Kamis, 27 Juni 2013

Butuh mentalitas buat jadi pengusaha

Raja Sapta Oktohari.
Jumlah wirausaha Indonesia belum mencapai dua persen dibandingkan jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah menargetkan tingkat pengangguran terbuka tahun ini hanya 5,8 persen sampai 6,1 persen.

Data Badan Pusat Statistik per Februari, tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi, yaitu 54,6 juta (47,90 persen), bergelar diploma 3,2 juta (2,82 persen) dan lulusan universitas hanya 7,9 juta orang (6,96 persen).

Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Raja Sapta Oktohari, masih anak muda Indonesia memiliki potensi untuk menjadi wirausaha. "Hipmi membangun kesadaran alternatif pengusaha bukan lagi sebagai profesi tetapi mentalitas jadi pengusaha," katanya.

Berikut penuturan Raja Sapta Oktohari kepada Alwan Ridha Ramdani dan Faisal Assegaf dari merdeka.com saat ditemui Rabu lalu di kantor Badan Pengurus Pusat Hipmi, lantai sepuluh Gedung Palma One, Jalan Hajjah Rangkayo Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Bagaimana potensi anak muda untuk berwirausaha?

Tentu kalau kita bicara potensi anak muda jadi wirausaha muda sangat besar. Indonesia ini mempunyai hampir 250 juta penduduk. Hampir 49 persen didominasi usia produktif umur 15 tahun sampai 45 tahun atau sekitar 120 juta orang. Ini lebih besar dibandingkan kelompok menengah mencapai seratus jutaan orang.

Kita tahu angka pengangguran sampai 18 persen dan angka pengusaha di bawah dua persen. Ini tantangan bagaimana kita mencapai angka pengusaha mencapai dua persen. Data BPS (Badan Pusat Statistik) 2011 menyebutkan ada 15 persen orang berwirausaha di Indonesia tidak teridentifikasi atau tidak teregistrasi.

Kenapa tidak teregistrasi?

Karena untuk mendaftarkan susah, mahal, dan lama. Ini adalah kendala dari legalitas kita hadapai sekarang.

Apakah keinginan untuk wirausaha di kalangan anak muda tinggi?

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) saat ini jadi motor untuk gerakan wirausaha dengan gerakan 'Ayo Jadi Pengusaha' dimulai sejak 2011. 'Hipmi go to campuss' dan 'gerakan entrepreneur tech' menjadi upaya Hipmi membangun kesadaran alternatif sebagai pengusaha bukan lagi sebagai profesi tetapi mentalitas jadi pengusaha.

Semua profesi bisa menjadi pengusaha, termasuk wartawan. Tantangan Hipmi adalah mensosialisakan mentalitas pengusaha. Kita memberikan wacana, gambaran, tentang alternatif profesi jadi pengusaha, bukan hanya sebatas sebagai profesional, pegawai dan sebagainya.

Pasarnya?

Kita memiliki 120 juta kelas menengah dan punya daya beli, tapi pasar ini tidak bisa dijangkau. Ini belum bisa dimasuki oleh orang Indonesia sendiri. Angka ini hanya jadi wacana tetapi belum dapat diinfiltrasi oleh pengusaha lokal.

Seberapa besar keinginan generasi muda menjadi pengusaha?

Ketika kita mensosialisasikan gerakan 'Ayo jadi pengusaha', sudah ada 200 perguruan tinggi bergabung. Itu menunjukkan animo cukup tinggi di kalangan anak muda. Bahkan, topik wirausaha ini menjadi isu hangat bukan hanya di Indonesia, tetapi di Asia Tenggara dan dunia. Hampir semua pertemuan menyelipkan agenda kewirausahaan.

Saat pertama kali saya jadi ketua Hipmi, dapat ucapan selamat dari Menteri Luar Negeri Hilarry Clinton di Bali. Ini menunjukkan begitu perhatian terhadap gerakan kewirausahaan. Saat ini yang harus didorong adalah langkah nyata, bukan hanya wacana atau retorika. Pengusaha tidak bisa beretorika, ujung ujungnya uang. Tugas utama dari Hipmi itu bukan hanya berhimpun tapi cari uang, ini menjadi agenda kita.

Gerakan 'Ayo jadi pengusaha' ini terkait dengan gerakan kampanye global start up nation?

Kita lebih dulu, start up nation dikenalkan di Los Gabos, Amerika Serikat, saat pengenalan financial inclusion di dunia perbankan. Kita mengeluarkan kampanye lebih dulu sebelum KTT ASEAN.

Langkah lain biar anak muda tergerak berwirausaha?

Semua harus ada medianya. Lewat perguruan tinggi adalah langkah dilakukan oleh kita. Ini bukan pekerjaan mudah, tapi banyak langkah tidak bisa saya jabarkan satu-satu. Seingat saya, catatan dari hasil Rakernas, lebih dari 500 kegiatan dilakukan BPP Hipmi dalam satu setengah tahun. Tapi ada 33 DPD kegiatannya lebih banyak dari itu.

Artinya perlu jalan panjang untuk lebih termotivasi berwirausaha?

Payung hukum Hipmi ajukan hanya satu langkah, banyak lagi langkah lain harus kita laksankan. Ini langkah awal, begitu ini jadi, apalagi ini harus terus dilakukan. Saya terbiasa dengan dunia olah raga, tidak ada yang instan.

Tidak ada atlet tiba-tiba jago tinju atau karate. Itu harus melalui proses pelatihan, pendewasaan. Sambil jalan juga harus ada gizi-gizi masuk sesuai. Gurunya melatih benar, lawan latihnya benar, kalau gizinya tidak sesuai dipukul pingsan. Ini fakta, siapa orang bisa melawan orang lebih sehat dari kita. Jadi banyak variabel sekunder menjadi pertimbangan dalam menumbuhkembangkan pengusaha pemula.

Biodata

Nama:
Raja Sapta Oktohari

Tempat dan Tanggal Lahir:
Jakarta, 15 Oktober 1975

Ayah:
Oesman Sapta Odang

Ibu:
Serviati Oesman

Jabatan:
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) (2011-2014)
Wakil Ketua Komite Tetap KADIN Indonesia (2012-sekarang)
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kalimantan Barat (2008-2011)
Ketua Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) DKI Jakarta (2010-sekarang)
 

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon