Jakarta boleh unggul dalam jumlah "pohon beton" atau bangunan komersial
tinggi dan pusat gaya hidup. Namun, profil ibu kota negara ini terkesan
kering, angkuh, dan tidak humanis.
Berbeda dengan Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur ini memang
kalah dalam pembangunan fisik properti komersial. Namun, Surabaya unggul
sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis.
Wali Kota
Surabaya Tri Rismawati mengatakan, Surabaya saat ini mengembangkan
penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian, warga
kotanya bisa beraktivitas di wilayah masing-masing atau dekat dengan
tempat tinggalnya.
"Pembangunan bukan diaglomerasikan di satu
titik, melainkan menyebar. Selain itu, di setiap titik strategis kota,
kami mengembangkan sentra komunitas untuk digunakan sebagai tempat
aktivitas warga," ujar Rismawati dalam presentasi Seminar Nasional
Arsitek untuk Bumi di Jakarta, Rabu (22/5/2013).
Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun pula taman-taman, lengkap dengan akses WiFi, jalur
pedestrian, dan sepeda sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang
rekreasi, lapangan olahraga, dan pemakaman. Tak heran, saat ini Surabaya
mampu menghasilkan ruang terbuka hijau (RTH) sebanyak 22,26 persen atau
171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Angka itu jauh di atas RTH
di Jakarta yang masih berkutat pada angka 14 persen.
Itulah
sebabnya, saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai "kota untuk
warganya". Tak kalah penting, kota ini juga digelari The Most Green and
Livable City in Indonesia.
Menurut Risma, konsep "kota warga" tak
hanya bergantung pada alokasi RTH, tetapi juga harus mampu melayani
warganya dalam penyediaan "kail kehidupan". Warga tidak dianggap sebagai
obyek dari rencana tata ruang wilayah (RTRW), tetapi subyek yang
diharapkan bisa menentukan tujuan hidupnya.
Terkait hal itu,
Pemerintah Kota Surabaya memfasilitasi warganya untuk mengekspresikan
keinginan dan kebutuhannya. Contoh nyatanya, pemerintah kota
menyediakan fasilitas pentas seni di setiap taman kota.
Di taman
kota itu, warga yang memiliki keahlian seni musik dapat menunjukkan
keahliannya setiap hari. Mereka diberi apresiasi senilai Rp 2,5 juta per
bulan dari pemerintah kota. Hasilnya, saat ini di Surabaya hampir tidak
bisa dijumpai pengamen ataupun pengemis.
Sumber :
http://properti.kompas.com/read/2013/05/22/13500114/Pak.Jokowi.Jakarta.Harus.Belajar.dari.Surabaya?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon