Prevalensi gangguan mental emosional di Indonesia sebenarnya cukup
tinggi. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2007, jumlah penduduk yang
mengalami gangguan jiwa ringan sampai sedang mencapai 19 juta. Sementara
yang mengalami gangguan jiwa berat sekitar satu juta orang. Tetapi
sayangnya jumlah tenaga ahli kesehatan jiwa masih kurang.
Idealnya,
satu ahli kesehatan jiwa, baik psikolog atau psikiater, menangani 30-50
ribu orang. Tetapi saat ini kita hanya memiliki 450.000 psikolog klinis
dan 650.000 orang psikiater. "Jumlah ini tidak cukup untuk melayani
sekitar 240 juta penduduk Indonesia," kata Kasubdit Kelompok Berisiko
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan RI, Edduard Idul
Riyadi.
Edduard mengatakan Indonesia harus berkaca pada India yang
memiliki kurang lebih 3 juta tenaga kesehatan jiwa, untuk 1,1 miliar
penduduk. Hal ini berarti di India satu ahli kesehatan jiwa menangani
368 penduduk. Bandingkan dengan di Indonesia yang menangani sekitar
219.000 jiwa.
Jumlah pasien yang terlalu banyak dikhawatirkan
menyebabkan pelayanan menjadi kurang optimal.
Penderita gangguan jiwa di Indonesia berpotensi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Eduard mengatakan, jumlah penduduk yang meningkat menyebabkan interaksi sosial bertambah rumit.
Gesekan yang semakin besar antar pribadi, ditambah tuntutan ekonomi bisa menimbulkan tekanan. "Tekanan yang tidak mampu dikelola akan menjadi pemicu timbulnya gangguan jiwa," katanya.
Penderita gangguan jiwa di Indonesia berpotensi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Eduard mengatakan, jumlah penduduk yang meningkat menyebabkan interaksi sosial bertambah rumit.
Gesekan yang semakin besar antar pribadi, ditambah tuntutan ekonomi bisa menimbulkan tekanan. "Tekanan yang tidak mampu dikelola akan menjadi pemicu timbulnya gangguan jiwa," katanya.
Gangguan jiwa ringan dipersepsikan
sebagai kondisi cemas dan khawatir berlebihan. Gangguan ini meenyebabkan
penderitanya tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari ataupun
interaksi sosial. Hal ini bisa menyebabkan kerugian ekonomi.
Kerugian
ekonomi akibat gangguan jiwa mencapai Rp 20 triliun. Kerugian berupa
hilangnya produktivitas seseorang serta beban ekonomi dan biaya
kesehatan yang harus ditanggung keluarga dan negara. Apalagi, proses
pengobatan penderita gangguan jiwa bisa berlangsung seumur hidup.
Untuk itu menurut Edduard pemerintah akan terus meningkatkan layanan kesehatan jiwa yang akan dipusatkan pada pelayanan kesehatan primer. Puskesmas yang ada di setiap kabupaten diharapkan bisa menjadi ujung tombak. Nantinya, di setiap Puskesmas terdapat satu tenaga kesehatan jiwa sehingga pelayanan kesehatan bisa lebih optimal.
"Kita memang hanya memiliki 33 rumah sakit jiwa, namun dengan ujung pelayanan di puskesmas kita berharap pelayanan bisa lebih baik. Meski dengan jumlah yang tidak banyak,"pungkasnya.
Untuk itu menurut Edduard pemerintah akan terus meningkatkan layanan kesehatan jiwa yang akan dipusatkan pada pelayanan kesehatan primer. Puskesmas yang ada di setiap kabupaten diharapkan bisa menjadi ujung tombak. Nantinya, di setiap Puskesmas terdapat satu tenaga kesehatan jiwa sehingga pelayanan kesehatan bisa lebih optimal.
"Kita memang hanya memiliki 33 rumah sakit jiwa, namun dengan ujung pelayanan di puskesmas kita berharap pelayanan bisa lebih baik. Meski dengan jumlah yang tidak banyak,"pungkasnya.
Sumber :
http://health.kompas.com/read/2013/05/21/17202298/Indonesia.Kekurangan.Psikolog.dan.Psikiater?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon