Kerajaan Selaparang
adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau Lombok. Pusat kerajaan ini
pada masa lampau berada di Selaparang (sering pula diucapkan dengan Seleparang),
yang saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang, kecamatan Swela, Lombok
Timur.
Sejujurnya minim sekali yang
dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang, terutama sekali tentang
awal mula berdirinya. Namun, tentu saja terdapat beberapa sumber objektif yang
cukup dapat dipercaya. Salah satunya adalah kisah yang tercatat di dalam daun Lontar
yang menyebutkan bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang tidak akan pernah bisa
dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran agama Islam di Pulau
Lombok.
Sejarah
Berdirinya
Selaparang
Disebutkan di dalam daun Lontar tersebut bahwa agama
Islam salah satunya (bukan satu-satunya) pertama kali dibawa dan disebarkan
oleh seorang muballigh dari kota Bagdad, Iraq, bernama Syaikh Sayyid
Nururrasyid Ibnu Hajar al-Haitami. Masyarakat Pulau Lombok secara
turun-temurun lebih mengenal beliau dengan sebutan Ghaos Abdul Razak.
Nah, beliau inilah, selain sebagai penyebar agama Islam, dipercaya juga
sebagai cikal bakal Sulthan-Sulthan dari kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau
Lombok. Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala (disebut pula Nala
Segara) diyakini pula sebagai leluhur Sulthan-Sulthan di Pulau
Lombok.
Betara Nala memiliki seorang putra bernama Deneq
Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid
Abdrurrahman. Beliau ini dikenal pula dengan nama Wali Nyatok, Kata
"Nyatoq" artinya Nyata. Ia disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan
yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, ketinggian ilmu
tarekatnya telah mendorongnya untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan
Kayangan dan kemudian menetap di desa Rambitan, Lombok Tengah,
sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini. Wali Nyatok ini di Pulau Bali terkenal dengan nama Pedanda
Sakti Wawu Rauh atau Dang Hyang Dwijendra. Adapun di Sumbawa
terkenal dengan nama Tuan Semeru, sedangkan di Pulau Jawa beliau bernama
Aji Duta Semu atau Pangeran Sangupati. Wali Nyatoq dikenal juga
di Lombok dengan nama Datu Pangeran Djajing Sorga yang dipercaya datang
dari Majapahit, Kabangan]], Jawa Timur, untuk menyebarkan agama Islam. Ia
dikenal sebagai penyebar agama Islam, pun dianggap sebagai seorang Wali Allah.
Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tasawuf dan Fiqh.
Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang digunakannya adalah
Wayang, sebagaimana yang dilakukan pula oleh Sunan Kalijaga. Adapun bentuk
mistik Islam yang dibawanya merupakan kombinasi (sinkretisme) antara mistisme
Islam (Sufisme) dengan salah satu ajaran filsafat Hindu, yaitu Advaita Vedanta.
Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaos Abdul
Razak. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke Pulau Lombok.
Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke Pulau Lombok untuk
pertama kalinya sekitar tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara
tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Ghaos Abdul Razak mendarat di Lombok bagian
utara yang disebut dengan Bayan. Beliaupun menetap dan berda'wah di sana.
Beliau kemudian menikah dan lahirlahi tiga orang anak, ya'ni Sayyid Umar,
yang kemudian menjadi datu Kerajaan Gunung Pujut, Sayyid Amir, yang
kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan Syarifah Qomariah atau
yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.
Kemudian Ghaos Abdul Razak menikah lagi dengan seorang
putri dari Kerajaan Sasak yang melahirkan dua orang anak, ya'ni seorang putra
bernama Sayyid Zulqarnain (dikenal juga dengan sebutan Syaikh 'Abdul
Rahman) atau disebut pula dengan Ghaos 'Abdul Rahman, dan seorang
putri bernama Syarifah Lathifah yang juluki pula dengan Denda Rabi'ah.
Sayyid Zulqarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus
pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Datu Selaparang atau Sulthan
Rinjani.
Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara
Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaos Abdul Razak yang sama-sama
dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal Sulthan-Sulthan
Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik
kemudian adalah: Tidakkah keduanya memang orang yang sama? Tidakkah yang
dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaos Abdul Razak, dan Wali Nyatok
adalah Ghaos 'Abdul Rahman. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa
dahulu seorang tokoh seringkali menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang
berbeda.
Kejayaan Selaparang
Kerajaan Selaparang tergolong
kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah
berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun
1667-1668 Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus rnerelakan salah
satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu
direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya
pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel (Bali)
dari arah barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit
melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, akan tetapi
kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam
jumlah yang cukup besar pula.
Setelah pertempuran sengit
tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk
membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan
kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran perbukitan,
tepat di desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini,
panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang
daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan
pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan
akan segera dapat diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun
memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan
ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata
air yang melimpah.
Berbagai sumber menyebutkan,
bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah
sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya
hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa seorang raja muda bernama Sri
Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu
(1630 Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan
Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu
sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama
Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sulthan
Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.
Keruntuhan Selaparang
Sekalipun Selaparang unggul
melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang
bersamaan, suatu kekuatan baru dari bagian barat telah muncul pula. Embrio kekuatan
ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani
liar dari Karang Asem (Pulau Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya
mendirikan koloni di kawasan Kota Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian
secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi kerajaan
kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi.
Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel
dari Bali Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh
laskar Kerajaan Selaparang.
Namun, bahaya yang dinilai
menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan
asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi
militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian
kuat mampu dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah
kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan
laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Dalam upaya menghadapi masalah
yang baru tumbuh dari bagian barat itu yakni Kerajaan Gelgel, Kerajaan Mataram Karang
Asem dan terutama sekali Belanda?maka secara tiba-tiba saja, salah seorang
tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan bernama Arya Banjar Getas,
ditengarai berselisih paham dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal
posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Pada
akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya memutuskan untuk
meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi tentara Kerajaan Mataram
Karang Asem (Bali) yang mana pada saat itu sudah berhasil mendarat di Lombok
Barat. Kemudian atas segala taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana
dengan pihak Kerajaan Mataram Karang Asem untuk bersama-sama menggempur
Kerajaan Selaparang. Pada akhirnya, ekspedisi militer tersebut telah berhasil
menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1672 Masehi.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon