Medio Juli tahun lalu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung berniat turun ke
jalan bersama para produsen tahu dan tempe nasional. Penyebabnya satu,
harga kedelai meroket setinggi langit hingga membuat produsen tahu tempe
tak mampu menahan beban produksi yang tinggi. Hargta kedelai saat itu
mencapai Rp 8.500 per kg.
Krisis kedelai yang terjadi tahun lalu menyita perhatian semua pihak
di negeri ini. Terlebih, tahu dan tempe bisa dibilang sangat dekat
dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Dua jenis panganan murah meriah
itu mendadak sulit dijumpai di pasar tradisional maupun warung kelontong
menyusul aksi para produsen yang memilih stop produksi sementara.
Mogoknya produsen tahu tempe sebagai bentuk protes pada pemerintah
yang tak kunjung berhasil menstabilkan harga kacang kedelai yang menjadi
bahan baku utama membuat tahu dan tempe.
Ratusan produsen tahu dan tempe yang tergabung dalam Primer Koperasi
Produsen Tahu Tempe Indonesia maupun Koperasi Perajin Tempe Tahu
Indonesia (Kopti) mulai menyetop produksi mereka.
Krisis kedelai tidak hanya terjadi tahun lalu. Awal 2008, tingginya
harga kedelai secara tidak langsung 'menghilangkan' tahu dan tempe di
pasaran. Pengrajin tahu dan tempe memilih menyetop produksi lantaran
beban produksi yang terlalu besar. Ketua Umum Asosiasi Tempe
(Gakoptindo) Aip Syarifudin menceritakan, pada 2008, harganya kedelai di
kisaran Rp 8.200 per kg.
Krisis kedelai berpotensi kembali terjadi tahun ini. Lagi-lagi karena
masalah yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Harga kedelai kembali
meroket setelah tahun lalu sempat stabil di kisaran Rp 5.500 per kg.
Kini, sejalan dengan melemahnya nilai tukar Rupiah dan ulah nakal
importir, harga kedelai kembali meroket tajam. Menyentuh angka Rp 9.200
per kg.
Produsen tahu dan tempe kembali bersiap-siap untuk mogok produksi. Otomatis, tahu dan tempe bakal kembali 'hilang' di pasaran.
"Ya mau demo mogok produksi 9-11 September," ujar Aip Syarifudin kepada merdeka.com, Senin (2/9) malam.
Dia menuturkan, naiknya harga kacang kedelai akhir-akhir ini juga
mengakibatkan pengusaha tahu dan tempe terancam gulung tikar. Sebab,
hasil penjualan tahu dan tempe tidak mampu untuk membeli kacang kedelai
yang merupakan bahan utama pembuatan tahu dan tempe.
"Sudah banyak para pengusaha yang menurunkan produksinya. Sekitar 10
persen - 15 persen mereka (pengusaha) gulung tikar diantara
114.000-115.000 pengusaha tahu dan tempe seluruh Indonesia," kata Aip
Syarifudin.
Sesungguhnya, kata dia, pengusaha tahu tempe tidak mau harus
memberhentikan karyawannya. Namun, hal itu diakui tidak terelakkan di
saat krisis kedelai seperti saat ini. "PHK juga mereka lakukan, mulai
satu dua orang, lama-lama mereka bangkrut kan," jelasnya.
Lanjutnya, saat ini sudah banyak pengusaha yang menurun produksinya
secara masif. "Biasanya mereka produksi 100 kg sekarang hanya sekitar
70-50 kg," ungkap dia.
Biasanya, di saat terjadi kenaikan harga kacang kedelai, pengusaha
menyiasatinya dengan menaikkan harga penjualan atau memperkecil ukuran
tahu tempe yang dibuat. Tapi, itu justru merugikan konsumen.
"Namun akibatnya nanti konsumen akan mengeluh bahkan bisa-bisa akan mengurangi terhadap jumlah konsumen kita," katanya.
Untuk itu, agar nasib mereka selaku pengusaha kecil tidak semakin
terjepit, mereka sangat berharap kepada pemerintah agar cepat
menyelesaikan masalah ini.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon