Senin, 23 September 2013

Beranikah YLKI gugat PP mobil murah?

Astra Agya dan Ayla.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah salah satu pihak yang menentang kehadiran mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC). Lembaga ini menilai semua ketentuan dalam mobil murah justru merugikan masyarakat sebagai konsumen.

Pengurus harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan, aspek harga yang ditawarkan oleh mobil murah menjadi fokus perhatian pihaknya. Sebab, harga murah ternyata tidak terlihat pada implementasinya.

Ketentuan harga, Rp 95 juta per unit mobil, kenyataannya justru melonjak saat konsumen membelinya melalui sistem kredit. "LCGC Membohongi konsumen. Apanya yang murah, jika mobil itu dibeli secara kredit harganya mencapai Rp 140 jutaan," katanya.

Selain itu, spesifikasi terendah mobil murah yakni tanpa AC, tape dan lain sebagainya dengan bandrol harga Rp 75 juta sekalipun ternyata dapat meloncat tinggi. Pasalnya, saat komponen penunjang kenyamanan berkendara itu semua ingin terpasang, setidaknya konsumen harus merogoh kocek lagi hingga Rp 20 juta.

"Apanya yang murah? Itu mobil masih minimalis, belum ada AC, tape dan lain lain. Jika tambah aksesoris lainnya itu bisa nambah Rp 20 juta lagi," kata Tulus.

Kebohongan yang dilakukan oleh mobil murah lainnya, menurut YLKI, adalah pada sisi ramah lingkungan. Mobil murah yang masih menggunakan bahan bakar minyak tidaklah bisa disebut ramah lingkungan. Konsumsi energi tak terbarukan dan faktor pembuangan mesin mobil tersebut jelas merusak lingkungan.

"Ramah lingkungan, apanya yang ramah lingkungan? Wong masih pakai BBM bersubsidi. Ngawur itu!," tegasnya.

Masalah konsumsi BBM ini juga dinilai akan menambah beban anggaran subsidi negara. YLKI menyebut pemerintah tidak akan mampu mencegah masyarakat menggunakan BBM subsidi saat menggunakan mobil murah. Meski dalam ketentuannya mobil ini harus menggunakan BBM dengan kandungan oktan 92 atau BBM non subsidi.

"Pernyataan Menko Perekonomian (Hatta Rajasa) bahwa mobil LCGC akan menekan konsumsi BBM subsidi adalah pernyataan ngawur," tuturnya.

Pengembangan LCGC juga dinilai kian menyurutkan langkah revitalisasi transportasi umum guna mengurangi kemacetan. "Regulasi ini bisa diterima jika sistem transportasi di kota-kota besar sudah memadai dan terintegrasi," kata Tulus.

Untuk itu, YLKI meminta pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 dan menghentikan produksi LCGC. Pertanyaannya saat ini beranikah YLKI menggugat PP mobil murah di Mahkamah Konstitusi?

Hingga berita ini diturunkan, pihak YLKI belum dapat dimintai tanggapannya.

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon