![]() |
Idjon Djanbi. ©2013 Merdeka.com |
12 Anggota Kopassus menjalani persidangan pertama di Pengadilan Militer
Yogyakarta. Serda Ucok Tigor Simbolon, didakwa menjadi eksekutor yang
menewaskan Dekky dkk di Lapas Cebongan. Rekan-rekannya didakwa karena
membantu eksekusi itu.
Mereka menuntut balas kematian Serka Heru Santoso yang dihajar hingga tewas di Hugo's Cafe. Ucok hutang budi pada Serka Heru. Rasa jiwa korsa atau kebanggaan terhadap korps juga mendorong mereka menyerang. "Masak Kopassus kalah sama preman?"
Ada cerita menarik soal Bapak Kopassus Mayor Idjon Djanbi dan jiwa korsa ini. Mayor Idjon Djanbi adalah pensiunan Korps Speciale Troepen, pasukan komando Belanda. Nama aslinya Kapten Rokus Bernandus Visser.
Dia bersimpati pada perjuangan Republik Indonesia. Visser meninggalkan dinas ketentaraan, masuk Islam lalu mengubah namanya menjadi Mohammad Idjon Djanbi. Dia lalu menikah dengan wanita Sunda dan jadi petani bunga di Lembang.
Sekitar tahun 1952, Komandan Teritorium Siliwangi Kolonel Alex Evert Kawilarang bercita-cita mendirikan sebuah pasukan elite untuk menumpas Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Saat itu pasukan reguler sulit bergerak lincah di hutan Jawa Barat yang masih sangat lebat.
Kawilarang pun memanggil Idjon Djanbi dan memaparkan rencananya, sekaligus meminta Idjon menjadi pelatih. Idjon menerima tawaran itu. Maka dia menjadi pelatih sekaligus komandan pasukan elite yang awalnya bernama Kesatuan Komando TT III Siliwangi.
Mereka menuntut balas kematian Serka Heru Santoso yang dihajar hingga tewas di Hugo's Cafe. Ucok hutang budi pada Serka Heru. Rasa jiwa korsa atau kebanggaan terhadap korps juga mendorong mereka menyerang. "Masak Kopassus kalah sama preman?"
Ada cerita menarik soal Bapak Kopassus Mayor Idjon Djanbi dan jiwa korsa ini. Mayor Idjon Djanbi adalah pensiunan Korps Speciale Troepen, pasukan komando Belanda. Nama aslinya Kapten Rokus Bernandus Visser.
Dia bersimpati pada perjuangan Republik Indonesia. Visser meninggalkan dinas ketentaraan, masuk Islam lalu mengubah namanya menjadi Mohammad Idjon Djanbi. Dia lalu menikah dengan wanita Sunda dan jadi petani bunga di Lembang.
Sekitar tahun 1952, Komandan Teritorium Siliwangi Kolonel Alex Evert Kawilarang bercita-cita mendirikan sebuah pasukan elite untuk menumpas Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Saat itu pasukan reguler sulit bergerak lincah di hutan Jawa Barat yang masih sangat lebat.
Kawilarang pun memanggil Idjon Djanbi dan memaparkan rencananya, sekaligus meminta Idjon menjadi pelatih. Idjon menerima tawaran itu. Maka dia menjadi pelatih sekaligus komandan pasukan elite yang awalnya bernama Kesatuan Komando TT III Siliwangi.
Latihan
yang diberikan sangat berat. Dari 400 calon siswa komando, kurang dari
setengah yang dinyatakan lulus. Tapi latihan berat itu juga yang membuat
persaudaraan dan kebanggaan pada korps menjadi sangat besar. Jiwa korsa
atau Esprit de corps terbentuk di setiap dada prajuritnya. Begitu juga
Idjon Djanbi. Dia bangga melihat anak didiknya.
"Mayor Idjon selalu mendampingi pasukannya saat berlatih. Dia hampir tak pernah absen di lapangan," kata Nadi, salah seorang mantan anak buah Idjon kepada merdeka.com.
Setelah latihan, mereka ditugaskan untuk menangkap Kartosuwiryo, pemimpin DI/TII yang bergerilya di belantara Jawa Barat. Pasukan itu dipimpin Letnan Satu Fadillah. Mayor Idjon Djanbi turut serta bersama Komandan TT III Siliwangi Kolonel Kawilarang.
Dalam buku memoarnya, Kawilarang menceritakan pengejaran di bulan Oktober 1955 itu. DI/TII bukan gerilyawan sembarangan, mereka sudah bertahun-tahun hidup di hutan. Sebagian masyarakat juga mendukung gerakan itu sehingga mereka mudah bergerak.
Kawilarang menemukan fakta Kartosuwiryo selalu mendirikan kamp di tengah pepohonan bambu. Jadi saat musuh mendekat mereka tahu dari gesekan di rumpun bambu.
"Mayor MI Djanbi jatuh sakit dalam patroli ini dan harus digotong," beber Kawilarang.
Pengejaran itu sudah sangat dekat dengan Kartosuwiryo. Tapi saat itu nasib baik berpihak pada sang Imam. Banjir besar menghalangi pasukan Komando itu bergerak. Sebenarnya jika mereka menerjang maju, mungkin mereka bisa menangkap Kartosuwiryo.
"Kami tidak mau mengambil risiko. Beberapa bulan sebelumya dua anggota komando hanyut dalam suatu operasi," kata Kolonel Kawilarang.
Maka Kawilarang memutuskan meninggalkan tempat itu. Kartosuwiryo pun lolos.
Kartosuwiryo baru tertangkap 4 Juli 1962, tujuh tahun setelah patroli yang digelar Kawilarang dan Idjon Djanbi. Pasukan yang berhasil menangkap Kartosuwiryo Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi, di bawah Komandan Kompi Letnan Dua (Letda) Suhanda.
Kartosuwiryo diadili secara kilat dan ditembak mati di sebuah pulau di Kepulauan Seribu.
"Mayor Idjon selalu mendampingi pasukannya saat berlatih. Dia hampir tak pernah absen di lapangan," kata Nadi, salah seorang mantan anak buah Idjon kepada merdeka.com.
Setelah latihan, mereka ditugaskan untuk menangkap Kartosuwiryo, pemimpin DI/TII yang bergerilya di belantara Jawa Barat. Pasukan itu dipimpin Letnan Satu Fadillah. Mayor Idjon Djanbi turut serta bersama Komandan TT III Siliwangi Kolonel Kawilarang.
Dalam buku memoarnya, Kawilarang menceritakan pengejaran di bulan Oktober 1955 itu. DI/TII bukan gerilyawan sembarangan, mereka sudah bertahun-tahun hidup di hutan. Sebagian masyarakat juga mendukung gerakan itu sehingga mereka mudah bergerak.
Kawilarang menemukan fakta Kartosuwiryo selalu mendirikan kamp di tengah pepohonan bambu. Jadi saat musuh mendekat mereka tahu dari gesekan di rumpun bambu.
"Mayor MI Djanbi jatuh sakit dalam patroli ini dan harus digotong," beber Kawilarang.
Pengejaran itu sudah sangat dekat dengan Kartosuwiryo. Tapi saat itu nasib baik berpihak pada sang Imam. Banjir besar menghalangi pasukan Komando itu bergerak. Sebenarnya jika mereka menerjang maju, mungkin mereka bisa menangkap Kartosuwiryo.
"Kami tidak mau mengambil risiko. Beberapa bulan sebelumya dua anggota komando hanyut dalam suatu operasi," kata Kolonel Kawilarang.
Maka Kawilarang memutuskan meninggalkan tempat itu. Kartosuwiryo pun lolos.
Kartosuwiryo baru tertangkap 4 Juli 1962, tujuh tahun setelah patroli yang digelar Kawilarang dan Idjon Djanbi. Pasukan yang berhasil menangkap Kartosuwiryo Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi, di bawah Komandan Kompi Letnan Dua (Letda) Suhanda.
Kartosuwiryo diadili secara kilat dan ditembak mati di sebuah pulau di Kepulauan Seribu.
Sumber :
http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-bapak-kopassus-idjon-djanbi-ditandu-kejar-kartosuwiryo.html
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon