Kehadiran Muhammad sebagai Nabi dan Rasul telah
tertulis dalam setiap kitab samawi yang mendahalui Al Quran yaitu kitab Taurat,
Zabur dan juga kitab Injil. Kabar bahwa akan datangnya seorang manusia yang
akan diangkat sebagai Nabi seluruh umat juga telah didakwakan oleh para Nabi
pendahulu Muhammad.
Muhammad yang terlahir sebagai yatim piatu, sudah
diuji kesabarannya sejak ia berumur 8 tahun. Saat usia tersebut ia sudah
kehilangan orang yang merawatnya semasa hidup, yaitu kakeknya Abdul Muthalib.
Semenjak ditinggal kakeknya, Muhammad dirawat oleh pamannya Abu Thalib
Muhammad terlahir sebagai pribadi yang tidak mau
mengikuti agama kebanyakan penduduk Quraisy saat itu yang masih menyembah
berhala yang mereka namai Al-Latta dan Al Uzza. Muhammad terlahir dengan
memeluk agama yang telah diberikan kepadanya dan bertuhankan Allah swt.
Tanda Muhammad sebagai Nabi dan Rasul seperti yang
dikisahkan oleh Nabi dan Rasul sebelumnya belum disadari oleh paman Muhammad,
Abu Thalib. Hingga pada suatu hari Abu Thalin hendak berdagang ke Syam. Ia pun
mengajak Muhammad yang masih anak-anak ikut dengannya.
Dalam perjalanan inilah Abu Thalib melihat
keganjilan pada Muhammad. Dalam cuaca tanah Arab siang hari memiliki pancaran
sinar matahari yang amat terik, Abu Thalib dan Muhammad tidak merasakan hal
tersebut. Abu Thalib menengadah ke langit dan melihat gumpalan awan terus
mengikuti setiap langkah Rasulullah saw. Abu Thalib yang keheranan hanya
menganggap hal ini sebagai hal yang kebetulan menurutnya. Mereka pun bertemu
dengan rombongan pedagang lainnya dan sama sama ingin berdagang ke Syam.
Dari kejauhan seorang pendeta Bahira sedang duduk di
depan gerejanya dan melihat gumpalan awan yang aneh tersebut. Sekeliling
Jazirah Arab begitu terik dan tidak terlihat awan sama sekali, namun awan yang
terpangpang di hadapan matanya begitu jelas terlihat berjalan sangat perlahan
mengikuti sekumpulan orang. Ia pun teringat dengan surat yang dikatakan dalam
Injil tentang kehadiran seorang Nabi yang bernama Ahmad. Ia juga mengetahui
bahwa pedagang yang ingin ke Syam selalu beristirahat di gerejanya. Ia pun
menanti kedatangan rombongan tersebut dengan penuh rasa penasaran.
Hingga akhirnya, sampailah rombongan tersebut ke
gereja Pendeta Bahira. Abu Thalib berkata:
“Bolehkah kami beristirahat di gerajamu wahai
pendeta Bahira?”
“Tentu saja, bahkan saya sendiri sangat mengharapkan
hal tersebut”
Sesampainya di gereja tersebut pendeta Bahira masih
memperhatikan awan yang masih ada bergerumul di atas gerejanya dengan tenang
dan tak terusik.
Dipenuhi rasa ingin tahu, pendeta Bahira menyiapkan
jamuan makanan untuk para tamunya. Ia pun mempersilahkan kepada Abu Thalib dan
rombongannya hadir dalam jamuan tersebut. Kedermawanan dan keramahan Pendeta
Bahira tak dapat ditolak oleh Abu Thalib. Muhammad waktu menunggu di luar.
Menurut pamannya seorang anak kecil belum dapat dihadirkan dalam acara jamuan makan
dengan para pria dewasa.
“Apakah semua tamu sudah hadir dalam jamuan makan
ini?” Tanya Pendeta Bahira
“Iya semuanya sudah berada dalam ruangan ini” jawab
Abu Thalib
“Apa Anda tidak meninggalkan seorang pun?”
“Hanya seorang anak kecil yang menunggu di luar”
“Ajaklahi ia bergabung dalam ruangan ini, jangan
sisahkan seorang pun untuk bergabung dalam jamuan makan ini”
Abu Thalib kemudian memanggil Muhammad untuk turut
serta dalam jamuan makan tersebut. Pendeta Bahira tanpa disadari oleh tamu
lainnya memperhatikan awan yang sejak tadi memayungi gereja, mengikuti kemana
pun anak kecil yang bersama Abu Thalib ini melangkah. “Inikah tabir kejadian
aneh ini?” Gumam Bahira.
Di tengah tengah tamunya yang sedang menyantap
hidangan Bahira terus memperhatikan anak kecil ini. Mencari bukti kenabian
dalam dirinya.
Usai jamuan makan saat itu, Bahira kemudian menemui
Abu Thalib.
“Wahai Abu Thalib, siapakah gerangan anak kecil
ini?”
“Dia adalah anakku?” jawab Abu Thalib
Bahira tertegun, dalam kitab yang ia pelajari ia
tahu bahwa kelak manusia yang akan diangkat sebagai Nabi penutup semua Nabi,
adalah seorang yatim piatu. Namun mengapa ia memiliki seorang ayah sedang
terdapat padanya tanda tanda kenabian? Tanyanya dalam hati. Bahira kembali
bertanya
“Apakah ia anak kandungmu?”
“Bukan!”
“Lalu?”
“Anak ini ialah anak saudaraku, ia adalah
kemonakanku. Ia bersamaku dan aku menjamin keselamatannya”
“Bagaimana dengan ayah kandungnya?”
“Ayahnya telah tiada ia terlahir sebagai yatim piatu
tanpa ayah dan ibu”
Mendengar penjelasan dari Abu Thalib semakin yakin
Bahira kepada anak tersebut sebagi manusia yang kelak akan diangkat sebagai
Nabi. Sesuai yang tertulis dalam ikhwal kitab sucinya.
Ia pun bertanya kepada Muhammad
“Demi Al Latta Al Uzza” ia mengagungkan berhala
tersebut “Mauka kau menjawab segala pertanyaan yang ku ajukan kepadamu, wahai
Muhammad?” tanya Bahira dengan kagumnya.
“Wahai Tuhan Bahira, janganlah engkau bertanya
dengan menyebut nama berhala tersebut. Demi Allah, tiada hal yang kubenci di
dunia ini selain dari berhala yang tuan Bahira sebutkan” jawab Muhammad tegas
Bahira tertegun. Ia semakin yakin dengan tanda
kenabian yang melekat pada diri Muhammad.
“Baiklah” kata Bahira sambil tersenyum “Demi Allah,
maukahkamu menjawab pertanyaan yang kuajukan kepadamu, wahai Muhammad?”
“Tanyakanlah”
Bahira kemudia menanyakan keseharian Muhammad,
caranya makan, dan bagaimana sikapnya jika bergaul dengan anak anak se usianya.
Muhammad menjawab pertanyaan tersebut dengan tenang
dan penuh kejujuran.
Mendengar jawaban tersebut, Pendeta Bahira yakin
dengan dirinya. Tidak salah lagi anak di depannya ialah anak yang akan diangkat
sebagai Nabi dan Rasul oleh Allah swt.
“Wahai, Abu Thalib, tahukah kau siapa anak ini
sebenarnya” tanya Bahira
“Tidak”
“Ia adalah anak yang kelak akan diangkat sebagai
Rahmatal lil alamin, sesuia dengan yang diramalkan oleh para Nabi dan Rasul
sebelumnya. Ia akan diangkat sebagi Nabi dan Rasul”
“Hah?”
“Benar” kata Bahira meyakinkan Abu Thalib.
Sesungguhnya anak ini akan diangkat sebagi Nabi dan Rasul. Jika kelak aku
diberi umur panjang, maka aku akan menjadi pengikut pertamanya. Demi Allah aku
beriman kepada utusanNya.
“Wahai Abu Thalib” kata Bahira lagi, “Janganlah kau
bawa serta Muhammad ke Syam. Jika orang-orang melihat tanda kenabian padanya,
maka orang orang Yahudi akan membunuhnya. Paling tidak mereka akan
memperdayainya. Lindungilah dia dari ancaman itu”
“Aku akan melindunginya, bukan karena telah
mendengar penjelasanmu, melainkan aku akan melindungi karena ia adalah
kemonakanku yang juga merupakan kewajibanku untuk menjamin keselamatannya”
“Aku turut berdoa, agar ia selamat dari ancaman
tersebut”
Mereka pun berbincang cukup lama. Hingga akhirnya
rombongan khalifa tersebut melanjutkan perjalanan ke Syam..
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon