Selasa, 30 Juli 2013

Putri India Menangi Warisan Kerajaan Triliunan Rupiah

Oleh Nirmala George, Associated Press

Ini bisa jadi bahan novel paling laris. Seorang maharaja India yang dinobatkan saat balita dan memiliki kekayaan yang tak terbayangkan banyaknya, mengalami depresi berat di usia tua setelah kehilangan putra satu-satunya.

Sang maharaja pun meninggal beberapa bulan setelah kepergian putra satu-satunya itu. Tetapi anak-anak perempuannya, yang merupakan putri kerajaan, tidak mendapatkan istana, emas dan tanah luas yang seharusnya mereka dapatkan saat lahir. Sebaliknya, mereka hanya diberi beberapa dolar per bulan dari para pegawai istana (yang mereka tuduh ingin menguasai miliaran harta kerajaan dengan wasiat palsu). Sengketa tersebut berkobar selama beberapa dekade.

Pada hari Sabtu, sebuah pengadilan India mengakhiri babak sengketa itu, dengan memutuskan bahwa wasiat Maharaja Harinder Singh Brar dari Faridkot direkayasa.

Putrinya saat ini akan mewarisi rumah dengan nilai sekitar $4 miliar (sekitar Rp41,1 triliun), yang selama ini dikelola wali yang terdiri dari mantan pelayan dan pegawai istana.

Hakim ketua pengadilan Rajnish Kumar Sharma, di sebelah utara kota Chandigarh, pada akhirnya memutuskan kasus tersebut dimenangi oleh putri tertua maharaja itu, Amrit Kaur pada 1992, tutur pejabat pengadilan pada Senin. Pejabat pengadilan itu meminta namanya tidak disebutkan karena dia tidak berwenang untuk berbicara kepada media.

Kekayaan Faridkot merupakan legenda di negara bagian Punjab,India.

Wilayahnya meliputi sebuah benteng berusia 350 tahun, istana dan wilayah hutan di Faridkot, sebuah rumah mewah yang dikelilingi berhektar-hektar tanah di pusat ibu kota New Delhi, India dan properti serupa yang tersebar di empat negara bagian. Sebanyak 18 mobil termasuk sebuah Rolls Royce, Daimler dan sebuah Bentley, seluruhnya dalam kondisi layak jalan.

Sebagai tambahan, terdapat sebuah lapangan terbang di Faridkot, dengan luas 80 hektar yang digunakan pemerintah negara bagian Punjab dan militer. Ada pula harta senilai lebih dari 10 miliar rupee (sekitar Rp1,75 triliun) yang terdiri dari emas, perhiasan yang berhiaskan permata, rubi dan zamrud.

Brar merupakan raja cilik yang dibesarkan di tengah berakhirnya keluarga kerajaan di India. Dia dinobatkan sebagai maharaja di sebuah kerajaan Faridkot yang kecil di barat Punjab, maharaja terakhir yang dinobatkan, di usia tiga tahun, saat ayahnya mangkat.

Setelah India meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1947, Faridkot dan ratusan kerajaan kecil lainnya dimasukkan ke dalam negara tersebut, gelar dan pengaruh kebangsawanan dihilangkan dan keluarga kerajaan tersebut diberikan gaji tetap dari pemerintah India. Pembayaran tersebut, yang disebut “dana pribadi”, dihapus pada 1971.

Beberapa bangsawan jatuh miskin, beberapa mengubah istana pribadi mereka menjadi hotel mewah agar memberi mereka pendapatan. Beberapa keluarga lainnya seperti Brar, menguasai real estate yang sangat menguntungkan dan terus hidup sederhana.

Namun pada 1981, putra satu-satunya Brar, Tikka Harmohinder Singh tewas dalam kecelakaan lalu lintas dan dia kemudian mengalami depresi berat. Sejak itu, ketiga putrinya beralasan bahwa para abdi kepercayaannya berkomplot untuk menguasai harta keluarga mereka. Mereka membuat dana abadi Meharawal Khewaji Trust, dengan memasukkan nama semua pelayan, pegawai dan pengacara maharaja sebagai wali.

Sesaat setelah kematian Brar pada 1989, sebuah wasiat yang menyerahkan seluruh kekayaannya kepada walinya menjadi berita publik. Dua putri termuda Brar, Deepinder Kaur dan Maheepinder Kaur, masing-masing diberikan gaji bulanan sebesar $20 (sekitar Rp205 ribu) dan $18 (sekitar Rp185 ribu). Istri Brar, ibu dan putri tertuanya, pewaris selanjutnya, diusir tanpa diberi uang sepeser pun.

Wali tersebut mengatakan kepada pengadilan bahwa Amrit Kaur sudah dijauhi ayahnya karena menikah dan hal tersebut bertentangan dengan keinginan sang ayah. Kaur mengatakan ayahnya tidak pernah membuat wasiat dan dia tetap berada di sisinya hingga ajal menjemputnya.

Butuh 20 tahun bagi pengadilan tersebut untuk memutuskan perkara itu. Nilai wilayah itu meningkat drastis. Properti di New Delhi sendiri saja bernilai sekitar $350 juta (sekitar Rp3,6 triliun). Salah satu putrinya, Maheepinder Kaur sudah meninggal. Amrit dan Deepinder saat ini berusia 80 tahun.

Pengacara keluarga tersebut Vikais Jain, mengatakan kepada surat kabar India Financial Express bahwa beberapa kekayaan sudah diboroskan.

Para wali mempertimbangkan untuk menggugat putusan pengadilan Chandigarh ke pengadilan tinggi, seperti dikabarkan pada Senin.

 “Wasiat itu asli dan tidak direkayasa. Para wali, setelah mempelajari putusan itu secara rinci bisa menggugatnya ke pengadilan tinggi,” kata Ranjit Singh, pengacara dari pihak wali, seperti dikutip surat kabar The Times of India.

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon