Kamis, 27 Juni 2013

Jadi pengusaha pemula tidak cukup orisinalitas

HIPMI bertemu dengan wapres.
Pertumbuhan wirausaha pemula di Indonesia masih kalah jauh dibanding negara lain. Jumlah pengusaha masih kurang dari dua persen ketimbang total penduduk.

Selain itu, banyak pengusaha pemula bermunculan cenderung mengikuti tren pasar atau malah sekadar ikut ikutan. Mereka tidak memiliki mentalitas pengusaha siap jatuh bangun.

"Kita tidak khawatir ada pengusaha baru karena secara alamiah akan terus tumbuh pengusaha baru," kata Ketua Umum Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Raja Sapta Oktohari. "Cuman, bagaimana pengusaha baru ini bisa tumbuh kembang, bukan hanya lahir tapi tumbuh."

Berikut penjelasan Raja Sapta Oktohari kepada Alwan Ridha Ramdani dan Faisal Assegaf dari merdeka.com saat ditemui Rabu lalu di kantor Badan Pengurus Pusat Hipmi, lantai sepuluh gedung Palma One, Jalan Hajjah Rangkayo Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Kenapa wirausaha muda ini lama tumbuhnya?

Karena modal, ini klasik. Modal menjadi aspek lain, menjadi tantangan. Di Indonesia semangat saja tidak cukup untuk menjadi wirausaha dan untuk mendapat akses terhadap perbankan.

Pengusaha muda saat ini lebih tertarik pada sektor apa?

Kata pengusaha muda ini luas sekali. Kalau kita pengusaha muda parameternya adalah umur, tetapi skala usahanya luas sekali. Bahkan, ada yang baru jadi pengusaha, ada yang sudah menjadi pengusaha kaliber besar bersaing dengan pemain tambang dan teknologi. Hipmi tidak masuk pada ranah bisnis personal. Tapi hampir semua ukuran bisnis ada unsur Hipminya.

Kalau pemula lebih banyak membidik sektor apa?

Banyaknya pada industri kreatif. Ada 16 cabang dalam industri kreatif. Kita tidak khawatir ada pengusaha baru karena secara alamiah akan terus tumbuh pengusaha baru. Cuman, bagaimana pengusaha baru ini bisa tumbuh kembang, bukan cuma lahir tapi tumbuh. Mikro jadi kecil, kecil jadi menengah, dan menengah menjadi besar. Itu tantanganya.

Faktanya?

Rata-rata pengusaha baru itu tidak lebih dari lima tahun. Setelah lima tahun satu-satu rontok atau selesai.

Faktornya?

Faktornya terlalu banyak. Faktor paling umum karena modal terbatas. Tantangan semakin berat harus berkompetisi denga gajah-gajah serta terlindas dengan sendirinya. Belum ada keberpihakan menjaga konsistensi dari para pengusaha pemula.

Bayi-bayi baru lahir ini harus ada perawatan khusus. Jangan baru lahir, diajak karate dengan pemegang sabuk hitam. Ini tidak masuk akal. Yang jelas, pengusaha baru ini harus memiliki ruang sendiri.

Orisionalitas ide usaha jadi tantangan bagi mereka?

Saya melihatnya begini, orisinalitas di Indonesia belum dihargai. Kalau kita bicara orisinalitas, banyak ide muncul dari orang muda indonesia. Tetapi apresiasinya terhadap orisionalitas itu belum ke sana.

Artinya, sekarang ini ide-ide lahir diadopsi negara-negara lain. Kenapa itu terjadi? Faktanya, biasanya teknokrat, penemu apapun, baik itu bisnis model, produk apapun itu, tidak didasari kemampuan kewirausahaan sehingga gagal untuk menjual atau memasarkan produknya secara individu atau masif.

Ketika kegagalan itu terjadi, biasanya diadopsi luar. Akhirnya muncullah cerita-cerita ini. Faktanya di dunia ada 44 ribu desain grafis, 17 ribu orang berasal dari Indonesia tetapi belum bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Apakah pengusaha pemula itu terlalu menggantungkan modalnya pada KUR?

Ini sepertinya kredit untuk usaha rakyat. Apa bedanya KUR dengan kredit biasa. Misalnya, saya ambil kredit biasa Rp 50 miliar dan si fulan ambil kredit KUR Rp 20 juta. Bedanya apa? Prosesnya sama, prosedurnya sama, jaminannya beda. Artinya, saat saya mengambil kredit Rp 50 miliar atau Rp 20 juta, proses dan prosedurnya sama. Yang beda adalah penjaminannya.

KUR itu hanya pemerintah menjamin sehingga dibebankan 30 persen dari jaminan. Paling utama adalah bankable (orang memenuhi syarat menerima kredit bank). Apakah bankablenya sama? Sama. Ini jadi pertanyaan. Pemerintah baru menetapkan pengusaha yang omzetnya Rp 4,8 miliar per tahun dipajak satu persen. Berarti bankabelnya sudah harus diubah dan lebih fleksibel. KUR ini produk lama. Sebetulnya kita ambil portofolionya. Kalau pemerintah bisa jamin, maka akses terhadap perbankan lebih mudah. Ini sebenarnya kita harapkan.

Artinya jangan sekadar mengharapkan KUR?

KUR itu sukses, bahkan menjadi ditiru negara lain. Saya saksinya, banyak negara lain memperhatikan KUR. Tapi tidak bisa berhenti sampai di situ. Kita ini trauma 1997 sejak gagal dunia perbankan masih dibawa sampai hari ini.

Mestinya ada fleksibilitas pada bankable. Kalau bankeble ini lebih fleksibel, saya yakin dua persen itu mudah sekali. Kalau proses ini mudah, apapun profesinya akan mudah. Syaratnya dengan sandaran terhadap perbankan. Kalau kita bicara investasi, perbankan harus lebih berani investasi terhadap pengusaha pemula, nah kita siapkan payung hukumnya.
 

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon