![]() |
Siswa SMK 2 Kudus, Jawa Tengah, berhasil menciptakan alat deteksi dini banjir berupa telepon genggam yang dilengkapi sistem "digital interface". Energi yang menggerakkan alat ini berasal dari tenaga surya yang disimpan di dalam aki. |
Ada "kejutan" dari anak-anak muda Kudus. Para siswa SMK 2 Kudus, Jawa
Tengah mendapatkan penghargaan sebagai pemenang pertama Lomba Karya
Ilmiah Siswa SLTA Tingkat Nasional 2013 yang diadakan oleh Puslitbang
Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum. Penganugerahan diberikan
pada Rabu (15/5/2013) siang di Puslitbang Sumber Daya Air, Bandung.
"Cara kerja alat ini sebagai berikut; pengindera akan
mengaktifkan sistem digital interface. Kemudian, sistem digital
interface ini akan menggerakkan telepon genggam yang secara langsung
mengirimkan sms pada warga.
-- Yuli Muhammad Rif'an "
Mereka merancang karya "Simpel Digital Interface untuk Informasi
Banjir Dini Berbasis Penginderaan Cuaca di Pegunungan". Ini merupakan
sebuah alat canggih yang mampu memberikan peringatan dini kepada
masyarakat sebelum banjir datang.
Yuli Muhammad Rif'an, Siti Noor Faizah, dan Milla Setiyowati merupakan ketiga siswa SMK 2 Kudus, Jawa Tengah yang meraih penghargaan tersebut. Ketiganya meneliti peralatan teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat yang tinggal di kawasan langganan banjir.
Dari hasil penelitian tersebut, menurut Yuli, masyarakat dapat menerima informasi lebih awal ketika potensi banjir terjadi. Dengan demikian, antisipasi dan persiapan dapat dilakukan sebelum banjir datang. Terdapat interval waktu signifikan antara isyarat banjir dan kedatangan banjir itu sendiri.
"Cara kerja alat ini sebagai berikut; pengindera akan mengaktifkan sistem digital interface.
Kemudian, sistem digital interface ini akan menggerakkan telepon genggam yang secara langsung mengirimkan sms pada warga," terang Yuli seraya menambahkan energi yang menggerakkan sistem digital interface ini dipasok dari tenaga surya yang disimpan di dalam aki.
Tim SMK 2 Kudus menghabiskan waktu selama empat bulan untuk proses pembuatan alat ini dengan biaya kurang dari Rp 1 juta. Dana yang dihasilkan terhitung minim, karena sebelumnya mereka sudah memiliki panel surya sendiri. Sayangnya, alat ini belum siap diproduksi secara massal dan digunakan oleh masyarakat.
"Belum siap. Karena alat kami belum sempurna dan masih membutuhkan pengembangan," ujar Yuli. Anak-anak ini tidak bekerja sendirian. Mereka juga didampingi oleh guru mereka, Budi Susanto.
Menurut Budi, meski masih memiliki kelemahan, namun hasil penelitian ini sudah mereka laporkan ke Balitbang Kudus. Jadi, terbuka kemungkinan teknologi ini akan dikembangkan lebih lanjut.
Terlebih, karena Kudus merupakan daerah rawan banjir yang membutuhkan hasil temuan para siswa.
"Alat yang mereka desain itu dipasang di gunung, begitu hujan deras dalam waktu yang lama, masyarakat yang tinggal di kawasan langganan banjir sudah menerima peringatan berupa sms sebelum banjir menyerang," ujar Budi.
Ada pun provider yang digunakan adalah yang memiliki sinyal paling kuat. Peralatan ini bisa dititipkan di BTS yang ada di daerah pegunungan.
Yuli Muhammad Rif'an, Siti Noor Faizah, dan Milla Setiyowati merupakan ketiga siswa SMK 2 Kudus, Jawa Tengah yang meraih penghargaan tersebut. Ketiganya meneliti peralatan teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat yang tinggal di kawasan langganan banjir.
Dari hasil penelitian tersebut, menurut Yuli, masyarakat dapat menerima informasi lebih awal ketika potensi banjir terjadi. Dengan demikian, antisipasi dan persiapan dapat dilakukan sebelum banjir datang. Terdapat interval waktu signifikan antara isyarat banjir dan kedatangan banjir itu sendiri.
"Cara kerja alat ini sebagai berikut; pengindera akan mengaktifkan sistem digital interface.
Kemudian, sistem digital interface ini akan menggerakkan telepon genggam yang secara langsung mengirimkan sms pada warga," terang Yuli seraya menambahkan energi yang menggerakkan sistem digital interface ini dipasok dari tenaga surya yang disimpan di dalam aki.
Tim SMK 2 Kudus menghabiskan waktu selama empat bulan untuk proses pembuatan alat ini dengan biaya kurang dari Rp 1 juta. Dana yang dihasilkan terhitung minim, karena sebelumnya mereka sudah memiliki panel surya sendiri. Sayangnya, alat ini belum siap diproduksi secara massal dan digunakan oleh masyarakat.
"Belum siap. Karena alat kami belum sempurna dan masih membutuhkan pengembangan," ujar Yuli. Anak-anak ini tidak bekerja sendirian. Mereka juga didampingi oleh guru mereka, Budi Susanto.
Menurut Budi, meski masih memiliki kelemahan, namun hasil penelitian ini sudah mereka laporkan ke Balitbang Kudus. Jadi, terbuka kemungkinan teknologi ini akan dikembangkan lebih lanjut.
Terlebih, karena Kudus merupakan daerah rawan banjir yang membutuhkan hasil temuan para siswa.
"Alat yang mereka desain itu dipasang di gunung, begitu hujan deras dalam waktu yang lama, masyarakat yang tinggal di kawasan langganan banjir sudah menerima peringatan berupa sms sebelum banjir menyerang," ujar Budi.
Ada pun provider yang digunakan adalah yang memiliki sinyal paling kuat. Peralatan ini bisa dititipkan di BTS yang ada di daerah pegunungan.
Sumber :
http://properti.kompas.com/read/2013/05/15/15081712/Alarm.Canggih.Pencegah.Banjir
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon