Maulanasysyaikh
Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
adalah seorang ulama karismatis dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat dan
merupakan pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam terbesar di provinsi
tersebut. Di pulau Lombok, sebutan Syaikh lebih dikenal dengan sebutan Tuan
Guru, yang di Jawa identik dengan Kyai. Seperti Hamka, beliapun memiliki nama
singkatan, yaitu Hamzanwadi (Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul
Wathan Diniyah Islamiyah).
Kelahiran
'Al-Mukarram Maulana
al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid' dilahirkan
di Kampung Bermi, Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 17 Rabiul
Awwal 1316 Hijriah bertepatan dengan tanggal 5 [[Agustus 1898 Masehi dari
perkawinan Tuan Guru Haji Abdul Madjid (beliau lebih akrab dipanggil dengan
sebutan Guru Mukminah atau Guru Minah) dengan seorang wanita shalihah bernama
Hajjah Halimah al-Sa'diyah.
Nama kecil beliau adalah 'Muhammad
Saggaf', nama ini dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang sangat menarik
untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum beliau dilahirkan ayah beliau, TGH.
Abdul Madjid, didatangi orang waliyullah masing-masing dari Hadramaut dan Magrabi.
Kedua waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni
"Saqqaf". Kedua waliyullah itu berpesan kepada TGH. Abdul Madjid
supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama "Saqqaf" yang artinya
"tukang memperbaiki atap". Kata "Saqqaf" di Indonesia-kan
menjadi "Saggaf" dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi
"Segep". Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan
"Gep" oleh ibu beliau, Hajjah Halimah al-Sa'diyah.
Setelah menunaikan ibadah haji,
nama kecil beliau tersebut diganti dengan 'Haji Muhammad Zainuddin'.
Nama ini pun diberikan oleh ayah beliau sendiri yang diambil dari nama seorang ulama
besar yang mengajar di Masjid al-Haram. Akhlak dan kepribadian ulama besar itu
sangat menarik hati sang ayah. Nama ulama besar itu adalah Syaikh Muhammad
Zainuddin Serawak, dari Serawak, Malaysia.
Silsilah
Silsilah Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak bisa diungkapkan secara jelas dan runtut,
terutama silsilahnya ke atas, karena catatan dan dokumen silsilah keluarga
beliau ikut hangus terbakar ketika rumahnya mengalami musibah kebakaran. Namun,
menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang
terpandang, yakni dan keturunan sultan-sultan Selaparang, sebuah kerajaan Islam
yang pernah berkuasa di Pulau Lombok. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan keturunan Kerajaan Selaparang yang
ke-17.
Pendapat ini tentu saja paralel
dengan analisis yang diajukan oleh seorang antropolog berkebangsaan Swedia
bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan ziarah yang dilakukan Tuan
Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ke makam Selaparang pada tahun 1971,
sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum (Pemilu). Praktek ziarah semacam
ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, termasuk
masyarakat Sasak, untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping
itu pula, Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak pernah
secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan
pernyataan-pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah ketununannya,
yakni kaitan genetiknya dengan sultan-sultan Kerajaan Selaparang.
Keluarga
Maulana Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak kandung
beliau lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Saudah, Haji
Muhammad Sabur dan Hajjah Masyitah.
Ayahnya TGH. Abdul Madjid yang
terkenal dengan penggilan "Guru Mu'minah" adalah seorang muballigh
dan terkenal pemberani. Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum
penjajah, sedangkan ibunya Hajjah Halimah al-Sa'diyah terkenal sangat salehah.
Sejak kecil al-Mukarram Maulana
al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terkenal sangat jujur dan
cerdas. Karena itu tidaklah mengherankan bila ayah-bundanya memberikan
perhatian istimewa dan menumpahkan kasih sayang begitu besar kepada beliau.
Ketika melawat ke Tanah Suci Mekah untuk melanjutkan studi, ayah-bundanya ikut
mengantar ke Tanah Suci. Ayahnya-lah yang mencarikan guru tempat beliau belajar
pertama kali di Masjid Haram dan sempat menemani beliau di Tanah Suci sampai
dua kali musim haji. Sedangkan ibunya Hajjah Halimatus Sa'diyah ikut bermukim
di Tanah Suci mendampingi dan mengasuh beliau sampai ibunya tercintanya itu
berpulang ke rahmatullah tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Mu'alla
Mekah.
Dengan demikian, tampak jelaslah
betapa besar perhatian ayah-bundanya terhadap pendidikan beliau. Hal ini juga
tercermin dari sikap ibunya bahwa setiap kali beliau berangkat untuk menuntut
ilmu, ibunya selalu mendoakan dengan ucapan "Mudah mudahan engkau mendapat
ilmu yang barakah" sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan
kepergian beliau sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu
ketika, beliau lupa pamit pada ibunya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke
pintu gerbang baru sang ibu melihatnya dan kemudian memanggil beliau untuk
kembali, Gep, gep, gep (nama panggilan masa kecil beliau), koq lupa
bersalaman?, ucap ibu beliau dengan suara yang cukup keras. Akhirnya,
beliau pun kembali menemui ibunya sembari meminta maaf dan bersalaman. Lalu
sang ibu mendoakan beliau. Mudah-mudahan anakku mendapatkan ilmu yang
barokah. Setelah itu beliau kemudian berangkat ke sekolah. Hal ini
merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran ibunya akan penting dan
mustajabnya doa ibu untuk sang anak sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah
SAW, bahwa doa ibu menduduki rangking kedua setelah doa Rasul.
Pendidikan
Pengembaraan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
menuntut ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan
belajar mengaji [membaca Al-qur'an] dan berbagai ilmu agama lainnya, yang
diajarkan langsung oleh ayahnya, yang dimulai sejak berusia 5 tahun.
Pendidikan Lokal
Setelah berusia 9 tahun, ia
memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919
M. Setelah menamatkan pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan oleh
ayahnya untuk menuntut ilmu agama yang lebih luas dari beberapa Tuan Guru
lokal, antara lain TGH. Syarafudin dan TGH. Muhammad Sa'id dari Pancor serta
Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari desa Kelayu, Lombok Timur. Ketiga guru
agama ini mengajarkan ilmu agama dengan sistem halaqah, yaitu para santri duduk
bersila di atas tikar dan mendengarkan guru membaca kitab yang sedang
dipelajari, kemudian masing-masing murid secara bergantian membaca.
Pendidikan di Mekkah
Untuk lebih memperdalam ilmu
agama, Muhammad Zainuddin remaja berangkat menuntut ilmu ke Mekah diantar kedua
orang tuanya, tiga orang, kemenakan dan beberapa orang keluarga, termasuk pula
TGH. Syarafuddin. Pada saat itu beliau berusia 15 tahun, yaitu menjelang musim
Haji tahun 1341 H/1923 M. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid langsung mencari rumah kontrakan di Suqullail, Mekah.
Belajar di Masjid Al-Haram
Beberapa setelah musim Haji
usai, TGH. Abd. Madjid mulai sibuk mencarikan guru buat anaknya. Sampailah
pencarian TGH. Abd. Madjid pada sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar di
lingkaran tersebut bernama Syaikh Marzuki, seorang keturunan Arab kelahiran
Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjid Haram, yang saat itu
berusia sekitar 50 tahun. Disanalah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
diserahkan untuk belajar.
Selain itu juga sempat belajar
ilmu sastra pada ahli syair terkenal di Mekah, yakni Syaikh Muhammad Amin
al-Kutbi dan pada saat itu berkenalan dengan Sayyid Muhsin Al-Palembani,
seorang keturunan Arab kelahiran Palembang yang kemudian menjadi guru beliau di
Madrasah al-Shaulatiyah.
Ketika ayah TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji
pada Syaikh Marzuki, karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang
berarti dalam menuntut ilmu selama ini. Namun, ia belum sempat mencari guru,
terjadi perang saudara antara kekuasaan Syarif Husein dengan golongan Wahabi.
Belajar di Madrasah Al-shaulatiyah
Dua tahun setelah terjadinya
huru hara tersebut, Muhammad Zainuddin Abdul Madjid muda berkenalan dengan
seseorang yang bernama Haji Mawardi dari Jakarta. Dari perkenalannya itu ia
diajak masuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh Syaikh
Salim Rahmatullah. Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath.
Madrasah al-Shaulatiyah adalah
madrasah pertama sebagai permulaan sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi.
Madrasah ini sangat legendaris, gaungnya telah menggema di seluruh dunia dan
telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia. TGKH. Muhammad Zainuddin
masuk Madrasah al-Shaulatiyah pada tahun 1345 H (1927 M) yang waktu dipimpin
(Mudir/Direktur), Syaikh Salim Rahmatullah yang merupakan cucu pendiri Madrasah
al-Shaulatiyah. Sudah menjadi tradisi bahwa setiap thullab yang masuk di
Madrasah Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang
cocok bagi thullab. Demikian pula dengan TGKH. Muhammad Zainuddin, juga ditest
terlebih dahulu. Secara kebetulan diuji langsung oleh Direktur al-Shaulatiyah
sendiri, Syaikh Salim Rahmatullah dan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath.
Hasil test menentukan di kelas
3. mendengar keputusan itu, TGKH. Muhammad Zainuddin minta diperkenankan masuk
kelas 2 dengan alasan ingin mendalam mata pelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf.
Semula Syaikh Hasan bersikeras agar TGKH. Muhammad Zainuddin masuk kelas 3,
tetapi pada akhirnya melunak dan mengabulkan permohonan untuk masuk kelas 2 dan
sejak itu TGKH. Muhammad Zainuddin secara resmi masuk Madrasah al-Shaulatiyah
mulai dari kelas 2. Prestasi akademiknya sangat istimewa. Beliau berhasil
meraih peringkat pertama dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa,
TGKH. Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6
tahun, padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4,
kemudian loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemudian pada tahun-tahun
berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9.
Sahabat sekelas TGKH. Muhammad
Zainuddin bernama Syaikh Zakaria Abdullah Bila, mengakui kejeniusannya dan
mengatakan: Syaikh Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena
kejeniusannya yang tinggi dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini.
Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, dan kawan sekelasku dan saya belum pernah
mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi pada waktu
saya bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Al-Shaulatiyah Mekah.
Predikat istimewa ini disertai
pula dengan perlakuan istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis
langsung oleh ahli khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud
al-Rumani atas usul dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa
itu memerlukan pengorbanan, ibu yang selalu mendampingi selama belajar di
Madrasah al-Shaulatiyah berpulang ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah
al-Shaulatiyah pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat
"mumtaz" (Summa Cumlaude).
Setelah tamat dari Madrasah
al-Shaulatiyah, tidak langsung pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah
selama dua tahun sambil menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji
Muhammad Faisal. Waktu dua tahun itu dimanfaatkan untuk belajar antara lain
belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan
demikian, waktu belajar yang ditempuh selama di Tanah Suci Mekah adalah 13 kali
musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Ini berarti selama di Mekah sempat
mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali.
Setelah selesai menuntut ilmu di
Mekah dan kembali ke tanah air, TGKH. Muhammad Zainuddin langsung melakukan
safari dakwah ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas
oleh masyarakat. Pada waktu itu masyarakat menyebutnya 'Tuan Guru Bajang'.
Semula, pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat
pemuda-pemuda Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil
Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 mendirikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
(NWDI) dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun ajaran 1940/1941.
Kepemimpinan
Kesuksesan perjuangan seseorang
tokoh atau pemimpin banyak ditentukan oleh pola kepemimpinannya. Kearifan
seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan
keberhasilan perjuangannya.
Perjuangan dan kepemimpinan
merupakan dua hal yang saling mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil
baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di
samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan
keberhasilan perjuangan.
Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid dikenal sebagai ulama' besar di Indonesia karena ilmu
yang dimiliki sangat luas dan mendalam. Demikian juga charisma beliau sebagai
sosok figure ulama demikian besar. Beliau adalah tokoh panutan yang sangat
berpengaruh karena kearifan dan kebijaksanaannya. Perjuangan dan kepemimpinan
beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan dan
penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya
terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan
manfaat kepada umat.
Sebagai contoh dapat dikemukakan
bahwa penghargaaan beliau kepada mahaguru yang paling dicintai dan disayangi.
Maulana Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath diwujudkan dalam bentuk pondok
pesantren Hasaniyah NW di Jenggik, Lombok Timur. Penghargaan kepada mahagurunya
Maulana Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi diwujudkan dalam bentuk Pondok
Pesantren Aminiyah NW di Bonjeruk Lombok Tengah, dan penghargaan kepada
Mahagurunya Maulana al-Syaikh Salim Rahmatullah beliau sudah merencanakan untuk
mendirikan sebuah Pondok Pesantren di Lombok Timur. Pola kepemimpinan yang
beliau contohkan di atas hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
wawasan ilmu yang dalam serta pemimpin yang memiliki kearifan dan
kebijaksanaan.
Demikian pula tentang pendekatan
yang beliau lakukan selalu bernilai paedagogik dalam arti mengandung
nilai-nilai pendidikan. Beliau tidak mau bahkan tidak pernah bersikap sebagai
pembesar yang disegani. Beliau selalu bertindak sebagai pengayom yang berada di
tengah-tengah jama'ah dan senantiasa menempatkan diri sesuai dengan keberadaan
dan kemampuan mereka. Demikian juga halnya di kala beliau memberikan fatwanya
selalu disesuaikan dengan kondisi dan jangkauan alam pikiran murid dan
santerinya.
Pembawaan dan sikap hidup beliau
selalu menunjukkan kesederhanaan. Inilah yang membuat beliau selalu dekat
dengan para warganya dan murid-muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan
charisma yang beliau miliki. Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya
ditampung, di dengar, dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan
dan kebijaksanaan dengan tidak merugikan salah satu pihak.
Untuk melanjutkan dan
mengembangkan perjuangan Nahdlatul Wathan di masa datang, beliau sangat
mendambakan munculnya kader-kader yang memiliki potensi dan militansi, serta
loyalitas yang tinggi, baik dari segi semangat, wawasan, maupun bobot keilmuan.
Dalam banyak kesempatan beliau sering menyampaikan keinginannya agar murid dan
santri beliau memiliki ilmu pengetahuan sepuluh bahkan seratus kali lipat lebih
tinggi daripada ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Demikian motovasi yang
selalu beliau kumandangkan supaya murid dan santri beliau lebih tekun dan
berpacu dalam menuntut ilmu pengetahuan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam menerima dan menghadapi
para murid dan santeri serta warga Nahdlatul Wathan, beliau tidak pernah
membedakan antara yang satu dengan yang lain. Semua murid dan santeri serta
warga Nahdlatul Wathan di berikan perhatian dan kasih saying yang sama
besarnya, bagaikan cinta dan kasih saying seorang bapak kepada anak-anaknya.
Yang membedakan murid dan
santeri di hadapan beliau adalah kadar keikhlasan dan sumbangsihnya kepada Nahdlatul
Wathan. Dan, untuk membina dan memonitor kualitas kader Nahdlatul Wathan,
beliau mengeluarakan wasiat dalam bahasa Arab, yang artinya:
Dengan menyebut nama Allah
dan dengan memuji-Nya semoga keselamatn tetap tercurah padamu, demikian pula
rahmat Allah, keberkatan, ampunan dan ridha-Nya.
Anak-anak yang setia dan
murid-muridku yang berakal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu disisiku ialah yang
paling banyak bermanfaat untuk perjuangan Nahdlatul Wathan dan sejahat-jahat
kamu disisiku ialah yang paling banyak merugikan perjuangan Nahdlatul Wathan.
Karena itu, kuatkanlah
kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, berjuanglah kemudian berjuanglah di jalan Nahdlatul
Wathan untuk mempertinggi citra agama dan negara. Niscaya kamu dengan kekuasaan
Allah swt. Tergolong pejuang agama, orang saleh dan mukhlish baik pada waktu
sendirian maupun pada waktu bersama orang lain.
Semoga Allah membukakan pintu
rahmat untuk kami dan kamu dan semoga ia menganugerahi kami dan kamu serta para
simpatisan Nahdlatul Wathan masuk surga dan nikmat tambahan yang tiada taranya,
yaitu melihat zat-Nya dari dalam surga.
Demikianlah, wasiat ini
dikeluarkan setelah terlihat beberapa kader dari kalangan alumni Madrasah NWDI,
dan mereka yang sudah dibiayai beliau untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih
tinggi keluar dari garis perjuangan oraganisasi. Tidak taat pada
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh beliau. Memang dalam rangka kaderisasi
beliau banyak memberikan bantuan kepada alumni NWDI jdan orang-orang lain untuk
melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi dengan nawaitu khusus dan perjanjian
khusus pula, yaitu untuk setia membela dan memperjuangkan cita-cita NWDI, NBDI
dan NW. Alhamdulillah banyaklah di antara mereka yang benar-benar menepati
janjinya dengan tulus. Sebaliknya ada juga yang khianat pada janjinya, tidak
malu merobek-robek nawaitu pengirimannya. Eksistensi dan aplikasi dari wasiat
ini menjadi tolok ukur kualitas dan kader ketaatan serta keihklasan kader-kader
Nahdlatul Wathan.
Di samping itu, untuk
mempertegas Wasiat Renungan Masa I dan II berbahasa Indonesia dalam bentuk
puisi. Wasiat Renungan Masa ini berisikan nasihat, fatwa dan pedoman bagi warga
Nahdlatul Wathan dalam berjuang.
Lahirnya wasitat-wasiat tersebut
merupakan konsekuensi logis dari pola kepemimpinan beliau yang selalu
menekankan hubungan guru dan murid. Beliau adalah figur pemimpin yang selalu
menekankan agar tetap terjalin dan terpelihara hubungan antara guru dan murid.
Menurut prinsip beliau bahwa tidak ada guru yang membuang murid akan tetapi
kebanyakan murid yang membuang guru.
Perjuangan
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah
Suci Mekah selama 13 tahun kemudian kembali ke Indonesia atas perintah dari
guru beliau yang paling di kagumi, yakni Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath,
pada tahun 1934. Setiba di Pulau Lombok beliau mendirikan Sekembali dari Tanah
Suci Mekah ke Indonesia mula-mula beliau mendirikan pesantren al-Mujahidin pada
tahun 1934 M. kemudian pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M.
beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Madrasah
ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemudian pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362
H/21 April 1943 M. beliau mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah
(NBDI) khusus untuk kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama
di Pulau Lombok yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua
madrasah yang bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus
nama madrasah tersebut diabadikan menjadi nama pondok pesantren 'Dar
al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan'. Istilah 'Nahdlatain' diambil dari
kedua madrasah tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di Pulau Lombok
dan mengajar.
Pada tahun 1952, madrasah-madrasah cabang NWDI-NBDI
yang didirikan oleh para alumni di berbagai daerah telah berjumlah 66 buah.
Maka untuk mengkoordinir, membina dan mengembangkan madrasah-madrasah cabang
tersebut beserta seluruh amal usahanya, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan yang
bergerak di dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah pada tanggal
15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret 1953 M. sampai dengan tahun 1997 ini
lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh Organisasi Nahdlatul Wathan telah
berjumlah 747 buah dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi, begitu juga lembaga sosial dan dakwah islamiyah Nahdlatul Wathan berkembang
dengan pesat bukan hanya di NTB melainkan juga diberbagai daerah di Indonesia
seperti NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi, Kalimantan,
bahkan sampai ke mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
dan lain sebagainya.
Pada zaman penjajahan, al-Mukarram Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI
sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-patriot
bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah. Bahkan secara khusus
al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid bersama
guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama
"Gerakan al-Mujahidin". Gerakan al-Mujahidin ini bergabung dengan
gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau Lombok untuk bersama-sama membela dan
mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Bangsa Indonesia. Dan pada tanggal 7
Juli 1946, TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer NICA
di Selong. Namun, dalam penyerbuan ini gugurlah TGH. Muhammad Faisal Abdul
Madjid bersama dua orang santri NWDI sebagai Syuhada' sekaligus sebagai
pencipta dan penghias Taman Makam Pahlawan Rinjani Selong, Lombok Timur.
Al Mukkarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid sebagai ulama' pemimpin umat, dalam kehidupan
bermasyarakt dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan
berbagai jasa pengabdian, di antaranya :
- Pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin
- Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
- Pada tahun 1943 mendirikan madrasah NBDI
- Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
- Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
- Pada tahun 1947/1948 menjadi Amirul Haji dari Negara Indonesia Timur
- Pada tahun 1948/1949 menjadi anggota Delegasi Negara Indonesia Timur ke Arab Saudi
- Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
- Pada tahun 1952 Ketua Badan Penaseha Masyumi Daerah Lombok
- Pada tahun 1953 mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
- Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
- Pada tahun 1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok
- Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang Lombok
- Pada tahun 1955 menjadi anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)
- Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
- Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
- Pada Tahun 1965 mendirikan Ma'had Dar al-Qu'an wa al-Hadits al-Majidiyah Asy-Syafi'iyah Nahdlatul Wathan
- Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
- Pada tahun 1971-1982 sebagai penasihat Majlis Ulama' Indonesia (MUI) Pusat
- Pada tahun 1974 mendirikan Ma'had li al-Banat
- Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat Bidang Syara' Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram (sampai 1997)
- Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1977 menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1977 mendirikan Fakultas Tarbiyah Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1978 mendirikan STKIP Hamzanwadi
- Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Hamzanwadi
- Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
- Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
- Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
- Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi
- Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
- Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi
Oleh karena jasa-jasa beliau itulah, maka pada tahun
1995 belau dianugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh
pemerintah. Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan
inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi
kebahagian di dunia maupun di akhirat.
Di antara inovasi/rintisa-rintisan beliau adalah
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem
madrasi, membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum
Idul Fitri dan Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi,
meyelenggarakan pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan doa dengan
berhizib, mengadakan syafa'at al-kubro, menciptakan tariqat, yakni
tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum disamping sekolah agama
(madrasah), menyusun nazam berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia, dan
lain-alin.
Sebagai seorang Ulama' mujahid beliau telah memberikan
keteladanan yang terpuji. Seluruh sisi kehidupan beliau, beliau isi dengan
perjuangan memajukan agama, nusa dan bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa perjuangan.
Itulah yang senantiasa terlihat dan terkesan dari seluruh sisi kehidupan beliau
yang patut dicontoh dan diteladani oleh seluruh pengikut dan murid beliau.
Karya
Al-Mukarram Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku ulama' pewaris para Nabi, di
samping menyampaikn dakwah bi al-hal wa bi al-lisan, juga tergolong
penulis dan pengarang yang produktif. Bakat dan kemampuan beliau sebagai
pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak beliau masih belajar di Madrasah
Shaulatiyah Mekah. Namun karena banyaknya dan padatnya kegiatan keagamaan dan
keasyarakatan yang harus diisi maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak
tulisan tampaknya sangat terbatas. Kendatipun demikian di tengah-tengah
keterbatasan waktu itu, beliau masih sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan
doa, dan lagu-lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.
Dalam bahasa
Arab
- Risalah al-Tauhid
- Sullam al-Hija Syarah Safinah al-Naja
- Nahdlah al-Zainiah
- At Tuhfah al-Amfenaniyah
- Al Fawakih al-Nahdliyah
- Mi'raj al-Shibyan ila Sama'i Ilm al-Bayan
- Al-Nafahat ‘ala al-Taqrirah al-Saniyah
- Nail al-Anfal
- Hizib Nahdlatul Wathan
- Hizib Nahdlatul Banat
- Tariqat Hizib Nahdlatul Wathan
- Shalawat Nahdlatain
- Shalawat Nahdlatul Wathan
- Shalawat Miftah Bab Rahmah Allah
- Shalawat al-Mab'uts Rahmah li al-‘Alamin
Dalam bahasa
Indonesia dan Sasak
- Batu Ngompal
- Anak Nunggal
- Taqrirat Batu Ngompal
- Wasiat Renungan Masa I dan II
Nasyid/Lagu
Perjuangan
- Ta'sis NWDI
- Imamuna al-Syafi'i
- Ya Fata Sasak
- Ahlan bi Wafid al-Zairin
- Tanawwar
- Mars Nahdlatul Wathan
- Bersatulah Haluan
- Nahdlatain
- Pacu Gama'
- …dan lain sebagainya.
Wafat
Tarikh akhir 1997 menjadi masa kelabu
Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, hari Selasa, 21 Oktober
1997 M / 18 Jumadil Akhir
1418 H dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut
Hijriah. Sang ulama karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid,
berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di kediaman beliau di desa
Pancor, Lombok Timur. Tiga warisan besar beliau tinggalkan: ribuan ulama,
puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang
tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara.
Beliau adalah ulama pewaris para nabi. Beliau sangat
berjasa dalam mengubah masyarakat NTB dari keyakinan semula yang mayoritas animisme,
dan dinamisme menuju masyarakat NTB yang islami. Buah perjuangan beliau jugalah
yang menjadikan Pulau Lombok sehingga dijuluki Pulau Seribu Masjid. Karena di
seluruh kampung di Lombok pasti kita temukan masjid untuk tempat ibadah dan acara
sosial, baik yang berukuran kecil maupun besar.
Perjuangan beliau dalam menegakkan syiar Islam dan
pendidikan dibumi Indonesia tidak boleh terhenti begitu saja, namun harus terus
di lanjutkan oleh siapa saja, baik umat muslim Indonesia secara keseluruhan dan
masyarakat Sasak pada umumnya, maupun oleh kader-kader Nahdlatul Wathan yang
telah di didik melalui lembaga-lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan serta
seluruh warga Nahdlatul Wathan (abituren, pencinta dan simpatisan) pada
khususnya.
Akhirnya, memperhatikan seluruh riwayat kelahiran,
pendidikan, dan perjuangan Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Madjid baik untuk
masyarakatnya dan negaranya, maka sudah sepantasnya Beliau ini diangkat sebagai
Pahlawan Nasional Perjuangan. Namun sayang seribu sayang, sampai hari ini saya
belum mendengar pemerintah mengeluarkan SK untuk pengangkatan Beliau sebagai
Pahlawan Nasional. Padahal, setiap ada kegiatan HULTAH (Hari Ulang Tahun
organisasi NW ini) sudah sering kedatangan para pejabat dari pusat. Presiden
SBY pun pernah datang ke Pancor ini sebelum jadi presiden. Pejabat lain yang
pernah saya catat kedatangannya adalah: Yusril Ihza Mahendra, MS Ka’ban, Hatta
Rajasa, Tifatul Sembiring, Hidayat Nurwachid, Nurmahmudi Ismail, Syafii
Antonio, dll.
Wallahua'lam bi al-Shawab
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon