Rabu, 23 Oktober 2013

Ini suka duka jadi pekerja Freeport

PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan idaman setiap pekerja tambang, baik kawakan maupun yang baru lulus sekolah. Logikanya, dengan status sebagai penghasil tembaga dan emas terbesar di Tanah Air, maka kesejahteraan karyawannya hampir pasti terjamin. Kabar soal tingginya bayaran pekerja Freeport sudah banyak beredar di masyarakat awam.

Rupanya isu ketidakpuasan atas gaji, keamanan kerja, dan fasilitas kesejahteraan tetap saja disuarakan para pekerja di tambang Grasberg, Papua itu.

Strategi mogok kerap dilakukan Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSP-KEP) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) cabang Kabupaten Mimika, mayoritas berisi karyawan Freeport, dalam menuntut peningkatan kesejahteraan. Salah satu yang terbesar, walau ada korban tewas dua karyawan, adalah mogok pada 2011.

Pekerja Freeport
Saat itu, mayoritas karyawan menolak kerja selama tiga bulan. Akibatnya Freeport rugi USD 6,7 juta per hari karena seluruh area berhenti beroperasi. Alhasil direksi memberi proposal kenaikan gaji 37 persen dijalankan bertahap hingga 2013 untuk kemudian dibahas lagi.

Tahun ini, karyawan perusahaan yang berinduk di Amerika Serikat itu menagih janji pada 2011. Aspirasi kencang disuarakan mulai April lalu, dipicu pembahasan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ke-18 yang memang jadi agenda rutin saban Hari Buruh Internasional (1 Mei).

Selanjutnya, isu sedikit bergeser, dengan ratusan pekerja mogok kerja akibat insiden 15 Mei 2013, saat Terowongan Big Gossan ambruk dan menewaskan 28 pekerja yang tengah berlatih simulasi bencana. Para karyawan menyebut ada pejabat Freeport yang harus bertanggung jawab atas peristiwa nahas tersebut. Mogok berakhir ketika terduga pengawas keamanan terowongan dirumahkan sementara.

Serikat pekerja solid, karena tiga perempat dari total 24.000 pegawai resmi Freeport bergabung dengan FSP-KEP SPSI.

Itu sebabnya, Presiden Direktur Freeport Indonesia, Rozik Soetjipto, tak meremehkan anak buahnya. Berbulan-bulan negosiasi, akhirnya tuntutan pekerja dikabulkan kemarin, Selasa (22/10).

"Persiapan perundingan ini mencapai 9 bulan. Kami manajemen sama serikat pekerja sepakat selesaikan dengan musyawarah dan selesai dengan baik," kata Rozik di Ritz Carlton, Jakarta.

Ketua Serikat Kerja Freeport Indonesia Sudiro menerima tawaran itu. "Naik 20 persen (2 tahun) ini jalan tengahnya. Namanya manusia tidak ada puasnya. Tidak disepakati itu (40 persen) ya harus diterima," ungkapnya.

Dengan kepastian gaji meningkat, menarik untuk ditelusuri apa saja keuntungan yang kini didapatkan karyawan tetap Freeport. Sebaliknya, tentu ada duka dan kesulitan yang dialami para pekerja tambang itu, sehingga mereka terhitung rajin menuntut haknya.

Berikut rangkuman merdeka.com soal suka duka menjadi karyawan Freeport Indonesia, hasil pembicaraan bersama sang ketua serikat pekerja:

1. Gaji tinggi
Tidak bisa dipungkiri, penyebab pekerja tetap sumringah dan loyal pada Freeport adalah gaji. Merujuk data Reuters (20/9), buruh Freeport rata-rata memperoleh gaji Rp 4,6 juta hingga Rp 7,7 juta per bulan. Jumlah itu dipastikan meningkat, setelah direksi sepakat menaikkan nominal gaji tetap mereka 20 persen sampai 2015 mendatang.

Sudiro, sang ketua serikat pekerja, memberi angka yang jauh lebih besar dari itu. Dia mengatakan, pekerja tetap yang baru lulus dari jenjang pendidikan strata 1 mendapat remunerasi tinggi. Karyawan dengan pengalaman nol tahun ini disebut pegawai pratama.

"Terbawah Pratama gaji pokok Rp 8 juta sekian tingkat Pratama. Kalau take home pay Rp 20 juta," kata Sudiro.

Untuk tingkatan selanjutnya, pegawai Freeport yang lebih berpengalaman disebut karyawan Muda. Biasanya, yang memiliki jabatan tingkat Muda bertugas sebagai pengawas. Disusul level tertinggi adalah Madya.

Namun demikian Sudiro tidak mengetahui berapa besaran gaji yang diterima dua level atasannya itu.

"Saya saja masih Pratama, tapi bisa saja naik jadi tingkatan Muda tergantung perusahaan. Gajinya saya tidak tahu," ungkapnya.

2. Banyak Tunjangan dan bonus
Sudiro bercerita, setiap pegawai tetap Freeport memperoleh tunjangan bermacam-macam. Mulai tunjangan produksi, tunjangan kesehatan, jaminan hari tua, dan lain sebagainya.

Direksi pun menerapkan sistem bonus. Semakin rajin karyawan, tambahan pendapatan mereka pun ikut membesar.

"Bonus banyak lagi, ada bonus per hari, bonus yang naik itu bonus produksi. Tapi bonus tergantung produktivitas kerja tim. Setidaknya (dulu) 30 persen dari salary itu ada bonus," urainya.

3. Dana pensiun besar
Berbeda dari karyawan swasta lain yang kadang khawatir memikirkan hari tua, pegawai Freeport rata-rata tenang karena dana pensiun mereka tinggi.

Bahkan, berkat keputusan PKB ke-18 yang baru saja disepakati, karyawan Freeport mendapat kenaikan tunjangan pensiun. Dari hitungan pensiun naik dari 1,5 menjadi 1,75.?

Sayangnya Sudiro tidak mampu menjelaskan secara rinci bagaimana menghitung besarnya pensiunan karyawan Freeport.

"Pensiun dulu dikalinya 1,5, sekarang jadi 1,75. Itu hitungannya ada sistem perkalian pensiun," katanya.

4. Kerja di lokasi ekstrem
Sudiro lantas beralih pada duka yang biasa dialami para pekerja. Tambang tembaga dan emas itu berada di daerah dataran tinggi Grasberg dengan medan ekstrem.

Dia menceritakan risiko keselamatan karyawan cukup beragam. Khususnya suhu di lokasi kerja yang tidak seperti daerah lain di Indonesia.

"Berat kerjanya, di bawah cuaca ekstrem. Terus di atas ketinggian rata-rata (suhu) 10 derajat celcius, kalau musim dingin bisa nol (derajat) serta oksigen tipis," akunya.

Insiden nahas runtuhnya terowongan Big Gossan, juga menunjukkan kematian bisa menghampiri karyawan Freeport kapanpun. Kejadian itu justru semakin tragis karena menimpa pekerja yang sedang berlatih rutin soal siaga bencana.

5. Terisolir
Para pekerja bukan cuma warga asli Papua. Banyak juga pendatang, dari Sabang sampai Merauke. Seperti lazimnya bekerja di sektor tambang, kesepian dan jauh dari rumah juga menerpa para karyawan Freeport di Grasberg.

"Kita jauh dari keramaian," kata Sudiro singkat.?

Untuk mencapai Ibu Kota Mimika, butuh waktu berkendara berjam-jam. Kontras dalam laporannya pada 2011 menyebut, karena terisolir dari keramaian, maka inflasi menjulang di kawasan Grasberg. Alhasil, gaji pekerja tak terhitung besar lagi karena kondisi ekonomi serba mahal.

6. Kesejahteraan beda dari Freeport negara lain
Lembaga swadaya Kontras dua tahun lalu melaporkan fasilitas pekerja Freeport di lokasi tambang memprihatinkan. Misalnya kamar karyawan yang kecil, tapi diisi lima sampai enam orang.

Pekerja pun kerap mengeluh, lantaran remunerasi pegawai Indonesia tidak sama dengan sistem yang diterapkan Freeport McMoran di AS atau negara lain.

Di cabang Freeport lain, upah karyawan berkisar USD 20-230 per jam. Sedangkan di Indonesia, sempat hanya USD 3 per jam.

Karenanya, Sudiro menilai tuntutan mereka sejak 2011 soal kenaikan gaji sangat beralasan. Dia mengaku tidak akan berhenti walau sebagian permintaan mereka dipenuhi.

"Karyawan pantas mendapatkan gaji tersebut karena risiko pekerjaan yang besar serta pekerjaan yang berat," tegasnya.

Dia pun menuturkan Serikat Pekerja akan menagih lagi janji kenaikan gaji pada 2016 mendatang. "Sekarang sudah ada konsep ada kesamaan pemahaman sesuai arahan pemerintah. Diharapkan ke depannya akan lebih baik," tutupnya.

Sumber : Merdeka

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon