Jumat, 28 Juni 2013

Sopir di pedalaman Kalimantan: Hidup saya di atas roda

Putussibau.
Tubuhnya tidak terlalu tinggi, namun jangan diragukan kemampuannya membawa mobil. Jalan rusak saat menempuh Pontianak menuju Putussibau adalah makanannya sehari-hari.

Sudah 6 tahun Indra menjadi sopir salah satu travel di Pontianak. Maka tak heran, dia begitu hafal kondisi jalan-jalan tersebut. Dia juga tahu betul kapan harus ngebut dan kapan harus mengurangi kecepatan.

Kemampuan bapak dua anak itu begitu terlihat ketika melewati Kecamatan Tayan Hulu dan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jalan itu benar-benar hancur, seperti kubangan kerbau.

Mobil Toyota Innova yang dikemudikannya mulai 'bergoyang' tak karuan. Lajunya pun tak hanya lurus, setir harus dibanting ke kanan dan kiri buat menghindari lobang-lobang yang menganga. Mual, sangat-sangat mual.

"Di belakang kursi sudah disiapkan kantong plastik," kata Indra sambil tersenyum. Kantong plastik? Ternyata memang sengaja disediakan bagi penumpang yang hendak mengeluarkan sisa makanan dari mulut alias muntah.

Benar saja, di tengah perjalanan salah seorang penumpang tak kuasa menahan beratnya medan. Dia meminta Indra menepikan kendaraannya. Keluarlah makanan dalam perut. Kemudian, di dalam mobil selang 1,5 jam kemudian, kejadian serupa terulang.

Menjadi sopir dengan jarak tempuh cukup jauh jelas menyita waktu bagi Indra. Bayangkan, dalam sehari dia harus menempuh jarak sekitar 780 kilometer. Itu membutuhkan waktu 16-17 jam, bisa lebih jika tiba-tiba mendapat kendala di jalan seperti mobil ngadat, atau jalan tak bisa dilalui karena rusak parah.

Bus, taksi sebutan bagi travel di Pontianak biasa jalan pukul 17.00 WIB setiap harinya. Subuh kendaraan tiba di Putussibau. Setelah itu para sopir istirahat, kemudian berangkat lagi pada jam yang sama.

Kapan waktu liburnya? Indra tak narik jika kondisi tubuhnya sedang kurang sehat. Jika tak bawa mobil, dapurnya tidak ngebul. Sebab, dia dibayar harian Rp 250 ribu untuk sekali jalan.

Dengan kerjaan seperti ini, pria yang sempat jadi sopir taksi di Jakarta itu mengaku sangat sedikit memiliki waktu bertemu dengan anak dan istrinya. Tak jarang waktu lebih singkat jika si bos memerintahkannya membawa penumpang yang menyewa mobil.

"Paling ketemu anak istri hitungan menit. Hidup saya ini habis di atas roda mas," ujar Indra yang hanya lulusan SMA itu.

Berbekal pengalaman yang dimiliki, Indra tentu memiliki cita-cita untuk mengubah garis hidupnya. Terbesit di benaknya agar suatu saat kelak dia bisa memiliki usaha travel dengan modal sendiri.

Sekarang, kata Indra, dia bersama istrinya yang bekerja di swalayan sedikit demi sedikit mulai menabung. Harapan pria asli Pontianak ini adalah bisa memiliki waktu lebih dengan keluarga.

"Ingin lihat perkembangan anak. Kadang sedih juga sering ninggalin mereka," tandasnya.
 

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon