MASA
KANAK-KANAK
Menurut sebagian besar ulama, Muhammad (SAW)
dilahirkan di kota Makkah pada Senin pagi di hari ke-sembilan bulan Rabiul Awal
(kira-kira tanggal 20 atau 22 April 571 M), kira-kira 50 atau 55 hari setelah
peristiwa kehancuran pasukan bergajah yang sedang bergerak menuju Baitullah di
kota Makkah. Kakek beliaulah yang memberikan nama Muhammad (SAW). Beliau adalah
bagian dari suku Quraisy yang dihormati. Namun demikian, keluarga beliau
sangatlah miskin. Ayahanda beliau, Abdullah, telah wafat sebelum beliau
dilahirkan.
IBU-SUSU
Sesuai dengan tradisi Arab, sekelompok perempuan dusun
datang ke kota Makkah untuk menjual jasa menyusui bayi. Kebanyakan dari mereka
mencari bayi dari keluarga kaya. Tak satupun dari mereka peduli untuk menyusui
bayi Muhammad (SAW) lantaran ia yatim dan dari keluarga yang sangat miskin.
Akhirnya, Halimah bersedia menjadi ibu-susunya dengan harapan keluarganya dapat
membina hubungan baik dengan suku Quraisy.
Dalam perjalannya kembali kerumah, banyak hal istimewa
yang dialaminya;
1.
Keledai kurus dan lemah yang dikendarai Halimah dan
bayi Muhammad (SAW) berubah menjadi kuat dan cepat langkahnya, sehingga
meninggalkan rombongannya jauh di belakang.
2.
Halimah ketika itu sedang tidak keluar air-susunya,
sehingga anaknya sendiri pun menangis semalaman karena tak mandapatkan air
susu. Ketika ia memberikan giliran menyusui kepada bayi Muhammad (SAW) ia
dapati air-susunya mencukupi untuk diberikan kepada bayi Muhammad (SAW) dan
juga untuk anaknya sendiri. Setelah itu kedua bayi itupun tertidur nyenyak.
3.
Onta betina milik Halimah pun telah beberapa hari
tidak menghasilkan air susu. Setelah diambilnya bayi yatim Muhammad (SAW)
sebagai bayi-susuannya, suami Halimah mendapati bahwa onta betina mereka begitu
banyak mengeluarkan air susu. Halimah dan suaminya pun meminum susu onta ini
hingga kenyang sehingga mereka bisa tidur nyenyak.
4.
Lahan mereka yang biasanya tandus ditumbuhi rerumputan
menghijau sehingga ternak mereka bisa merumput sebanyak-banyaknya. Telah banyak
keberkahannya Bayi Muhammad (SAW) bagi keluarga ini. Setelah berumur dua tahun,
sang bayi diantarkan kembali kepada ibundanya. Kepada Aminah, ibunda Muhammad
(SAW), mereka meminta ijin untuk diperbolehkan mengasuh sang bayi di pedesaan
selama dua atau tiga tahun lagi. Aminah menyetujui permintaan mereka.
Disebutkan dalam hadits Muslim, diriwayatkan oleh Anas
(RA), suatu hari si kecil Muhammad (SAW) sedang bermain bersama anak-anak
sebayanya. Malaikat Jibril (AS) datang, membelah dada Muhammad (SAW) dan
mengeluarkan hatinya. Jibril membuang sebuah gumpalan darah seraya berkata,
"Gumpalan ini adalah bagian dari setan yang ada pada dirimu."
Selanjutnya Jibril (AS) mencuci hati itu dengan air Zam-Zam kemudian
mengembalikannya ke dalam dada Muhammad (SAW). Teman-teman bermain Muhammad
(SAW) mengadukan kepada Halimah bahwa seseorang telah membunuh Muhammad (SAW).
Halimah pun bergegas menuju tempat anak-anak itu bermain dan mendapati Muhammad
(SAW) dalam keadaan baik-baik saja, hanya saja nampak pucat. Setelah kejadian
ini Halimah menjadi selalu khawatir atas keselamatan anak asuhnya ini. Maka
iapun mengembalikan Muhammad (SAW) kepada Ibundanya.
ANAK YATIM YANG LEMAH
Muhammad (SAW) tinggal bersama ibundanya hingga
mencapai usia 6 tahun. Aminah tak memiliki apapun untuk menghidupi diri dan
anaknya. Iapun pulang ke kota Madinah, tempat dimana keluarganya tinggal agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka ala kadarnya. Di Madinah, Aminah jatuh
sakit. Tak berapa lama berselang iapun wafat dan dimakamkan di sebuah dusun
bernama Abwa.
Jadilah Si kecil Muhammad (SAW) yatim-piatu. Ia pun
sedih, menyendiri dan tak ada gairah bermain dengan teman-temannya. Selera
makannya pun hilang dan kian hari kian bertambah lemah. Para sanak-saudaranya
mengantarkannya kepada kakeknya, Abdul Muththalib. Sang kakek meninggal dunia di
usia 110 Tahun. Sekali lagi Muhammad (SAW) kecil kembali tanpa daya di usianya
yang ke-10. Pengasuhan dirinya dilanjutkan oleh sang Paman Abu Thalib di
rumahnya.
Abu Thalib dikenal sebagai orang baik dan salah
seorang pemuka suku Quraisy. Namun ia pun sangat miskin sehingga tak mampu
menanggung beban keluarganya yang besar. Muhammad (SAW) terpaksa mencari
pekerjaan sebagai buruh; di usianya yang baru sepuluh tahun; agar dapat
menghidupi dirinya sendiri. Mulailah ia menjadi penggembala ternak milik orang
lain, di daerah gurun Makkah yang amat sangat panas. Ia makan dari tetumbuhan
liar yang terdapat di gurun dan meminum susu dari kambing atau domba yang di
gembalakannya. Dengan bertelanjang kaki dan mengenakan pakaian yang tak cukup
untuk sekedar menutupi tubuhnya, ia habiskan waktu seharian di gurun pasir.
Biasanya ia kembali ke rumah sang paman di malam hari untuk sejenak bermalam
disana.
Di gurun pasir itulah ia menghayati bentuk alamiah
dari kehidupan. Kesulitan hidup, kesendirian, dan rasa tanggung-jawab
menjadikannya lebih matang daripada usianya. Sang paman yang pedagang terkesan
dengan kecerdasan dan kematangan keponakannya. Maka ketika Muhammad (SAW)
berusia 12 tahun, Abu Thalib mengajaknya dalam perjalanan dagang ke Syria.
SARAN SEORANG PENDETA
Ketika kafilah dagang mereka sampai di kota Basra di
wilayah Syria Besar, seorang pendeta terkenal di masa itu, Buhairah,
menghampiri Abu Thalib dan mengatakan, "Aku mengenali anak muda ini,
sebagai sosok yang kelak akan dinobatkan sebagai rahmat bagi semesta alam. Hal
ini tetulis jelas dalam kitab-kitab kami." Buhairah selanjutnya
menyarankan kepada Abu Thalib, “Lindungi anak muda ini dari orang-orang Yahudi,
lebih baik bawa ia kembali ke Makkah.”Abu Thalib menuruti saran sang pendeta
tersebut.
REMAJA TELADAN
Kala itu belum ada sistem kepolisian maupun peradilan.
Masing-masing suku menyelesaikan persoalan diantara mereka menurut cara mereka
sendiri. Jika suku yang lemah diperlakukan sewenang-wenang oleh seorang dari
suku yang berkuasa, suku yang lemah hanya bisa terdiam seribu-basa. Sebagai
contoh, seorang lelaki kaya mengambil paksa anak perempuan pengunjung Makkah
yang miskin, maka sang ayah tidak mempunyai jalan keluar untuk mendapatkan
kembali anak gadisnya.
Remaja Muhammad (SAW) tidak senang dengan kekacauan
tatanan demikian. Dikumpulkannya beberapa pemuda dan dibentuknya satuan
sukarelawan untuk melawan kejahatan. Mereka memberi dukungan kepada suku-suku
yang miskin dan lemah. Kelompok ini sangat berhasil dalam mencapai berbagai
tujuan/sasarannya. Hal ini bukanlah sebuah langkah biasa. Langkah ini dengan
cepat membawa perubahan total pada tatanan peradilan di Makkah, dan penghargaan
masyarakat pun tertuju kepada remaja Muhammad (SAW).
PEDAGANG YANG JUJUR
Kejujuran, perilaku sopan-santun, kerja keras, dan
kecerdasan pemuda Muhammad (SAW) merebut hati setiap orang. Hampir seluruh
orang Quraisy adalah pedagang. Khadijah (RA) adalah seorang janda kaya. Ia
meminta Muhammad (SAW) untuk memasarkan barang-barang dagangannya ke Syria.
Seorang pendeta yang lain berkata kepada Muhammad
(SAW) bahwa, kelak ia akan menghapuskan penyembahan berhala dan menyerukan
agama yang benar. Muhammad (SAW) kembali ke Makkah dengan membawa laba
penjualan yang melimpah. Khadijah (RA) pun mengutus lagi misi perdagangan untuk
kedua kalinya, dan sekali lagi misi ini menghasilkan laba yang menggembirakan.
Maisarah, pelayan Khadijah (RA), menyertai Muhammad (SAW) dalam dua perjalan
dagang itu. Ia menuturkan secara rinci berbagai kualitas yang dimiliki oleh
Muhammad (SAW) kepada Khadijah (RA). Muhammad (SAW) adalah juga seorang pemuda
yang menarik. Ketika itu Khadijah (RA) telah berusia 40 tahun, ia sangat
tertarik dengan pribadi Muhammad (SAW) yang baru berusia 25 tahun, dan
berkeinginan menikah dengannya. Maka, iapun menitip pesan kepada Maisarah untuk
Muhammad (SAW). Namun setelah pesan disampaikan, Maisarah kembali kepadanya
tanpa membawa jawaban.
Maka ia meminta bantuan teman dekatnya, Nafisah untuk
menyampaikan pesan yang sama kepada Muhammad (SAW). Nafisah pun menyampaikan
maksud hati Khadijah dan memberikan motivasi kepada Muhammad (SAW) agar
bersedia menikahi Khadijah (RA). Akhirnya gayung bersambut, Muhammad menerima
lamaran Khadijah dan merekapun menikah. Setelah menikah, Muhammad (SAW)
mengambil dua hal penting.
Pertama, Muhammad
(SAW) hendak menolong pamannya, Abu Thalib, yang miskin. Maka diambilnya anak
sang paman, yakni Ali bin Abi Thalib (RA), untuk diasuh dan dibesarkannya.
Kedua, Khadijah
(RA) menghadiahinya seorang budak yang ketika itu masih beragama nasrani dan
berasal dari Syria, yaitu Zaid bin Harits (RA). Muhammad (SAW) memerdekakannya.
Zaid (RA) pun sangat mengagumi kepribadian Muhammad (SAW), maka ia menolak
kembali kepada orangtuanya dan rememilih menghabiskan sisa umurnya menemani
Muhammad (SAW).
KETURUNAN DARI KHADIJAH (RA)
Keturunan pertama Muhammad (SAW) dari Khadijah (RA)
adalah seorang putra yang diberi nama Qasim; ia meninggal dunia di usia
kanak-kanak. Demikian juga dua putra beliau yang lain pun meninggal semasa
kanak-kanak. Keturunan beliau besama Khadijah (RA) yang tumbuh dewasa adalah
empat orang putri. Mereka adalah, Ruqayyah (RA), Zainab (RA), Umi Kulsum (RA)
dan Fatimah (RA).
PRIBADI YANG TERPERCAYA (AL-AMIN)
Ketika Muhammad (SAW) berusia 35 tahun, terjadi dua
bencana di Makkah. Pertama, terjadi kebakaran pada Ka’bah. Kedua, Banjir akibat
hujan meruntuhkan sebagian dari Ka’bah. Pembangunan kembali Ka’bah dilakukan
oleh suku Quraisy. Perselisihan tajam terjadi diantara sepuluh kelompok dalam
suku Quraisy, ini terjadi karena masing-masing kelompok menginginkan
kelompoknyalah yang mendapat kehormatan meletakkan kembali Hajar Aswad ke
tempatnya semula di dinding Ka’bah.
Pertumpahan darah nyaris terjadi sebagai pilihan
penyelesaian perselisihan ini. Namun, akhirnya mereka sampai pada kesepakatan
bulat untuk menyerahkan urusan ini kepada Muhammad (SAW), mengingat bahwa
diantara seluruh penduduk Makkah, beliau dikenal sebagai sosok yang paling
jujur dan condong pada berlaku adil. Berbekal kecerdasan akal budi dan
pandangan yang jauh ke depan, Muhammad (SAW) dapat dengan singkat menyajikan
jalan keluar atas persoalan yang diperselisihkan.
Dimintanya selembar kain dan dibentangkannya kain ini
diatas tanah. Kemudian, diletakkanlah Hajar Aswad di atas kain ini, dan
masing-masing pimpinan kelompok secara bersama memegang lembaran kain dan
mengangkatnya ke dekat dinding Ka’bah. Kemudian Muhammad (SAW) dengan tangannya
sendiri meletakkan kembali Hajar Aswad pada tempatnya semula di dinding Ka’bah.
WAHYU PERDANA
Muhammad (SAW) memiliki kebiasaan merenung di sebuah
goa yang disebut goa Hira’. Di usianya yang ke-40, suatu hal luarbiasa terjadi
ketika beliau sedang berada di goa ini. Malaikat Jibril (AS) hadir disini dan
meminta Muhammad (SAW) untuk membaca (dalam bahasa Arab; Iqra’! = bacalah!).
Muhammad (SAW) pun menjawab, "Aku tak bisa
membaca." Jibril (AS) memeluknya dengan erat dan berkata sekali lagi,
“Iqra!” Muhammad (SAW) pun menjawab lagi, "Aku tak bisa membaca."
Jibril (AS) memeluknya lagi dengan sangat erat dan berkata untuk ke-tiga
kali-nya, “Iqra!” " Akhirnya, Muhammad (SAW) sanggup mengikuti bacaan
malaikat Jibril yang mengumandangkan lima ayat pertama Surah Al-Alaq berikut
ini (Al-Alaq, Ayat 1-5):
Artinya :
Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
DUA PELAJARAN PENTING
Pertama, Kalimat
pertama wahyu ini; Iqra’ (yang berarti “Bacalah”); menghadirkan arti penting
dalam pendidikan dan dakwah Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa menuntut
ilmu Islam adalah kewajiban setiap Muslim (fardu’ ain).
Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat dimana
Allah (SWT) memerintahkan kita untuk mendahulukan mempelajari fakta-fakta atau
mencari ilmu pengetahuan, untuk selanjutnya mempraktekkannya sesuai dengan
pemahaman tentangnya.
Ini berarti, bahwa pengetahuan atas prinsip-prinsip
Islam harus terlebih dahulu dikuasai oleh seseorang sebelum ia menerapkannya.
Melaksanakan Islam tanpa didasari pengetahuan tidak sepatutnya dilakukan. Islam
adalah satu-satunya agama yang mengedepankan pentingnya pendidikan dan
pemahaman semenjak awal kehadirannya.
Kedua, setiap
insan Muslim haruslah memulai segala sesuatu yang dilakukannya dengan menyebut
nama Allah (SWT) [Basmallah]. Ini bermakna bahwa ia mengarahkan perhatian dan
mengedepankan penghargaan kepada Allah (SWT). Contohnya, ketika seorang Muslim
memulai makan dengan membaca basmallah, ia menyadari bahwa bermacam-macam zat
yang terkandung didalam makanannya tercipta, terkandung gizi, terpelihara, dan
tersedia atas ke-Maha-Pemurahan Allah (SWT). Sesungguhnya perbuatan ini pada
diri orang beriman membedakannya dari orang kafir, dan juga menjadi indikator
kemurnian dan kekuatan imannya sebagai Mukmin.
Allah (SWT) telah mengajarkan dua pelajaran penting
ini kepada Rasulullah (SAW) dan para pengikutnya sejak tahap paling awal dari
turunnya wahyu kepada Muhammad (SAW).
SEORANG ISTRI YANG LUAR BIASA
Setelah wahyu pertama di goa Hira’, Muhammad (SAW)
kembali ke rumah dengan membawa pengalaman yang tidak biasa ini dan beliau
sangat cemas terhadap keselamatannya. Istri beliau, Khadijah (RA), menghibur
dan menenteramkannya, juga meyakinkannya bahwasanya Allah (SWT) tak akan
memperlakukan sesuatu yang membahayakannya mengingat bahwa beliau (SAW)
berperilaku sangat mulia. Khadijah menambahkan pula, “Engkau memiliki hubungan
baik dengan saudara-saudaramu sedarah, engkau menolong yang lemah dan yang
miskin, dan engkau sangat ramah-tamah. Engkau menjunjung tinggi kebenaran”.
Demikianlah, Khadijah (RA) bukan hanya sosok perempuan yang tulus, cerdas, dan
seorang istri ideal, iapun seorang Muslim pertama yang menerima dengan sepenuh
hati apapun yang telah diwahyukan kepada Muhammad (SAW).
Untuk lebih menenteramkan hati sang suami, Khadijah
(RA) mengajak Muhammad (SAW) mengunjungi sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang
memeluk dan mengamalkan agama Nasrani yang benar. Setelah menyimak penuturan
Muhammad (SAW), Waraqah berkata, "Malaikat yang telah menjumpaimu itu
adalah juga yang dahulu datang kepada Musa (AS) menyampaikan firman Allah
(SWT). Semoga saya masih hidup ketika kelak terjadi peristiwa dimana masyarakat
mengusirmu dari tanah kelahiranmu sendiri." Muhammad (SAW) bertanya,
"Akankah mereka benar-benar mengusirku?" Waraqah berkata,
"Masyarakat selalu bersikap tak bersahabat terhadap seorang pembawa
risalah seperti dirimu." Beberapa hari setelah pertemuan itu Waraqah pun
wafat.
Khadijah (RA) menyerahkan seluruh harta dan berbagai
sumber-daya yang dimilikinya mengikuti arahan Nabi Muhammad (SAW) demi
menegakkan Islam. Ia tegar berdiri di sisi sang suami dalam senang maupun
susah. Sebagai contoh, ketika para penyembah berhala di Makkah melancarkan
boikot sosial dan ekonomi kepada warga Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib yang
berlangsung selama tiga tahun. Kesulitan hidup pun semakin tak tertahankan.
Para pengikut Nabi (SAW) terpaksa harus mengkonsumsi dedaunan tumbuhan liar dan
kulit hewan untuk bertahan hidup. Erangan tangisan anak-anak tak henti-hentinya
karena sakit menahan lapar. Khadijah (RA) yang sebelum masa boikot adalah warga
kaya dan hidup nyaman, bersama sang suami pun ikut tak luput merasakan
penderitaan sebagaimana yang lain selama masa boikot itu.
Dua orang anak perempuan Khadijah dipaksa bercerai
oleh kaum kafir, sebagai sarana menambah kepedihannya dalam penderitaan itu.
Merasa belum puas dengan perlakuan itu, putrinya yang bernama Raqayyah, yang
dinikahi Utsman bin Affan (RA) dijadikan sasaran berikutnya. Pasangan ini
bahkan disiksa jauh lebih parah sehingga mereka hijrah ke Habsyah.
Allah (SWT) menyukai keteguhan iman, ketabahan,
kesetiaan, dan ketulusan Khadijah (RA). Didalam hadits Bukhari, dirawayatkan
oleh Abu Hurrairah (RA), suatu hari malaikat Jibril (AS) sedang duduk bersama
Nabi Muhammad (SAW); Jibril (AS) berkata kepada Nabi (SAW), "Khadijah (RA)
sedang mendatangimu dengan membawa makanan didalam sebuah kemasan. Manakala ia
tiba, sampaikanlah salam Allah (SWT) dan salamku kepadanya. Berilah kabar
gembira kepadanya tentang sebuah rumah berhiaskan aneka batu permata disediakan
untuknya di Surga Firdaus. Suasana disana amatlah tentram dan damai, tiada
kegaduhan dari apapun juga. Ia sedikitpun takkan mengalami kesulitan dan
kepayahan di rumahnya didalam Surga.” Betapa ia seorang perempuan istimewa dan
ditinggikan derajatnya. Jika para Muslimah mampu menerapkan ketulusan dan
kesabaran serupa terhadap para suami mereka, Allah (SWT) pun akan memberikan
ganjaran serupa kepada mereka.
WAHYU BERIKUTNYA YANG MENGGETARKAN
Wahyu ke-dua yang diturunkan adalah, tujuh ayat
pertama dari surat Al-Muddatstsir. Setiap ayatnya begitu singkat namun sangat
bertekanan dan bermakna sangat dalam.
Surah Al-Muddatstsir, Ayat 1-7:
Surah Al-Muddatstsir, Ayat 1-7:
Artinya :
1.
Hai orang yang berkemul (berselimut), [Wahai engkau
Muhammad (SAW). Engkau sedang beristirahat dengan nyaman, bangkitlah untuk
berjuang atau berjihadlah untuk menegakkan kalimat Allah (SWT)].
2.
Bangunlah, lalu berilah peringatan! [Bangunlah dan
peringatkanlah manusia perihal akibat perilaku mereka yang menentang Allah
(SWT). Didalam kalimat ini terkandung peringatan akan datangnya Hari Kiamat.]
3.
Dan Tuhanmu agungkanlah. [Tegakkanlah Keagungan
Tuhanmu di bumi ini. Berbagai bentuk perlawanan terhadap risalah ini hendaklah
kamu tumbangkan]
4.
Dan pakaianmu bersihkanlah, [Peliharalah kebersihan
dirimu baik luar maupun dalam, juga jiwamu, yang mana hal ini dengan sendirinya
menjadi daya-tarik terhadap orang lain kepadamu.]
5.
Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah,
[Jauhkan dirimu dari penyembahan terhadap berhala-berhala.]
6.
Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. [Janganlah berharap balasan yang besar atas setiap
pengorbanan yang engkau telah lakukan. Teruslah berjuang dengan semangat untuk
melakukan pengorbanan yang lebih besar lagi.]
7.
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
[Hadapilah semua tantangan terhadap risalah yang engkau emban dengan penuh
kesabaran untuk menggapai ridha Allah (SWT).]
Ayat-ayat diatas menyatakan tujuan dan sasaran risalah
baru ini (Islam), jangka pendek dan jangka panjang. Pergerakan ini bukan hanya
bersifat religius namun juga mencakup aspek sosial dan ekonomi. Dengan demikian
Nabi Muhammad (SAW) telah diutus untuk melaksanakan perubahan/revolusi simultan
dibidang agama, sosial dan ekonomi.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon