Sabtu, 30 Maret 2013

MENGENANG SYUHADA TRAGEDI KONFLIK DI AMBON



Peristiwa yang bertepatan dengan tanggal 1 Syawal 1420H itu menjadi tragedi berdarah dan memilukan bagi umat Islam Maluku pada khususnya dan seluruh kaum Muslimin pada umumnya. Peristiwa tersebut menunjukkan wajah asli kaum Salibis yang secara biadab dan brutal melakukan pembantaian dan penyerangan terhadap kaum Muslimin Ambon yang tengah merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Ribuan nyawa Muslim melayang, puluhan ribu dari mereka harus eksodus atau mengungsi dari Ambon demi keselamatan mereka tanpa membawa barang apapun karena rumah-rumah atau barang-barang mereka telah hangus terbakar dan dijarah para perusuh salibis.

Peristiwa Idul Fitri berdarah 19 Januari 1999 bukanlah satu-satunya peristiwa yang menjadi fakta kebrutalan salibis terhadap kaum Muslimin di Maluku. Bisa dikatakan, peristiwa tersebut adalah yang terbesar sekaligus awal dari berbagai peristiwa pembantaian secara masif terhadap kaum Muslimin di Maluku sejak tahun 1998.

Tragedi Idul Fitri berdarah juga telah menjadi awal letupan terjadinya “perang agama” antara kaum Muslimin dan kaum salibis secara berkepanjangan hingga perjanjian damai tahun 2002. Rangkaian peristiwa pembantaian terhadap kaum Muslimin oleh para teroris salibis yang bermula di Ambon berlanjut sampai Maluku Utara. Salah satu peristiwa paling mengenaskan, setelah Tragedi Idul Fitri berdarah adalah pembantaian kaum Muslimin yang tengah berlindung  di dalam masjid di kecamatan Tobelo, Halmahera Maluku Utara. Ketika itu mereka diserang kaum salibis.

Ratusan kaum Muslimin menjadi korban dalam peristiwa pembantaian tersebut. Saking banyaknya mayat yang ada di dalam masjid, sebagian besarnya hangus terbakar. Untuk membersihkan masjid dan mengangkat jenazah yang akan dikuburkan secara massal itu, sampai-sampai diperlukan buldozer untuk mengangkutnya.

Perang besar antara kaum Muslimin dan kaum salibis yang berlangsung cukup lama akhirnya berakhir pada tahun 2002 melalui perjanjian damai yang ditandatangani oleh perwakilan dari kedua belah pihak. Perjanjian damai yang kemudian dikenal dengan istilah perjanjian Malino bukanlah perjanjian damai pertama, sebab sebelumnya telah berulangkali dilakukan perjanjian damai namun selalu dilanggar oleh salibis dengan melakukan penyerangan ke wilayah Muslim.

Namun Perjanjian Malino yang ditandatangani pada tahun 2002 itu ternyata  tidak menghentikan kebrutalan salibis untuk kembali  membantai kaum Muslimin. Dua tahun setelah perjanjian Malino, tepatnya pada tanggal 25 April 2004, kaum salibis dengan dikomando oleh RMS (Republik Maluku Sarani=Nasrani) kembali berulah menyerang kaum Muslimin.

Peristiwa penyerangan terhadap warga muslim Ambon terjadi setelah para salibis mengadakan upacara bendera memperingati HUT RMS yang jatuh pada tanggal 25 April 2004. Upacara HUT gerakan separatis salibis RMS yang ke lima puluh tersebut telah memicu bentrokkan antara warga Muslim dan Kristen di Ambon.

Bentrokkan tersebut kemudian berlanjut dengan penyerangan oleh kaum salibis terhadap permukiman Muslim di Kampung Waringin. Akibat serangan teroris salibis tersebut ratusan rumah milik warga Muslim habis terbakar, 28 warga muslim tewas terkena tembakan senjata api dan terkena ledakan bom dan ratusan orang terluka parah. Sampai hari ini tidak ada satupun perusuh salibis yang ditangkap oleh polisi yang dianggap sebagai pelaku dan bertanggung jawab terhadap peristiwa penyerangan kampung muslim waringin.

Ambisi Salibis
Ambisi salibis untuk mendirikan negara Kristen RMS telah menyebabkan mereka secara brutal mengadakan penyerangan terhadap kaum Muslimin. Dan ambisi salibis untuk mendirikan negara Kristen RMS tidak pernah mati, itu artinya sampai kapanpun potensi konflik masih terus ada di Maluku seperti halnya konflik di Palestina.

Dan pada waktu-waktu selanjutnya terjadi beberapa kali upaya salibis untuk kembali menyulut peperangan di Ambon. Di antara peristiwa-peristiwa tersebut adalah:
·         Peristiwa penembakkan rombongan jamaah Haji pada bulan Maret 2005 oleh oknum Polisi Kristen bernama Otnil Layaba alias Otis. Peristiwa ini menewaskan seorang warga muslim bernama Ismail pellu. Peristiwa penembakkan ini pun direkayasa oleh polda Maluku sebagai peristiwa kecelakaan Lalu lintas.
·         Pelemparan granat kearah masjid Al Fatah oleh salibis pada tahun 2007.
·         Peledakkan bom di pelabuhan ambon oleh salibis bernama Betus Saiya pada tahun 2007.
·         Peledakkan bom di Mardika oleh salibis bernama Betus Saiya pada tahun 2007. Betus saiya yang ditangkap oleh Polisi dengan tuduhan sebagai pelaku pengeboman Mardika dan pelabuhan Ambon akhirnya dibebaskan oleh hakim sebelum pengadilan selesai dilaksanakan dengan alasan tidak cukup bukti dan tidak cukup saksi.
·         Rangkaian peristiwa teror terhadap kaum muslimin oleh salibis pada tahun 2007 tersebut tidak berlanjut menjadi kerusuhan yang lebih besar. Dan peristiwa terakhir fakta kebrutalan salibis terhadap kaum Muslimin Ambon terjadi antara September sampai Desember 2011. Diantara peristiwa kebrutalan salibis pada bulan September sampai desember 2011 diantaranya adalah:
·         Pembunuhan keji terhadap Darfin Saiman, seorang tukang ojek Muslim oleh salibis di perkampungan Kristen Gunung Nona. Peristiwa ini menyulut kemarahan kaum muslimin karena pembunuhan ini direkayasa oleh Polisi Polda Maluku sebagai kecelakaan Lalu lintas tunggal hingga akhirnya peristiwa ini menjadi pemicu terjadinya bentrokkan besar antara warga Muslim dan Kristen di Ambon pada tanggal 11 September 2011.
·         Penyerangan Kampung muslim Waringin oleh salibis pada tanggal 11 September 2011. Akibat penyerangan ini 8 warga Muslim tewas terkena tembakkan, seratus orang lebih terluka terkena lemparan batu dan panah, dan ratusan rumah milik warga muslim di kampung Waringin hangus terbakar. Sampai sekarang tidak ada satupun pelaku penyerangan dari kelompok salibis yang ditangkap oleh polisi.
·         Penyerangan permukiman muslim di Jalan Baru ambon oleh perusuh salibis pada tanggal 20 oktober 2011 pukul 04.00 WIT dinihari. Dalam peristiwa ini tiga bangunan milik warga Muslim habis dibakar oleh para perusuh salibis dan dua orang warga Muslim terluka parah. Hingga kini tidak satupun pelaku penyerangan yang ditangkap oleh Polisi.
·         Penyerangan Kampung Muslim Air Mata Cina (Amaci) Ambon pada tanggal 13 Desember 2011. Penyerangan oleh salibis terhadap kampung Amaci terjadi sejak pukul 01.00 WIT sampai pukul 05.00 WIT menjelang subuh. Keterlambatan aparat keamanan menyebabkan 5 rumah milik warga Muslim habis dibakar oleh para perusuh salibis dan 12 warga Muslim terluka parah terkena lemparan batu dan ledakkan bom. Dan lagi-lagi, seperti kasus-kasus sebelumnya sampai hari ini tidak ada satupun dari pelaku penyerangan yang ditangkap oleh polisi.
·         Pelemparan bom oleh salibis kearah permukiman muslim di Air mata cina pada tanggal 25 desember 2011 pukul 04.00 WIT.Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Itulah serangkaian fakta kebrutalan  salibis terhadap kaum muslimin Ambon yang tidak diketahui dan dilupakan oleh banyak orang. Hal itu dikarenakan peristiwa-peristiwa tersebut tidak pernah diberitakan secara jujur dan tidak terekspos oleh media-media sekuler yang menguasai pemberitaan di negeri ini. Kasus yang menimpa tersebut tidak kalah mengerikan dan sadis dibandingkan kasus-kasus lain yang terjadi di Indonesia.

Hebatnya lagi, hingga kini belum ada satupun tersangka dari para perusuh dan penggerak massa salibis yang ditangkap oleh pihak kepolisian Polda Maluku.

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon