DKI Jakarta kota pesta. Kalimat tersebut tampaknya cocok menggambarkan
wajah Ibu Kota terkini di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Joko Widodo
dan Basuki Tjahaja Purnama.
Baru setahun menjabat, lebih dari 40 acara berbasis kesenian dan kebudayaan diselenggarakan. Sebut saja mulai Jakarta Night Festival atau malam muda mudi, Jakarnaval, dan sederet acara lain yang menyedot masyarakat. Kondisi tersebut membuat sang pelaksana, Arie Budiman, sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta, merasa puas. Mimpinya menjadikan Jakarta sebagai pusat hiburan masyarakat bukan hanya lokal, melainkan nasional dan juga internasional, semakin berkelir.
Konsepnya membangun kota dengan ideologi kebudayaan dan dengan paradigma pariwisata diterima dan diakomodasi dengan baik oleh Gubernur beserta Wakilnya. Lantas, bagaimana cerita pria dengan pendidikan terakhir bergelar doktor di Universitas Padjadjaran, Bandung, jurusan Manajemen Bisnis tersebut melakukan tugasnya? Apa bedanya dengan era gubernur dan wakil gubernur sebelumnya? Serta apa saja kendala dalam mewujudkan mimpinya?
Baru setahun menjabat, lebih dari 40 acara berbasis kesenian dan kebudayaan diselenggarakan. Sebut saja mulai Jakarta Night Festival atau malam muda mudi, Jakarnaval, dan sederet acara lain yang menyedot masyarakat. Kondisi tersebut membuat sang pelaksana, Arie Budiman, sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta, merasa puas. Mimpinya menjadikan Jakarta sebagai pusat hiburan masyarakat bukan hanya lokal, melainkan nasional dan juga internasional, semakin berkelir.
Konsepnya membangun kota dengan ideologi kebudayaan dan dengan paradigma pariwisata diterima dan diakomodasi dengan baik oleh Gubernur beserta Wakilnya. Lantas, bagaimana cerita pria dengan pendidikan terakhir bergelar doktor di Universitas Padjadjaran, Bandung, jurusan Manajemen Bisnis tersebut melakukan tugasnya? Apa bedanya dengan era gubernur dan wakil gubernur sebelumnya? Serta apa saja kendala dalam mewujudkan mimpinya?
Berikut petikan bincang-bincang Kompas.com dengan Arie Budiman beberapa waktu lalu di kantornya.
Apa konsep pariwisata Jakarta yang Bapak tawarkan ke Gubernur dan Wakil Gubernur yang baru ini?
Persepsi saya, membangun kota ini, ideologinya kebudayaan dan
paradigmanya, yakni pariwisata. Konsepnya simpel, bagaimana membangun
titik-titik turistik di kota ini, dari yang terkecil hingga dalam skala
besar.
Misalnya trotoar. Kalau tidak nyaman, tidak aman, masyarakat mana
mau berjalan di sana. Padahal, kalau kita tata, kita kasih tukang
jualan yang manajemennya bagus, itu pasti akan menarik orang untuk
berkunjung. Pariwisata adalah bagaimana akumulasi servis yang terbaik
dalam melayani manusia. Kota ini akan selalu menjadi tempat pertemuan
manusia karena manusia di seluruh dunia bergerak dengan segala
motivasinya.
Misalnya motivasi bisnis, liburan, sekolah, berobat, dan
sebagainya. Nah, di tujuan-tujuan itulah titik turistik tadi harus ada.
Semua harus difasilitasi, mulai dari jalan raya, trotoar, (pedagang kaki
lima (PKL)-nya, tempat tinggal, dan lain-lain.
Apa strategi Bapak sebagai Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta untuk mewujudkan konsep besar tersebut?
Jakarta, tidak lepas dari Indonesia yang tidak lain adalah keberagaman. Strateginya adalah gimana mengembangkan, seperti yang Gubernur sering katakan, pembeda antara Jakarta dan lainnya, membangun city branding.
Salah satunya ialah melalui konteks festival berbasis kebudayaan, ya
pesta-pesta itu, mulai dari musik, seni rupa, tarian tradisional, seni
kontemporer, yang kelasnya tak cuma lokal atau nasional, tapi juga
internasional.
Konkretnya, ada stakeholder yang kita dorong, komunitas
seniman, pelaku-pelaku industri budaya, industri pariwisata. Dampaknya
bukan hanya pengembangan kebudayaan, melainkan juga sebagai generator
ekonomi utama Kota Jakarta. Bayangkan, kalau ada sebuah festival atau
acara kan dari kelas kaki lima sampai hotel berbintang bergerak semuanya
jadi bagian dari aktivitas itu.
Jika semua sudah stabil, itu akan menjadi faktor penarik
orang-orang datang ke Jakarta, nikmati Jakarta dengan pesta-pesta yang
digelar. Dampaknya signifikan pasti ketika skalanya kian lama kian
besar. Saat ini saja, Jakarta sudah masuk ke dalam 10 besar destinasi
pesta kota-kota dunia, sejajar dengan New York, Amerika Serikat,
Bangkok, Thailand, Singapura, Paris, Perancis, dan beberapa kota lain.
Adakah perbedaan konsep antara kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur DKI era sebelumnya dengan yang saat ini?
Pak Jokowi dan Pak Ahok lebih konkret. Mereka lebih cepat.
Khususnya Pak Jokowi, beliau saya rasa memang ahli di bidang ini.
Mimpi-mimpi saya di bidang budaya dan pariwisata di Jakarta paling tidak
menjadi berkelirlah. Hahaha... Konsep-konsep saya diterima dengan baik
oleh beliau-beliau semua.
Kembali ke soal Jakarta sebagai kota pesta. Apa hasil
terkini dari beragam festival dan acara yang sudah digelar selama
setahun terakhir?
Saya paling suka bicara angka. Sekarang, PAD (pendapatan asli
daerah) Jakarta meningkat cukup signifikan. Tahun 2011 sebesar Rp 2,178
triliun, tahun 2012 naik lagi menjadi Rp 2,642 triliun, dan pada
semester pertama tahun 2013, jumlahnya sudah menyamai setengah PAD dari
tahun 2011, yakni sebesar Rp 1,713 triliun. Target kita tahun ini Rp 2,9
hingga Rp 3 triliun.
Dari mana saja uang itu? Ya dari aktivitas budaya dan pariwisata
tadi. Jumlah kunjungan wisata asing kita sangat berkembang pesat. Tahun
2011 ada 2.003.944 jiwa, tahun 2012 ada 2.125.513 jiwa, dan tahun 2013
(hingga bulan Agustus) ada 1.502.986 jiwa. Paling banyak itu turis asal
Malaysia, China, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan.
Sementara kunjungan wisatawan domestik cenderung stabil. Tahun
2011, ada 26.760.000 jiwa, tahun 2012 ada 28.880.000 jiwa. Tahun 2013
(hingga Agustus) ada 16.800.000 jiwa. Itu baru semester awal, gimana akhir tahun.
Nah, saya usul ke Gubernur, 30 persen dari PAD itu harusnya
dikembalikan lagi untuk investasi. Promosi itu bagian dari investasi
kota, bukannya malah dibilang buang-buang duit, salah besar itu.
Soal program satu tahun, apa yang sudah dilakukan, mana yang belum?
Alokasi APBD 2013 kita Rp 500 miliar. Ada 167 kegiatan, 26 persen
sudah jalan. Salah satunya yang sangat sukses itu Jakarta Night
Festival, Jakarnaval, Jakarta International Performing Art, dan masih
banyak lagi yang lainnya. Saya yakin sampai akhir tahun anggaran
terserap 90 persen seperti yang Pak Gubernur instruksikan dahulu.
Acara terdekat di Gedung Kesenian Jakarta. Nanti, secara
terus-menerus, akan ada tim seni yang main di sana, kita memperluas
aksesibilitas. November besok, juga akan ada kejutan bagi warga Jakarta
di GKJ. Namanya kejutan, ya tak bisa dikasih tahu dulu. Pokoknya ini
menyangkut Gubernur.
Selain itu, kejutan juga kita sedang siapkan di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII). Saya belum berani cerita karena ini menyangkut
pihak kesiapan dari pihak ketiga. Pokoknya lihat saja.
Apa kendala utama dalam menjalankan konsep pengembangan pariwisata dan kebudayaan di Jakarta?
Yang paling bikin senewen adalah paradigma kota pariwisata belum benar-benar disadari oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
lain. Dinas-dinas di Pemprov DKI ini masih bergerak sendiri-sendiri,
mereka cuma fokus dengan apa yang mereka kerjakan, tidak pikir hal di
luar itu. Enggak bisa seperti itu, karena apa? Karena pariwisata hadir
di setiap pembangunan.
Misalnya, kalau mau nata trotoar ya mbok yang
komprehensif, yang nyaman, sehingga orang bisa jalan-jalan di sana,
menjadikan hal itu jadi pariwisata. Ini yang saya bilang tadi bagaimana
menciptakan lingkungan penuh titik-titik turistik. Problem utamanya
memang pengorganisasian. Barang satu enggak mungkin dikerubutin banyak pihak. Pasti enggak efektif.
Saya harap ke depan ini akan direstrukturisasi organisasinya
sehingga pengawasannya, penataannya akan ada perubahan menjadi lebih
baik. Kita selalu menyoal Jakarta itu macet, Jakarta itu menyebalkan,
Jakarta itu semerawut, dan sebagainya. Tapi, bayangkan ketiga digelar
acara acara, pesta-pesta tersebut, orang-orang lupa dengan situasi yang
ada. Itulah motivasinya sambil pemerintah menyelesaikan
persoalan-persoalan itu tadi.
Ingat, pembangunan bukan semata fisik, melainkan juga mental
masyarakatnya. Membangun pariwisata kota memang tak mudah. Bahkan,
rasanya seperti memiliki tanggung jawab di beberapa bidang, mengingat
lingkungan turistik seperti yang Arie katakan harus hadir dalam setiap
pembangunan kota. Semoga, masyarakat Jakarta segera bisa melihat mimpi
Arie yang mulai berkelir.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon