Gaius Octavius (63 SM-14M) (yang lebih kesohor dengan
julukan Octavian, tidak bersedia menerima gelar Agustus sampai umurnya tiga
puluh lima tahun), dilahirkan tahun 63 SM. Dia cucu kemanakan Yulius Caesar
yang merupakan tokoh politik Romawi di masa muda Octavian. Karena Yulius Caesar
sendiri tak punya anak, amatlah sayangnya ia kepada Octavian dan mendidiknya menjadi
seorang politikus. Tetapi, tatkala Caesar terbunuh tahun 44 SM, Octavian baru
seorang pelajar berumur delapan belas tahun.
Kematian Caesar menimbulkan pergulatan sengit dan lama
diantara pemuka politik dan militer untuk menduduki kursi kekuasaan. Octavian
terlibat dalam pergulatan ini. Pada mulanya, lawan-lawannya yang punya
pengalaman dan berumur lebih tua, menganggap enteng Octavian, dianggapnya tak
lebih dari anak ingusan, bukanlah saingan yang perlu diperhitungkan. Sedangkan
Octavian karena merasa seakan anak Caesar, ingin mengambil keuntungan dari
situasi ini.
Dengan kecermatan yang ada padanya ia berusaha merebut
kemenangan politik dengan mencari dukungan pasukan-pasukan Caesar dan menunjuk
Mark Anthony sebagai pendukung utamanya karena Mark Anthony merupakan sahabat
terdekat Caesar. Serentetan pertempuran pada tahun-tahun berikutnya dapat
melenyapkan lawan-lawan politiknya dalam rangka merebut jenjang kekuasaan. Pada
tahun 36 SM Roma dan banyak lagi daerah-daerah lain yang sudah ditaklukkan dibagi
dua oleh Mark Anthony dan Octavian. Mark Anthony menguasai negeri bagian timur
dan Octavian bagian barat.
Ada beberapa tahun hubungan antara keduanya kurang
akrab karena soal perempuan. Mark Anthony malas-malasan masuk kantor karena dia
mabuk kepayang dengan Cleopatra. Sebaliknya, Octavian dengan tekunnya mengurus
pemerintahan dan memperkuat kedudukannya. Dibanding orang yang lagi slebor
cinta, dengan sendirinya orang yang bebas dari gitu-gituan mampu bikin
rupa-rupa prestasi. Pikiran lebih terpusat, tidak semrawut seperti benang
kusut. Karena beda kondisi mereka berdua terlampau berkepanjangan, tak bisa
tidak ujung-ujungnya senjata ikut bicara. Perang pecah antara Mark Anthony dan
Octavian pada tahun 32 SM. Kemelut akhirnya terselesaikan lewat perang laut
yang menentukan di Actium tahun 31 SM yang sudah barang tentu dimenangkan oleh
Octavian secara mutlak. Risau, kecewa, putus asa, hilang akal, cinta buta yang
sinting mendorong Mark Anthony dan Cleopotra berkeputusan bunuh diri
berbarengan. Sepasang merpati yang senewen itu sama-sama jadi cacing tanah.
Kini Octavian menggenggam kekuasaan yang setara dengan
apa yang pernah dialami Yulius Caesar lima belas tahun sebelumnya. Caesar
dibunuh karena ketahuan mau menghapus pemerintahan Republik Romawi dan menggantinya
dengan sistem kerajaan. Tetapi, di tahun 30 SM, sesudah bertahun bergelimang
perang saudara dan pemerintah sistem republik nyata-nyata tak membawa faedah,
umumnya orang Romawi tak keberatan menerima sistem pemerintahan despot yang
bijak dan tak terlampau keras serta asal secara formalitas sistem republik
tetap berjalan.
Octavian, meski menunjukkan sikap beringas dalam tahap
pergulatan mencapai puncak, anehnya menjadi lembut dan menampakkan gaya
kebapakan begitu berada di atas tahta kekuasaan. Di tahun 27 SM, untuk memikat
perhatian senat, dia bikin pengumuman ingin membangun kembali sistem republik
dan menyatakan kesediaan mundur dari semua jabatan yang dipegangnya. Tetapi
nyatanya dia tetap bertahan pada kedudukannya selaku penguasa propinsi Spanyol,
Gaul, Suriah. Berhubung mayoritas kekuatan angkatan bersenjata berada di ketiga
propinsi itu, kekuatan dan kekuasaan yang sesungguhnya masih tetap berada di
tangannya. Senat dalam pemungutan suara menetapkannya bergelar Augustus, tetapi
dia tak pernah menganggap dirinya seorang raja.
Teoritis, Romawi tetap berbentuk republik dan Augustus
tak lebih dari seorang princeps (warga utama). Kenyataan yang sesungguhnya
menunjukkan, senat yang jinak dan murah hati siap sedia mempersembahkan jabatan
apa saja yang dipilih Augustus dan dalam sisa hidupnya dia merupakan seorang
diktator efektif dalam arti makna yang sebenar-benarnya. Tatkala dia wafat di
tahun 14 SM, Romawi sudah sepenuhnya melampaui masa transisi dari bentuk
republik ke bentuk kerajaan dan anak pungut Augustus menggantikannya tanpa
mengalami kesulitan sama sekali.
Augustus boleh dibilang satu contoh
seorang despot yang berkemampuan dan murah hati dalam sejarah. Dia betul-betul
seorang negarawan, pendekatannya yang bijak berhasil menutup celah-celah
perpecahan yang ditimbulkan oleh perang saudara.
Augustus memerintah Romawi selama
40 tahun dan tindak-tanduk serta garis politiknya jadi anutan kekaisaran pada
masa-masa sesudah dia tiada. Di bawah Augustus pasukan Romawi melakukan
penaklukan mutlak atas Spanyol, Swiss, Galatia di Asia Kecil dan di sebagian
besar daerah Balkan. Pada saat akhir pemerintahannya, perbatasan sebelah utara
wilayah kekuasaannya tidak banyak berbeda dengan garis sungai Rhine Danube yang
menjadi batas belahan utara di abad-abad sesudahnya.
Augustus betul-betul seorang
administator luar biasa dan berkemampuan tak terbandingkan dalam hal mengatur
urusan pemerintahan sipil dan pelayanan masyarakat. Dia merombak sistem
perpajakan dan sistem keuangan negara Romawi, menata kembali angkatan bersenjata
dan membangun angkatan laut permanen. Dia juga membangun pasukan pengawal
pribadi, meletakkan dasar komandan pengawal kaisar yang di abad-abad mendatang
memegang peranan penting dalam hal memilih dan memberhentikan kaisar-kaisar.
Di bawah pemeeintahan Augustus,
dibangun jaringan jalan raya yang luas di segenap wilayah kekuasaan Romawi,
membangun perumahan rakyat yang indah, begitu pula kota-kota baru yang megah.
Kuil-kuil didirikan dan Augustus mendorong ketaatan kepada Agama Romawi.
Diaturnya peraturan tentang perkawinan, dan mengatur cara-cara pendidikan dan
mengasuh anak-anak.
Sejak tahun 30 SM keadaan dalam
negeri Romawi aman tenteram di bawah Augustus. Sumber-sumber alam memberikan
kemakmuran besar untuk rakyat. Akibat sampingan dari semua ini, seni budaya pun
berkembang dengan pesatnya sehingga masa pemerintahan Augustus merupakan jaman
emas bagi kesusastraan. Penyair terbesar Romawi, Virgil, hidup dalam masa ini,
begitu pula pengarang-pengarang terbesar termasuk Horacc dan Livy. Sedangkan
budayawan Ovid yang menimbulkan rasa tidak senang Augustus, diusir dari Romawi.
Augustus tidak punya anak
laki-laki, sedangkan kemanakan dan dua cucunya meninggal sebelum dia sendiri
menutup mata. Itu sebabnya Augustus memungut anak tirinya, Tiberius, dan
menetapkannya jadi penggantinya. Tetapi, dinastinya (yang kemudian termasuk
juga penguasa-penguasa yang tidak populer seperti Caligula dan Nero) segera
menjadi merosot dan layu, walaupun perdamaian dan keamanan dalam negeri yang
dasar-dasarnya diletakkan oleh Augustus (yang disebut Pax Romana) masih bisa
bertahan sekitar 200 tahun. Di masa perpanjangan kondisi yang aman dan makmur
ini, kebudayaan Romawi meresap dengan dalamnya di wilayah taklukan dan binaan
Augustus dan pemimpin-pemimpin Romawi lainnya.
Kekaisaran Romawi terkenal dengan
keantikannya, dan memang kenyataannya begitu. Romawi merupakan bukan saja titik
puncak kebudayaan purba tetapi sekaligus merupakan penyalur utama gagasan dan
hasil besar kultural bangsa-bangsa beradab seperti Mesir, Babylon, Yahudi, Yunani
dan lainnya ke Eropa Barat.
Adalah menarik membandingkan
Augustus dengan pamannya, Yulius Caesar. Lepas dari kerupawanan Agustus,
kecerdasan, kekuatan watak dan sukses-sukses militer, dia tidak mampu
menandingi karisma yang melekat pada diri pendahulunya. Yulius Caesar punya
daya pukau orang-orang sejamannya lebih besar dari apa yang dimiliki Augustus
dan dia tetap masyhur hingga kini. Tetapi pengaruh terhadap sejarah, Augustus
masih punya kelebihan.
Dan juga adalah menarik
membandingkan Augustus dengan Alexander Yang Agung. Keduanya memulai kariernya
sejak usia muda belia, walau Augustus harus mengatasi hambatan-hambatan dengan
lebih keras dan getir dalam perjalanan mencapai puncak kemampuan militernya
tidaklah lebih luar biasa ketimbang Alexander Yang Agung, tetapi benar-benar
mengesankan dan penaklukan-penaklukannya lebih menggemparkan. Kenyataan ini
merupakan faktor yang membedakan antara Augustus dan Alexander Yang Agung.
Augustus dengan penuh kecermatan membangun masa depan, dan sebagian hasil pengaruhnya
yang berjangka lama dalam sejarah kemanusiaan lebih luas.
Augustus bisa juga dibandingkan
dengan Mao Tse Tung atau George Washington. Ketiga-tiganya memainkan peranan
besar dan hampir berkemiripan dalam sejarah. Tetapi diukur dari lamanya masa
kekuasaan Augustus, sukses-sukses politiknya dan arti penting kekuasaan Romawi
dalam sejarah, saya yakin Augustus layak ditempatkan pada daftar urutan lebih
tinggi dari kedua tokoh lainnya.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon