Persaingan kecepatan dan eksklusifitas pemberitaan dalam pemberitaan
saat ini semakin ketat. Tugas wartawan saat ini semakin berat, belum
selesai dengan urusan kode etik jurnalistik salah satunya keberimbangan
pemberitaan (cover both side) wartawan juga dikejar untuk mengejar
kecepatan.
Pandangan itu dikemukakan anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Leanika Tanjung dalam acara 'Sosialisasi dan Diskusi Jurnalis dalam Pemberitaan yang Berperspektif Perlindungan Saksi dan Korban' yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, pada Jumat (18/10).
Leanika mencontohkan semakin banyak pemberitaan media yang mengabaikan keberimbangan pemberitaan dan hanya mengejar sisi eksklusifitas semata.
"Pemberitaan saat ini banyak yang tidak memiliki landasan pemberitaan dan hanya mengejar eksklusifitas dan kecepatan semata. Tidak berimbang dari segi narasumber, satu narasumber sudah cukup dan belum memberikan kesempatan pihak yang bersangkutan dalam pemberitaan, setelah itu langsung diterbitkan," kata Leanika.
Leanika menilai eksklusifitas pemberitaan cenderung keluar dari jalur pemberitaan yang semestinya. Selain itu menurut Leanika, eksklusifitas berarti menjadi yang pertama dalam pemberitaan sedangkan sisi cover both side diabaikan.
"Eksklusifitas itu memotong cover both side pemberitaan, karena semua media kini merujuk pada yang pertama, kemudian saling bersaing dan tidak memikirkan dampak pemberitaannya tanpa sempat memikirkan pelanggaran dalam kode etik jurnalistik," ujar Leanika.
Pandangan itu dikemukakan anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Leanika Tanjung dalam acara 'Sosialisasi dan Diskusi Jurnalis dalam Pemberitaan yang Berperspektif Perlindungan Saksi dan Korban' yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, pada Jumat (18/10).
Leanika mencontohkan semakin banyak pemberitaan media yang mengabaikan keberimbangan pemberitaan dan hanya mengejar sisi eksklusifitas semata.
"Pemberitaan saat ini banyak yang tidak memiliki landasan pemberitaan dan hanya mengejar eksklusifitas dan kecepatan semata. Tidak berimbang dari segi narasumber, satu narasumber sudah cukup dan belum memberikan kesempatan pihak yang bersangkutan dalam pemberitaan, setelah itu langsung diterbitkan," kata Leanika.
Leanika menilai eksklusifitas pemberitaan cenderung keluar dari jalur pemberitaan yang semestinya. Selain itu menurut Leanika, eksklusifitas berarti menjadi yang pertama dalam pemberitaan sedangkan sisi cover both side diabaikan.
"Eksklusifitas itu memotong cover both side pemberitaan, karena semua media kini merujuk pada yang pertama, kemudian saling bersaing dan tidak memikirkan dampak pemberitaannya tanpa sempat memikirkan pelanggaran dalam kode etik jurnalistik," ujar Leanika.
Dalam
forum yang sama, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Stenly Adi Prastyo
memberikan pandangan yang berbeda. Ranah pemberitaan dengan cepat,
menurut Stenly, biasanya dilakukan oleh media online.
Menurut Stenly, perlu memahami struktur kewenagan menaikkan berita sudah banyak terpotong dan menjadi lebih singkat dalam news room media online. Stenly mencontohkan, laporan dari reporter lapangan langsung diterima oleh redaktur. Kemudian proses muat dengan sepengetahuan Redaktur Pelaksana dan Pimpinan Redaksi. Menurut Stenly, semua proses itu berjalan cepat dalam dunia online.
"Sedangkan untuk keberimbangan, biasanya media online memberikan waktu pihak yang berkepentingan dalam pemberitaan yang belum diberi kesempatan akan dihubungi dalam waktu yang berbeda. Bagi media online, tidak ada batasan waktu untuk memberikan waktu bicara pihak yang belum diberi kesempatan, yang penting ada niatan baik dan itu akan keliahatan dengan melihat konsistensi pemberitaannya," kata Stenly.
Namun Stenly mengingatkan, tidak terbatasnya waktu bagi untuk memberikan kesempatan pihak yang berkepentingan dalam pemberitaan bukan berarti tanpa alasan. Misalnya dengan tetap menghubungi dan jangan sampai pihak yang belum memberikan keterangan statusnya sudah keluar konteks dari statusnya dalam pemeritaan awal.
"Misalnya pemberitaan media online tentang korupsi seorang bupati dengan hanya narasumber dari ICW. Kemudian sang Bupati sudah dihubungi dimintai keterangan namun tidak membalas. Biasanya media online menggunakan istilah, 'saat berita ini dimuat bupati yang bersangkutan tidak membalas pesan' atau sebagainya. Namun jangan juga memberi kesempatan kepada bupati itu enam tahun kemudian, setelah dia tidak menjawab, itu sih kelewatan dan tidak ada itikad baik namanya," ujar Stenly.
Menurut Stenly, perlu memahami struktur kewenagan menaikkan berita sudah banyak terpotong dan menjadi lebih singkat dalam news room media online. Stenly mencontohkan, laporan dari reporter lapangan langsung diterima oleh redaktur. Kemudian proses muat dengan sepengetahuan Redaktur Pelaksana dan Pimpinan Redaksi. Menurut Stenly, semua proses itu berjalan cepat dalam dunia online.
"Sedangkan untuk keberimbangan, biasanya media online memberikan waktu pihak yang berkepentingan dalam pemberitaan yang belum diberi kesempatan akan dihubungi dalam waktu yang berbeda. Bagi media online, tidak ada batasan waktu untuk memberikan waktu bicara pihak yang belum diberi kesempatan, yang penting ada niatan baik dan itu akan keliahatan dengan melihat konsistensi pemberitaannya," kata Stenly.
Namun Stenly mengingatkan, tidak terbatasnya waktu bagi untuk memberikan kesempatan pihak yang berkepentingan dalam pemberitaan bukan berarti tanpa alasan. Misalnya dengan tetap menghubungi dan jangan sampai pihak yang belum memberikan keterangan statusnya sudah keluar konteks dari statusnya dalam pemeritaan awal.
"Misalnya pemberitaan media online tentang korupsi seorang bupati dengan hanya narasumber dari ICW. Kemudian sang Bupati sudah dihubungi dimintai keterangan namun tidak membalas. Biasanya media online menggunakan istilah, 'saat berita ini dimuat bupati yang bersangkutan tidak membalas pesan' atau sebagainya. Namun jangan juga memberi kesempatan kepada bupati itu enam tahun kemudian, setelah dia tidak menjawab, itu sih kelewatan dan tidak ada itikad baik namanya," ujar Stenly.
Sumber : Merdeka.com
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon