Dia pernah menjadi Muslim. Tapi, impian duniawi
membawanya pada kesibukan dan kealpaan hingga melupakan Allah. Raya Shokatfard,
wanita asal Iran itu melanglang ke negeri Paman Sam untuk memenuhi ''impian
Amerika''-nya yang menggebu.
Namun, setelah kesuksesan diraih, hatinya terasa
kosong. Ia pun kembali mencari eksistensi Tuhan. Tak langsung kembali kepada
Islam, ia lebih dulu mempelajari agama Buddha, Hindu, lalu Kristen. Tapi, hasil
kajiannya terhadap tiga agama itu justru mengantarnya kembali kepada Allah. Ia
pun mendapatkan kembali hidayah keislaman yang pernah ia tinggalkan. Air mata
menderas di pipi Raya saat mengisahkan perjalanan panjangnya itu.
Kisah pilu Raya bermula saat ia hijrah dari Iran ke
Amerika pada 1968. Saat itu usianya masih sangat belia, 19 tahun. Tak hanya
meninggalkan negaranya, Raya pun menanggalkan gaya hidupnya sebagai orang Iran,
termasuk keislamannya. "Aku meninggalkan Iran, pindah ke AS. Aku
tinggalkan pula Islam dan identitas sebagai Muslim,'' kisahnya, seperti dikutip
dari kanal milik Raya di Youtube.
Saat tinggal di AS, ia pun hidup seperti remaja AS
pada umumnya: bersenang-senang dan diliputi kilau duniawi. Raya kemudian
memulai ''impian Amerika''-nya dengan merintis bisnis di Manhattan, Kalifornia
Selatan. Butuh beberapa tahun bagi Raya untuk mencapai impiannya menjadi kaya
dan sukses. Wanita yang meraih gelar sarjana dari Southern Oregon University
(SOU) itu berhasil menggapai mimpinya di usia yang terbilang amat muda. Berawal
dari bisnis toko pakaian, ia meraih puncak kesuksesan saat beralih ke bisnis
real estate. Ia menjadi maestro real estate di kawasan Pantai Manhattan.
"Alhamdulillah, saya sangat sukses di bisnis real estate. Saya sangat beruntung,"
ujarnya bersyukur.
Menjadi pebisnis sukses, mudah bagi Raya membeli
segala kemewahan dunia. Ia punya mobil Rolls Royce dan tinggal di rumah megah
di tepi pantai. Kebunnya amat luas dengan aneka ternak hidup di dalamnya.
Jalan-jalan keliling dunia pun amat gampang dilakoninya. Namun, setelah
gemerlap dunia ia dapatkan, Raya justru merasakan kekosongan jiwa. Alih-alih
bahagia, ia merasa hatinya begitu hampa. "Saya mulai merasakan sesuatu
yang hilang, terasa sangat kosong," ujar Raya dengan mata sayu.
Kekosongan hati terus melandanya. Wanita bergelar
master bidang jurnalisme dan komunikasi publik ini pun kemudian mencari tahu
penyebab kekosongan hatinya. Ia mengikuti beragam workshop dan kuliah,
tapi tak menjawab permasalahannya. Entah mengapa, kemudian tumbuh keinginannya
untuk mencari eksistensi Tuhan. Maka itu, dimulailah perjalanannya mencari
Tuhan.
Perjalanan itu ia awali dari agama Hindu. Ia amat
tertarik dengan kedamaian dalam ajaran agama tersebut. Dia pun menjadi penganut
Hindu. Merasa kurang puas, ia lalu mencari Tuhan di agama lain. Kali ini,
pilihannya jatuh ke agama Buddha. Ia pun menjadi umat Buddha. Tak lama, ia
keluar dari agama ini karena kembali gagal menemukan eksistensi Tuhan.
Raya lalu bergabung dengan gerakan New Age, sebuah
gerakan yang mengajarkan kebebasan diri tanpa Tuhan. Gerakan yang pamornya amat
mencorong di Amerika kala itu membawa Raya pada kehidupan yang bebas dan
mandiri tanpa Tuhan. "Anda adalah master dalam kehidupan Anda, Anda
memiliki takdir sendiri, Anda adalah Tuhan dalam kehidupan Anda, dan banyak
elemen lain yang saya pelajari di sana. Tapi, kemudian saya berpikir, saya tak
mampu menjadi master dalam perjalanan hidup saya. Saya tidak dapat membayangkan
ke mana hidup saya akan pergi. Saya pun tak nyaman di sana," demikian Raya
berkisah.
Menjadi
Kristiani
Dari New Age, Raya kemudian menjadi penganut
Kristiani. Ia bertahan cukup lama sebagai seorang Kristen, yakni tujuh setengah
tahun. Ia begitu tertarik dan terpesona dengan kebersamaan dan persaudaraan
umat Kristiani yang kuat. Lalu, jadilah Raya penganut Kristen yang taat ke
gereja, mempelajari Alkitab, bahkan mengajarkannya. Ia juga belajar teologi
Kristen di sebuah universitas. Tapi, lagi-lagi Raya merasa gelisah. Ia merasa
belum menemukan Tuhan yang diinginkannya.
Nah, di titik inilah ia mulai tertarik kembali pada
Islam. Sebelum memantapkan diri kembali ke pangkuan Islam, ia sempat pamit pada
pastur yang selama ini membimbingnya dalam agama Kristen. Raya sangat gembira
karena sang pastur amat terbuka dan membebaskannya memilih agama yang diyakini.
Selama 15 tahun, Raya jatuh bangun mencari
eksistensi Tuhan. Beragam agama sudah ia anut. Namun, siapa sangka, ia justru
kembali pada agama yang dianutnya saat masih tinggal di Iran, Islam.
Raya amat pilu saat mengenang perjalanannya hingga
kembali kepada Allah. Linangan air mata membasahi pipinya karena menyesal pernah
melupakan Allah. Ia merasa bodoh pernah melepaskan hidayah yang begitu nikmat,
hidayah Islam. Namun, Allah begitu mencintai hamba-Nya sehingga Raya diberi
kesempatan kedua untuk kembali mendapatkan hidayah itu.
Sungguh indah kisah kembalinya Raya ke pangkuan
Islam. Ia hanya membaca Surah al-Fatihah saat pertama kali membuka Alquran
setelah kemurtadannya selama belasan tahun. Hanya dengan tujuh ayat dalam surah
pembuka Kitabullah, Raya sudah menyadari kesalahannya dan menyadari bahwa
Allahlah satu-satunya Tuhan, tiada yang berhak disembah selain Allah.
Baru saja membaca Basmalah, Raya sudah
merinding. Ayat pertama al-Fatihah membuatnya menyadari bahwa Allahlah
Tuhan segala sesuatu, Tuhan semesta alam. Sedangkan, manusia hanyalah bagian
kecil dari alam semesta itu. Membaca ayat kedua, air matanya tak kuasa lagi
terbendung. "Saya melupakan-Nya, tapi Dia tak pernah melupakan saya.'' Ia sungguh
merasa malu pada Allah.
Setiap ayat dalam al-Fatihah benar-benar meresap ke
jiwa Raya. Saat tiba di ayat yang berbunyi, "Hanya kepada-Nya kami
menyembah dan hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan," hati Raya serasa
tercambuk. Ia tak habis pikir mengapa bisa melupakan Allah dan justru mencari
pertolongan kepada selain-Nya. "Saat membaca ayat ini, saya merasa sebuah
batu besar dari langit jatuh dan memukul saya," ujar Raya dengan air mata
yang tak henti mengalir.
Ayat berikutnya hingga terakhir, benar-benar membuat
Raya menemukan jalan kembali pada Islam. Jalan lurus yang disebut dalam
al-Fatihah sangat diinginkan Raya. Ia pun merasa Allah telah menunjukkan
"Sirath al-Mustaqim" tersebut kepadanya. "Terakhir, saya meminta
padanya jalan yang lururs dan Dia membimbing saya pada jalan lurus tersebut,"
pungkas Raya bersyukur.
Maka, kembalilah Raya pada agamanya, agama yang
lurus yang diridhai Allah, yakni Islam. Saat ini, Raya berusia 62 tahun. Meski
tak muda lagi, ia sangat aktif dalam menyebarkan ajaran Islam. Berbekal
pendidikannya, ia pernah menjadi asisten editor di SOU untuk situs islam yang
berbasis di Los Angeles.
Ia pun menjadi koresponden asing, penulis, editor
dan produser film dokumenter untuk web onislam.net. Ia juga pernah menjabat
sebagai pemimpin redaksi dan konsultan untuk situs Reading Islam. Melalui
jurnalistik, Raya aktif menyuarakan perdamaian dan hak asasi perempuan.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon