Pacu Jawi atau yang disebut Pacu Sapi merupakan salah satu atraksi budaya yang saat ini sangat dikenal dari Sumatera Barat. |
Indonesia memiliki kekayaan budaya dan salah satu budaya di Indonesia
adalah lomba balapan tradisional menggunakan hewan. Ini merupakan
balapan tradisional unik dan asli Indonesia. Apa saja jenis balapan asli
Indonesia tersebut? Berikut jawabannya.
Karapan Sapi Madura
Karapan
sapi merupakan perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Madura Jawa
Timur. Bagi kebanyakan masyarakat Madura, karapan sapi tidak hanya
sebuah pesta rakyat atau acara yang diselenggarakan tiap tahun yang
diwarisi secara turun temurun. Tetapi karapan sapi bagi masyarakat
Madura adalah bentuk simbol prestise yang dapat mengangkat harkat dan
martabat masyarakat Madura, karena sapi yang digunakan untuk
pertandingan merupakan sapi-sapi yang berkualitas sangat baik tentu
dengan perlakuan yang istimewa pula.
Pulau Madura tidak hanya
dikenal sebagai penghasil garam, tetapi juga penghasil sapi-sapi pacuan
yang berkualitas sangat baik. Tidak jarang sang pemilik sapi
mempersiapkan sapi pacuannya dengan memberikan pijatan khusus dan
makanan tidak kurang dari 80 butir telur setiap harinya, agar stamina
dan kekuatan sapi sapi tersebut terjaga.
Bahkan perlakuan istimewa
sapi sapi tersebut di beberapa rumah terlihat ada yang menghiasi garasi
bukan dengan mobil tetapi malah sapi tersebut yang berada di garasi
rumah. Maklum saja karena untuk sapi yang memenangkan pertandingan dapat
mencapai harga Rp 75 juta per ekornya.
Dalam perayaan karapan
sapi ini, harga diri para pemilik sapi dipertaruhkan. Kalau mereka dapat
memenangkan pertandingan, selain hadiah uang didapat biasanya hadiah
dari pertaruhan juga mereka dapatkan. Kalau mereka kalah dalam
pertandingan ini, harga diri pemilik jatuh dan mereka habis uang yang
tidak sedikit untuk karapan sapi ini. Karena perawatan sapi–sapi sebelum
pertandingan mahal, dan biasanya mereka menyewa dukun agar menjaga
sapinya selamat dari serangan jampi-jampi musuh mereka.
Perayaan
besar karapan sapi ini diadakan sekali dalam setahun, tetapi untuk
menuju final harus memenuhi beberapa tahapan terlebih dahulu.
Ada
dua macam perayaan karapan sapi di Madura. Pertama adalah Presiden Cup
dan Bupati Cup. Untuk Bupati Cup biasanya diadakan dua dalam setahun.
Para pemenang Bupati Cup ini biasanya akan melanjutkan pertandingannya
ke Presiden Cup. Untuk para fotografer momen yang bagus adalah pada saat
Bupati Cup.
Dalam karapan sapi, para penonton tidak hanya
disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan para jokinya. Sebelum memulai
para pemilik biasanya melakukan ritual arak-arakan sapi di sekeliling
pacuan disertai alat musik seronen, perpaduan alat musik khas Madura
sehingga membuat acara ini menjadi semakin meriah.
Panjang rute lintasan karapan sapi tersebut antara 180 sampai dengan
200 meter yang dapat ditempuh dalam waktu 14-18 detik. Tentu sangat
cepat kecepatan sapi–sapi tersebut. Selain kelihaian joki terkadang
bambu yang digunakan untuk menginjak sang joki melayang di udara karena
cepatnya kecepatan sapi sapi tersebut.
Untuk memperoleh dan
menambah kecepatan laju sapi tersebut, pangkal ekor sapi dipasangi sabuk
yang terdapat penuh paku yang tajam dan sang joki melecutkan cambuknya
yang juga diberi duri tajam ke arah bokong sapi.
Tentu saja luka
ini akan membuat sapi berlari lebih kencang, tetapi juga menimbulkan
luka di sekitar pantat sapi. Setelah bertanding sapi tersebut diberi
istirahat beberapa waktu agar luka itu sembuh.
Sapi yang dipertandingkan
di karapan ini hanya 2 sampai dengan 3 kali saja dan tidak boleh lebih.
Jarak
pemenang terkadang selisih sangat tipis, bahkan tidak jarang hanya
berjarak 1-2 detik saja, dan hal ini terkadang membuat pihak yang kalah
memprotes. Tetapi mereka diberikan kesempatan untuk bertanding lagi
dengan yang kalah. Saat yang membahagiakan bagi para pemenang adalah
selain mendapat hadiah, biasanya hadiah taruhan juga mereka dapatkan.
Selain itu harga sapi pemenang dapat membumbung tinggi harganya.
Makepung di Jembrana
Makepung
yang dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah tradisi
berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali,
khususnya di Kabupaten Jembrana. Tradisi ini awalnya hanyalah permainan
para petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah di musim
panen. Kala itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang
dikaitkan pada sebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.
Makin
lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin diminati
banyak kalangan. Kini, makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya
yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan termasuk para
turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau ini pun telah menjadi
agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara profesional.
Sekarang
ini, makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja. Para
pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupun
pendukung.
Apalagi, dalam sebuah pertarungan besar, Gubernur Cup
misalnya, peserta makepung yang hadir bisa mencapai sekitar 300 pasang
kerbau atau bahkan lebih. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan
hadirnya para pemusik jegog (gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu)
untuk menyemarakkan suasana lomba.
Ketika mulai dilombakan pada
tahun 1970-an, aturan dan kelengkapan dalam makepung ikut mengalami
beberapa perubahan. Misalnya, kerbau yang tadinya hanya seekor, sekarang
menjadi sepasang. Kemudian, cikar atau gerobak untuk joki yang dulunya
berukuran besar, kini diganti dengan yang lebih kecil.
Selain itu, kerbau peserta makepung sekarang juga lebih ‘modis’
dengan adanya berbagai macam hiasan berupa mahkota yang dipasang di
kepala kerbau dan bendera hijau atau merah di masing-masing cikar.
Sementara, arena Makepung berupa track tanah berbentuk U sepanjang 1-2
km.
Berbeda dengan karapan sapi madura ataupun event yang bersifat race
lainnya, makepung mempunyai aturan yang sedikit unik. Pemenang lomba
ini bukan hanya ditentukan dari siapa atau pasangan kerbau mana yang
berhasil mencapai garis finish pertama kali saja, akan tetapi ditentukan
juga dari jarak antar peserta yang sedang bertanding.
Artinya,
seorang peserta akan dianggap sebagai pemenang bila ia menjadi yang
terdepan saat mencapai finish dan mampu menjaga jarak dengan peserta di
belakangnya, sejauh 10 meter.
Namun, bila pasangan kerbau yang
berada di belakang bisa mempersempit jarak dengan peserta di depannya,
menjadi kurang dari 10 meter, maka pasangan kerbau yang di belakang
itulah yang akan keluar sebagai pemenang. Perlombaan diselesaikan dalam
hitungan delapan sampai sepuluh menit dalam setiap race-nya.
Pacu Jawi di Tanah Minang
Di Tanah Minang Pacu Jawi atau yang disebut Pacu Sapi merupakan salah satu event budaya
yang saat ini sangat dikenal dari Sumatera Barat. Pada mulanya pacu
jawi dilakukan para petani dan masyarakat sekitar Tanah Datar untuk
mengisi kegiatan setelah masa panen usai.
Pacu jawi ini biasanya
diadakan 3 kali setahun di Tanah Datar. Kalau belum tahu banyak yang
mengira pacu jawi ini di Madura, karena memang yang terkenal akan
balapan sapinya hanyalah daerah Madura. Memang serupa tetapi tidak sama.
Perbedaan
mencolok dari pacu jawi di Tanah Datar dengan karapan sapi Madura
adalah lahan yang digunakan. Kalau karapan sapi menggunakan tanah datar
sebagai arena, sedangkan pacu jawi menggunakan area sawah yang sudah
basah. Sehingga kalau difoto tampak lebih dramatis dan banyak
mendapatkan momen yang bagus.
Filosofi dari pacu jawi ini adalah pemimpin dan rakyat bisa berjalan
bersama. Inilah kenapa sapi yang dipakai untuk pacu Jawi ada dua ekor,
dan pemenangnya tidak ditentukan siapa yang tercepat tetapi yang bisa
berlari lurus seperti orang yang selalu dijalan lurus lebih tinggi
nilainya. Yang unik pacu jawi dilepas sendirian dan tidak dipasang
lawan. Konon cara ini dibuat agar tidak terjadi taruhan yang kerap
terjadi pada setiap balapan.
Awalnya pacu jawi murni hiburan bagi
para petani usai masa panen dan hal inilah yang membuat pacu jawi
menarik, meriah, dan berbeda. Jokinya dibekali alat bajak pacu yang
terbuat dari bambu sebagai alat berpijak sewaktu perlombaan dimulai.
Ternyata alat tersebut merupakan salah satu peralatan yang digunakan
petani untuk membajak sawah. Oleh karena keunikannya, pacu jawi kini
menjadi salah satu ciri khas dari Sumatera Barat terutama untuk wilayah
Tanah Datar dan Lima Puluh Kota.
Sumber :
http://travel.kompas.com/read/2013/05/22/15174633/Inilah.Balapan.Sapi.Tradisional.Indonesia?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon