Mahavira (599
– 527 SM) atau Vardhamana (Sansekerta: वर्धमान)
artinya pahlawan besar. Vardhamana dilahirkan sekitar tahun 599 SM di India
sebelah timur laut, di daerah yang sama dengan Buddha Gautama di lahirkan
walaupun satu generasi lebih awal. Anehnya, kehidupan kedua orang itu banyak
persamaanya yang menarik. Vardhamana anak bungsu dari seorang pemimpin, dan
seperti juga gautama dibesarkan dalam kemewahan. Pada umur tiga puluh tahun,
dia menjauhkan lingkungannya, keluarga (dia mempunyai seorang istri dan seorang
anak perempuan), meninggalkan lingkungannya yang nyaman, dan memutuskan mencari
kebenaran dan kepuasan spiritual.
Vardhamana dilahirkan sekitar
tahun 599 SM di India sebelah timur laut, di daerah yang sama dengan Gautama
Buddha dilahirkan walaupun segenerasi lebih dulu. Anehnya, peri kehidupan kedua
orang itu banyak persamaannya yang menarik. Vardhamana anak terkecil seorang
pemuka, dan seperti juga Gautama dibesarkan dalam gelimang kemewahan. Di umur
tiga puluh tahun, dia jauhkan kekayaan, familinya (dia punya istri dan seorang
anak perempuan), meninggalkan lingkungannya yang nyaman, dan memutuskan mencari
kebenaran dan kepuasan spirituil.
Vardhamana menjadi pendeta
aliran disiplin Parsvanatha yang meski kecil namun teramat keras aturannya.
Selama dua belas tahun dia melaksanakan meditasi dan renung diri, dan selama
itu melaksanakan batasan-batasan moral serta hidup dalam kemiskin-papaan. Kerap
puasa, tak punya milik pribadi dalam bentuk apa pun, tidak sebuah cangkir atau
pun piring untuk meneguk air dan mengumpulkan sesuap nasi pemberian orang.
Meskipun mulanya ada dia berbaju, tetapi kemudian dicampakkannya dan berjalan
kian kemari dalam keadaan tubuh sepenuhnya telanjang bulat. Dia biarkan
serangga merayapi badannya dan tak diusirnya walau binatang itu menggigit
kulitnya. India itu tempatnya orang-orang suci berkeliaran kian kemari, masuk
kampung keluar kampung, melompati got dan selokan, jauh lebih banyak dari
sebangsanya di Barat. Walau penampilan dan tingkah laku Mahavira sering-sering
menimbulkan godaan orang, cercaan, hinaan dan gamparan, toh kesemuanya itu
ditelan dan diendapnya belaka tanpa balasan.
Tatkala umurnya mencapai empat
puluh dua tahun, Mahavira memutuskan bahwa dia pada akhirnya sudah mencapai
kecerahan spirituil. Dia habiskan sisa umur yang tiga puluh tahun berkhotbah
dan mengajar pendalaman spirituil yang sudah diraihnya. Ketika dia tutup mata
di tahun 527 SM, dia sudah peroleh banyak pengikut.
Dalam beberapa hal doktrin
Mahavira amat mirip dengan ajaran Buddha dan Hindu. Kaum Jain percaya bahwa
apabila jasad manusia mati, sang jiwa tidaklah ikut-ikutan mati bersama sang
jasad tapi beralih (reinkarnasi) ke badan lain (tak perlu badan manusia)
Doktrin perpindahan jiwa ini adalah salah satu dasar pemikiran faham Jainist.
Jainisme juga percaya kepada karma, doktrin tentang etika konsekuensi dari
sesuatu perbuatan akan menimpanya pula di masa depan. Untuk mengurangi
bertambahnya beban dosa dari sesuatu jiwa, yakni menyucikannya, merupakan
tujuan utama dari ajaran agama Jain. Sebagian Mahavira mengajarkan, ini bisa
dicapai dengan cara menjauhi kesenangan. Khusus buat pendeta-pendeta Jain,
dianjurkan melaksanakan hidup dengan kesederhanaan yang ketat. Adalah suatu
kemuliaan apabila seseorang membiarkan dirinya mati kering-keranting kelaparan!
Aspek agama Jain yang sangat
penting adalah tekanannya pada doktrin ahimsa atau tanpa kekerasan. Jain
menegaskan bahwa ahimsa termasuk sikap tanpa kekerasan terhadap binatang dan
manusia. Akibat dari kepercayaan ini, mereka “vegetarian” alias cuma makan
tetumbuhan, termasuk rumput dan alang-alang, kalau doyan. Tapi, penganut yang
taat kepada agama Jain ini berbuat lebih jauh lagi dari itu: nyamuk yang
menggigit kulit dibiarkan semau-maunya; biar lapar, tidak bakalan mau makan di
tempat gelap. Bukankah kalau gelap jangan-jangan bisa kemasukkan lalat atau
tertelan kalajengking? Makanya, kalau penganut Jain mau menyapu dia punya jalan
atau pekarangan, dia akan rogoh kantong upah orang lain melakukannya, takut
siapa tahu nginjak serangga atau cacing.
Dari kepercayaan-kepercayaan macam
begini, jelaslah penganut Jain sukar diharapkan tergerak untuk mencangkul
tanah. Di tanah banyak semut, gasir, jangkrik dan rupa-rupa binatang kecil,
bukan? Bisa mati kegencet mereka itu! Maka nyatanya memang orang-orang Jain
tidak bergerak di bidang pertanian. Dan banyak lagi kerja tangan yang dilarang
oleh agama mereka. Walhasil, agama Jain bisa dijadikan contoh seberapa jauh
sesuatu kepercayaan bisa mempengaruhi tingkah laku dan cara hidup masyarakat.
Meskipun mereka hidup di atas tanah areal agrikultur, mayoritas penganut Jain
berabad lamanya berkecimpung di bidang perdagangan. Sikap agama Jain mendorong
mereka bekerja rajin. Akibatnya, tidaklah mengherankan apabila orang-orang Jain
tergolong berada dan partisipasi mereka dalam kegiatan kesenian dan intelektuil
India cukup banyak dan menonjol.
Asalnya, agama Jain tak punya
sistem kasta. Tapi, berkat interaksi yang terus-menerus dengan agama Hindu,
sistem ini berkembang juga di dalam Jainisme, meskipun tidaklah seekstrim
Hindu. Hal serupa, meskipun Mahavira sendiri tidak berbicara perihal Tuhan atau
dewa-dewa, lewat kontak itu semacam penyembahan terhadap dewata muncul juga.
Karena tak ada bahan-bahan tulisan oleh Mahavira, perembesan Hinduisme ke
Jainisme tidaklah dapat dihindari. Dari jurusan lain ada pula pengaruh yang
masuk, yaitu Jainisme yang mempengaruhi Hinduisme. Misalnya, penolakan Jainisme
terhadap pembunuhan binatang dan makan daging tampaknya mempengaruhi kalangan
agama Hindu. Lebih jauh lagi, doktrin Jain tentang “tanpa kekerasan” telah menjadi
pengaruh yang berkelanjutan dalam pikiran orang India, bahkan hingga ke jaman
modern. Misalnya, Gandhi teramat kuat terpengaruh oleh ajaran-ajaran filosof
Jain Shrimad Rajachandra (1867 – 1900), yang dianggapnya salah seorang gurunya
atau guru spirituilnya.
Agama Jain tak pernah punya
pengikut dalam jumlah besar. Kini seluruh jumlah mereka di India hanya sekitar
2.600.000. Ini rasanya bukanlah suatu jumlah besar dalam kaitan dengan jumlah
penduduk dunia. Tapi, bila digabung jumlah mereka dalam masa antara 2500 tahun,
tentu merupakan jumlah yang besar juga. Dalam hal menetapkan arti penting
Mahavira, orang harus memperhitungkan agama Jain, yang mungkin lebih dari
lain-lain agama, punya pengaruh yang lestari terhadap kehidupan para
penganutnya.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon