka seorang
muslim yang memahami hal ini sepatutnya ia menghargai dan bahkan kagum atas
jasa para pakar hadits umat Islam yang telah memberikan kontribusi besar bagi
agama ini.
Dan diantara
para ulama pakar hadits yang telah diakui kemampuannya dan sangat besar
jasanya, ada satu nama yang sudah cukup dikenal oleh kita semua yaitu Imam
Muslim dengan kitab haditsnya yang terkenal yaitu Kitab Shahih Muslim. Kitab Shahih Muslim dikatakan
oleh Imam An Nawawi sebagai salah satu kitab yang paling shahih -setelah Al
Qur’an- yang pernah ada. Sampai-sampai ketika seseorang menuliskan hadits yang
ada di kitab tersebut, atau dengan tanda pada akhir hadits berupa perkataan:
“Hadits riwayat Muslim”, orang yang membaca merasa tidak perlu mengecek kembali
atau meragukan keshahihan hadits tersebut. Subhanallah. Oleh
karena itu, patutlah kita sebagai seorang muslim untuk mengenal lebih dalam
sosok mulia di balik kitab tersebut, yaitu Imam Muslim, semoga Allah merahmati
beliau.
Nasab
dan Kelahiran Imam Muslim
Nama lengkap
beliau adalah Abul Hasan Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Warad bin Kausyaz Al
Qusyairi An Naisaburi. Al Qusyairi di sini merupakan nisbah terhadap nasab
(silsilah keturunan) dan An Naisaburi merupakan nisbah terhadap tempat
kelahiran beliau, yaitu kota Naisabur, bagian dari Persia yang sekarang manjadi
bagian dari negara Rusia. Tentang Al Qusyairi, seorang pakar sejarah,
‘Izzuddin Ibnu Atsir, dalam kitab Al Lubab Fi Tahzibil Ansab (37/3)
berkata: “Al Qusyairi adalah nisbah terhadap keturunan Qusyair bin Ka’ab bin
Rabi’ah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah, yang merupakan sebuah kabilah besar. Banyak
para ulama yang menisbahkan diri padanya”.
Para ahli
sejarah Islam berbeda pendapat mengenai waktu lahir dan wafat Imam Muslim. Ibnu
Hajar Al Asqalani dalam Taqribut Tahdzib (529),
Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah (35-34/11),
Al Khazraji dalam Khulashoh Tahdzibul Kamal mengatakan
bahwa Imam Muslim dilahirkan pada tahun 204 H dan wafat pada tahun 261 H. Namun
pendapat yang paling kuat adalah bahwa beliau dilahirkan pada tahun 206 H dan
wafat pada tahun 261 H di Naisabur, sehingga usia beliau pada saat wafat adalah
55 tahun. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Abdillah Al Hakim An Naisaburi
dalam kitab Ulama Al Amshar, juga
disetujui An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (123/1).
Perjalanan
Imam Muslim Dalam Belajar Hadits
Imam Muslim
tumbuh sebagai remaja yang giat belajar agama. Bahkan saat usianya masih sangat
muda beliau sudah menekuni ilmu hadits. Dalam kitab Siyar ‘Alamin Nubala (558/12), pakar hadits dan
sejarah, Adz Dzahabi, menuturkan bahwa Imam Muslim mulai belajar hadits sejak
tahun 218 H. Berarti usia beliau ketika itu adalah 12 tahun. Beliau melanglang
buana ke beberapa Negara dalam rangka menuntut ilmu hadits dari mulai Irak,
kemudian ke Hijaz, Syam, Mesir dan negara lainnya. Dalam Tahdzibut Tahdzib diceritakan bahwa Imam Muslim
paling banyak mendapatkan ilmu tentang hadits dari 10 orang guru yaitu:
1.
Abu Bakar bin Abi Syaibah, beliau belajar 1540 hadits.
2. Abu
Khaitsamah Zuhair bin Harab, beliau belajar 1281 hadits.
3. Muhammad
Ibnul Mutsanna yang dijuluki Az Zaman, beliau
belajar 772 hadits.
4. Qutaibah bin
Sa’id, beliau belajar 668 hadits.
5. Muhammad bin
Abdillah bin Numair, beliau belajar 573 hadits.
6. Abu Kuraib
Muhammad Ibnul ‘Ila, beliau belajar 556 hadits.
7. Muhammad bin
Basyar Al Muqallab yang dijuluki Bundaar, beliau
belajar 460 hadits.
8. Muhammad bin
Raafi’ An Naisaburi, beliau belajar 362 hadits.
9. Muhammad bin
Hatim Al Muqallab yang dijuluki As Samin, beliau
belajar 300 hadits.
10. ‘Ali bin
Hajar As Sa’di, beliau belajar 188 hadits.
Sembilan
dari sepuluh nama guru Imam Muslim tersebut, juga merupakan guru Imam Al
Bukhari dalam mengambil hadits, karena Muhammad bin Hatim tidak termasuk. Perlu
diketahui, Imam Muslim pun sempat berguru ilmu hadits kepada Imam Al Bukhari.
Ibnu Shalah dalam kitab Ulumul Hadits berkata:
“Imam Muslim memang belajar pada Imam Bukhari dan banyak mendapatkan faedah
ilmu darinya. Namun banyak guru dari Imam Muslim yang juga merupakan guru dari
Imam Bukhari”. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Imam Muslim tidak
meriwayatkan hadits dari Imam Al Bukhari.
Ada Apa
Antara Al Bukhari dan Muslim?
Imam Al Bukhari
adalah salah satu guru dari Imam Muslim yang paling menonjol. Dari beliau, Imam
Muslim mendapatkan banyak pengetahuan tentang ilmu hadits serta metodologi
dalam memeriksa keshahihan hadits. Al Hafidz Abu Bakar Al Khatib Al Baghdadi
dalam kitabnya Tarikh Al Baghdadi sampai
menceritakan: “Muslim telah mengikuti jejak Al Bukhari, mengembangkan ilmunya
dan mengikuti metodologinya. Ketika Al Bukhari datang ke Naisabur di masa akhir
hidupnya. Imam Muslim belajar dengan intens kepadanya dan selalu membersamainya”.
Hubungan beliau berdua pun dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Syarah Nukhbatul Fikr, beliau berkata: “Para ulama
bersepakat bahwa Al Bukhari lebih utama dari Muslim, dan Al Bukhari lebih
dikenal kemampuannya dalam pembelaan hadits. Karena Muslim adalah murid dan
hasil didikan Al Bukhari. Muslim banyak mengambil ilmu dari Al Bukhari dan
mengikuti jejaknya, sampai-sampai Ad Daruquthni berkata: ‘Seandainya tidak ada
Al Bukhari, niscaya tidak ada Muslim’ ”.
Lalu apa
yang menyebabkan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Imam Bukhari?
Sehingga dalam Shahih Muslim tidak ada hadits
yang sanadnya dimulai dengan “ ‘An Al Bukhari…(Diriwayatkan
dari Al Bukhari)”. Dijawab oleh Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah, beliau menuturkan: “Walau Imam Muslim
merupakan murid dari Imam Al Bukhari dan Imam Muslim mendapatkan banyak ilmu
dari beliau, Imam Muslim tidak meriwayatkan satu pun hadits dari Imam Al
Bukhari. Wallahu Ta’ala A’lam, ini
dikarenakan oleh dua hal:
1.
Imam Muslim menginginkan uluwul isnad (sanad yang tinggi derajatnya). Imam
Muslim memiliki banyak guru yang sama dengan guru Imam Al Bukhari. Jika Imam
Muslim meriwayatkan dari Al Bukhari, maka sanad akan bertambah panjang karena
bertambah satu orang rawi yaitu (Al
Bukhari). Imam Muslim menginginkan uluwul isnad dan
sanad yang dekat jalurnya dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sehingga
beliau meriwayatkan langsung dari guru-gurunya yang juga menjadi guru Imam Al
Bukhari
2.
Imam Muslim merasa prihatin dengan sebagian ulama yang
mencampur-adukkan hadits-hadits lemah dengan hadits-hadits shahih tanpa
membedakannya. Maka beliau pun mengerahkan daya upaya untuk memisahkan hadits
shahih dengan yang lain, sebagaimana beliau utarakan di Muqaddimah Shahih Muslim. Jika
demikian, maka sebagian hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari telah
dianggap cukup dan tidak perlu diulang lagi. Karena Al Bukhari juga sangat
perhatian dalam mengumpulkan hadits-hadits shahih dengan ketelitian yang tajam
dan pengecekan yang berulang-ulang”
Murid-Murid
Imam Muslim
Banyak ulama
besar yang merupakan murid dari Imam Muslim dalam
ilmu hadits, sebagaimana di ceritakan dalam Tahdzibut Tahdzib.
Diantaranya adalah Abu Hatim Ar Razi, Abul Fadhl Ahmad bin Salamah, Ibrahim bin
Abi Thalib, Abu ‘Amr Al Khoffaf, Husain bin Muhammad Al Qabani, Abu ‘Amr Ahmad
Ibnul Mubarak Al Mustamli, Al Hafidz Shalih bin Muhammad, ‘Ali bin Hasan Al
Hilali, Muhammad bin Abdil Wahhab Al Faraa’, Ali Ibnul Husain Ibnul Junaid,
Ibnu Khuzaimah, dll.
Selain itu,
sebagian ulama memasukkan Abu ‘Isa Muhammad At Tirmidzi dalam
jajaran murid Imam Muslim, karena terdapat sebuah hadits dalam Sunan At Tirmidzi:
حدثنا مسلم
بن حجاج حدثنا يحي بن يحي حدثنا أبو معاوية عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي
هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:” أحصوا هلال شعبان
لرمضان”
Muslim bin
Hajjaj menuturkan kepada kami: Yahya bin Yahya menuturkan kepada kami: Abu
Mu’awiyah menuturkan kepada kami: Dari Muhammad bin ‘Amr: Dari Abu Salamah:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Untuk menentukan datangnya Ramadhan, hitunglah hilal
bulan Sya’ban”.
Dalam hadits
tersebut nampak bahwa At Tirmidzi meriwayatkan dari Imam Muslim. Terdapat
penjelasan Al Iraqi dalam Tuhfatul Ahwadzi Bi Syarhi
Jami’ At Tirmidzi: “At Tirmidzi tidak pernah meriwayatkan hadits
dari Muslim kecuali hadits ini. Karena mereka berdua memiliki guru-guru yang
sama sebagian besarnya”.
Karya
Tulis Imam Muslim
Imam An
Nawawi menceritakan dalam Tahdzibul Asma Wal Lughat bahwa
Imam Muslim memiliki banyak karya tulis, diantaranya:
1.
Kitab Shahih Muslim (sudah
dicetak)
2.
Kitab Al Musnad Al Kabir ‘Ala Asma Ar
Rijal
3.
Kitab Jami’ Al Kabir ‘Ala Al Abwab
4.
4. Kitab Al ‘Ilal
5.
Kitab Auhamul Muhadditsin
6.
Kitab At Tamyiz (sudah
dicetak)
7.
Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin
Wahidin
8.
Kitab Thabaqat At Tabi’in (sudah
dicetak)
9.
Kitab Al Muhadramain
Kemudian Adz
Dzahabi pun menambahkan dalam Tahdzibut Tahdzib bahwa
Imam Muslim juga memiliki karya tulis lain yaitu:
1.
Kitab Al Asma Wal Kuna (sudah
dicetak)
2.
Kitab Al Afrad
3.
Kitab Al Aqran
4.
Kitab Sualaat Ahmad bin Hambal
5.
Kitab Hadits ‘Amr bin Syu’aib
6.
Kitab Al Intifa’ bi Uhubis Siba’
7.
Kitab Masyaikh Malik
8.
Kitab Masyaikh Ats Tsauri
9.
Kitab Masyaikh Syu’bah
10. Kitab Aulad Ash Shahabah
11. Kitab Afrad Asy Syamiyyin
Mata
Pencaharian Imam Muslim
Imam Muslim
termasuk diantara para ulama yang menghidupi diri dengan berdagang. Beliau
adalah seorang pedagang pakaian yang sukses. Meski demikian, beliau tetap
dikenal sebagai sosok yang dermawan. Beliau juga memiliki sawah-sawah di daerah Ustu yang menjadi sumber penghasilan keduanya.
Tentang mata pencaharian beliau diceritakan oleh Al Hakim dalam Siyar ‘Alamin Nubala (570/12): “Tempat Imam Muslim
berdagang adalah Khan Mahmasy. Dan mata
pencahariannya beliau di dapat dari usahanya di Ustu”.
Dalam Tahdzibut Tahdzib hal ini pula diceritakan oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra: “Muslim Ibnul Hajjaj adalah salah satu
ulama besar…. Dan ia adalah seorang pedagang pakaian”. Dalam kitab Al ‘Ubar fi Khabar min Ghabar (29/2) terdapat
penjelasan: “Imam Muslim adalah seorang pedagang. Dan ia terkenal sebagai
dermawan di Naisabur. Ia memiliki banyak budak dan harta”.
Karakter
Fisik Imam Muslim
Terdapat
beberapa riwayat yang menceritakan karakter fisik Imam Muslim. Dalam Siyar ‘Alamin Nubala (566/12) terdapat riwayat
dari Abu Abdirrahman As Salami, ia berkata: “Aku melihat seorang syaikh yang tampan wajahnya. Ia memakai rida yang bagus. Ia memakai imamah yang dijulurkan di kedua pundaknya. Lalu
ada orang yang mengatakan: ‘Ini Muslim’ ”. Juga diceritakan dari Siyar ‘Alamin Nubala (570/12), bahwa Al Hakim
mendengar ayahnya berkata: “Aku pernah melihat Muslim Ibnul Hajjaj sedang
bercakap-cakap di Khan Mahmasy. Ia memiliki perawakan
yang sempurna dan kepalanya putih. Janggutnya memanjang ke bawah di sisi imamah-nya yang terjulur di kedua pundaknya”.
Aqidah
Imam Muslim
Imam Muslim
adalah ulama besar yang memiliki aqidah ahlussunnah,
sebagaimana aqidah generasi salafus shalih.
Dengan kata lain Imam Muslim adalah seorang salafy.
Aqidah beliau ini nampak pada beberapa hal:
·
Perkataan Imam Muslim di muqaddimah Shahih Muslim (6/1) : “Ketahuilah wahai
pembaca, semoga Allah memberi anda taufik, wajib bagi setiap orang untuk
membedakan hadits shahih dengan hadits yang lemah. Juga wajib mengetahui
tingkat kejujuran rawi, yang sebagian mereka diragukan kredibilitasnya. Tidak
boleh mengambil riwayat kecuali dari orang yang diketahui bagus kredibilitasnya
dan hafalannya. Serta patut untuk berhati-hati dari orang-orang yang buruk kredibilitasnya,
yang berasal dari tokoh kesesatan dan ahli bid’ah”. Diceritakan pula di dalam Syiar ‘Alamin Nubala (568/12) bahwa Al Makki
berkata: “Aku bertanya kepada Muslim tentang Ali bin Ju’d. Muslim berkata: ‘Ia tsiqah, namun ia berpemahaman Jahmiyyah’”. Hal ini menunjukkan Imam Muslim sangat
membenci paham sesat dan bid’ah semisal
paham Jahmiyyah, serta tidak mengambil riwayat dari
tokoh-tokohnya. Dan demikianlah aqidah ahlussunnah.
·
Imam Muslim memulai kitab Shahih Muslim dengan Bab
Iman, dan dalam bab tersebut beliau memasukkan hadits-hadits yang menetapkan
aqidah Ahlussunnah dalam banyak permasalahan, seperti hadits-hadits yang
membantah Qadariyyah, Murji’ah, Khawarij, Jahmiyyah, dan semacam mereka, beliau juga ber-hujjah dengan hadits ahad,
terdapat juga bab khusus yang berisi hadits-hadits tentang takdir.
·
Judul-judul bab pada Shahih Muslim seluruhnya
sejalan dengan manhaj Ahlussunnah dan merupakan bencana bagi ahlul bid’ah.
·
Abu Utsman Ash Shabuni dalam kitabnya, I’tiqad Ahlissunnah Wa Ash-habil Hadits halaman
121 – 123, yaitu diakhir-akhir kitabnya, beliau menyebutkan nama-nama imam Ahlussunnah Wal Jama’ah dan beliau menyebutkan di
antaranya Imam Muslim Ibnul Hajjaj.
·
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Dar’u Ta’arudh il ‘Aql Wan Naql (36/7) berkata:
“Para tokoh filsafat dan ahli bid’ah, pengetahuan mereka tentang hadits
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta
atsar para sahabat dan tabi’in sangatlah
sedikit. Sebab jika memang diantara mereka ada orang yang memahami sunah
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta
atsar para sahabat dan tabi’in serta tidak berprasangka baik pada hal-hal yang
menentang sunah, tentulah ia tidak akan bergabung bersama mereka, seperti sikap
yang ditempuh para ahlul hadits. Lebih lagi jika ia mengetahui rusaknya
pemahaman filsafat dan bid’ah tersebut, sebagaimana para imam Ahlussunnah
mengetahuinya. Dan biasanya kerusakan pemahaman mereka tersebut tidak diketahui
selain oleh para imam sunah seperti Malik (kemudian disebutkan nama-nama
beberapa imam)… dan juga Muslim Ibnul Hajjaj An Naisaburi, dan para imam yang
lainnya, tidak ada yang dapat menghitung jumlahnya kecuali Allah, merekalah
pewaris para nabi dan penerus tugas Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam”
·
Adz Dzahabi dalam kitab Al ‘Uluw (1184/2) menyebutkan: “Diantara deretan
ulama yang berkeyakinan tidak bolehnya menta’wilkan sifat-sifat Allah dan
mereka beriman dengan sifat Al ‘Uluw di
masa itu adalah (disebutkan nama-nama beberapa ulama)… dan juga Al Imam Al
Hujjah Muslim Ibnul Hajjaj Al Qusyairi yang menulis kitab Shahih Muslim.”
·
Al ‘Allamah Muhammad As Safarini dalam kitab Lawami’ul Anwaril Bahiyyah Wa Sawati’ul Asrar Al Atsariyyah (22/1)
ketika menyebutkan nama-nama para ulama ahlussunnah ia menyebutkan: “…Muslim,
Abu Dawud, ….”. Kemudian beliau berkata: “dan yang lainnya, mereka semua
memiliki aqidah yang sama yaitu aqidah salafiyyah atsariyyah”.
·
Dalam Majmu’ Fatawa (39/20)
diceritakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ditanya seseorang: “Apakah Al
Bukhari, Muslim, … (disebutkan beberapa nama ulama) termasuk ulama mujtahidin
yang tidak taklid ataukah mereka termasuk orang-orang yang taklid pada imam
tertentu? Apakah diantara mereka ada yang menisbatkan diri kepada mazhab
Hanafi?”. Syaikhul Islam menjawab panjang lebar, dan pada akhir jawabannya
beliau berkata: “Mereka semua adalah para pengagung sunnah dan pengagung hadits”.
·
Lebih menegaskan beberapa bukti diatas, bahwa Imam
Muslim adalah hasil didikan dari para ulama Ahlussunnah seperti Imam Ahmad,
Ishaq bin Rahawaih, Imam Al Bukhari, Abu Zur’ah, dan yang lainnya. Dan telah
diketahui bagaimana peran mereka dalam memperjuangkan sunah, dan sikap keras
mereka terhadap ahli bid’ah, sampai-sampai ahli bi’dah tidak mendapat tempat di
majelis-majelis mereka.
Mazhab
Fiqih Imam Muslim
Jika kita
memperhatikan nama-nama kitab yang ditulis oleh Imam Muslim, hampir semuanya
membahas seputar ilmu hadits dan cabang-cabangnya. Hal ini juga ditemukan pada
kebanyakan ulama ahli hadits yang lain di zaman tersebut. Akibatnya, kita tidak
dapat mengetahui dengan jelas mazhab fiqih mana yang mereka adopsi. Padahal
kita semua tahu bahwa Imam Muslim dan para ulama hadits di zamannya juga
sekaligus merupakan ulama besar dalam bidang fiqih, sebagaimana Al Bukhari dan
Imam Ahmad. Dan jika kita memperhatikan kitab Shahih Muslim,
bagaimana metode Imam Muslim membela hadits, bagaimana penyusunan urutan
pembahasan yang beliau buat, memberikan isyarat bahwa beliau pun seorang ahli
fiqih yang memahami perselisihan fiqih diantara para ulama. Oleh karena itulah
Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib (529)
mengatakan: “Muslim bin Hajjaj adalah ahli fiqih”.
Namun ada
beberapa pendapat tentang mazhab fiqih Imam Muslim. Di antaranya sebagaimana
diutarakan Haji Khalifah dalam kitab Kasyfuz Zhunun (555/1) ketika menyebut nama Imam
Muslim: “Muslim Ibnul Hajjah Al Qusyairi An Naisaburi Asy Syafi’i”. Shiddiq Hasan Khan juga mengamini hal
tersebut dalam kitabnya Al Hithah (198).
Namun pendapat ini perlu diteliti ulang. Karena terdapat beberapa indikasi yang
dijadikan dasar oleh sebagian ulama untuk mengatakan bahwa Imam Muslim
bermazhab Hambali. Diantara, indikasi
tersebut misalnya Imam Muslim memiliki kitab yang berjudul Sualaat Ahmad bin Hambal. Selain itu Imam Muslim
pun berguru pada Imam Ahmad dan mengambil hadits darinya. Diceritakan dalam Thabaqat Al Hanabilah (413/2) bahwa Imam Muslim
juga memuji Imam Ahmad dengan mengatakan: “Imam Ahmad adalah salah satu ulama Huffadzul Atsar (punggawa ilmu hadits)”. Namun
semua bukti ini juga tidak menunjukkan dengan pasti bahwa beliau berpegang pada
mahzab Hambali.
Pendapat
yang benar adalah bahwa Imam Muslim berpegang pada
mahzab Ahlul Hadits dan tidak taklid pada
salah satu imam mazhab. Sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah di Majmu’ Fatawa (39/20): “Adapun
Al Bukhari dan Abu Dawud, mereka berdua adalah imam mujtahid dalam fiqih. Sedangkan Muslim, At
Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Abu Ya’la, Al Bazzar dan yang
semisal mereka, semuanya berpegang pada mahzab Ahlul Hadits dan tidak taklid terhadap salah satu imam mahzab. Mereka
juga tidak termasuk imam mujtahid dalam fiqih secara mutlak. Namun terkadang dalam fiqih mereka memiliki kecenderungan untuk
mengambil pendapat ulama Ahlul Hadits seperti Asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu
‘Ubaid, dan yang semisal mereka”
Pujian
Para Ulama
Kedudukan
Imam Muslim diantara pada ulama Islam tergambar dari banyaknya pujian yang
dilontarkan kepada beliau. Pujian datang dari guru-gurunya, orang-orang
terdekatnya, murid-muridnya juga para ulama yang hidup sesudahnya. Dalam Tarikh Dimasyqi (89/58), diceritakan bahwa
Muhammad bin Basyar, salah satu guru Imam Muslim, berkata: “Ada empat orang
yang hafalan hadits-nya paling hebat di dunia ini: Abu Zur’ah dari Ray, Muslim
Ibnul Hajjaj dari Naisabur, Abdullah bin Abdirrahman Ad Darimi dari Samarkand,
dan Muhammad bin Ismail dari Bukhara”.
Ahmad bin
Salamah dalam Tarikh Baghdad (102-103/13)
berkata: “Aku melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim Ar Razi mengutamakan pendapat
Muslim dalam mengenali keshahihan hadits dibanding para masyaikh lain di masa mereka hidup”.
Diceritakan
dalam Tarikh Dimasyqi (89/58), Ishaq bin Mansur Al
Kausaz berkata kepada Imam Muslim: “Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama
Allah masih menghidupkan engkau di kalangan muslimin”.
Dalam Tadzkiratul Huffadz, Adz Dzahabi juga memuji Imam
Muslim dengan sebutan: “Muslim Ibnul Hajjaj Al Imam Al Hafidz Hujjatul Islam”.
Imam An
Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim berkata:
“Para ulama sepakat tentang keagungan Imam Muslim, keimamannya, peran besarnya
dalam ilmu hadits, kepandaiannya dalam menyusun kitab ini, keutamaannya dan
kekuatan hujjah-nya”.
Wafatnya
Imam Muslim
Diceritakan
oleh Ibnu Shalah dalam kitab Shiyanatu Muslim (1216)
bahwa wafatnya Imam Muslim disebabkan hal yang tidak biasa, yaitu dikarenakan
kelelahan pikiran dalam menelaah ilmu. Kemudian
disebutkan kisah wafatnya dari riwayat Ahmad bin Salamah: “Abul Husain Muslim
ketika itu mengadakan majelis untuk mengulang hafalan hadits. Lalu disebutkan
kepadanya sebuah hadits yang ia tidak ketahui. Maka beliau pun pergi menuju
rumahnya dan langsung menyalakan lampu. Beliau berkata pada orang yang berada
di dalam rumah: ‘Sungguh, jangan biarkan orang masuk ke rumah ini’. Kemudian
ada yang berkata kepadanya: ‘Maukah engkau kami hadiahkan sekeranjang kurma?’.
Beliau menjawab: ‘(Ya) Berikan kurma-kurma itu kepadaku’. Kurma pun diberikan.
Saat itu ia sedang mencari sebuah hadits. Beliau pun
mengambil kurma satu persatu lalu mengunyahnya. Pagi pun datang dan kurma telah
habis, dan beliau menemukan hadits yang
dicari”. Al Hakim mengatakan bahwa terdapat tambahan tsiqah pada riwayat ini yaitu: “Sejak itu Imam
Muslim sakit kemudian wafat”. Riwayat ini terdapat pada kitab Tarikh Baghdadi (103/13), Tarikh Dimasyqi (94/58), dan Tahdzibul Kamal (506/27). Beliau wafat pada waktu
di hari Ahad, dan dimakamkan pada hari Senin, 5 Rajab 261 H.
Semoga Allah
senantiasa merahmati beliau. Namanya begitu harum mewangi hingga hari ini,
sungguh ini merupakan buah dari perjuangan berat nan mulia. Semoga Allah
menerima amal beliau yang mulia dan membalasnya dengan yang lebih baik di hari
dimana tidak ada pertolongan kecuali pertolongan Allah.
Kita memohon
kepada Allah agar ditengah-tengah kaum muslimin dimunculkan orang semisal beliau,
yang memiliki perhatian besar dan semangat tinggi untuk menjaga agama Allah dan
menyebarkannya di tengah kaum muslimin. Mudah-mudahan Allah mengumpulkan kita
bersama beliau di Jannah-Nya kelak.
[Disarikan
dari kitab At Ta’rif Bil Imam Muslim Wa Kitabihi Ash
Shahih karya Syaikh Abdurrahman bin Shalih As Sudais, dan
artikel dari Majalah Universitas Islam Madinah yang berjudul Al Imam Muslim Wa Shahihuhu, Syaikh Abdul Muhsin bin
Hamd Al Abbad, dengan beberapa tambahan]
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon