Jumat, 21 Juni 2013

Sekilas Tentang Yogyakarta

Tugu Yogyakarta
Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau menara yang sering dipakai sebagai simbol/lambang dari kotaYogyakarta. Tugu ini dibangun oleh Hamengkubuwana I, pendiri kraton Yogyakarta. Tugu yang terletak di perempatan Jl Jenderal Sudirman dan Jl. Pangeran Mangkubumi ini, mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan laut selatan, kraton Jogja dan gunung Merapi. Pada saat melakukan meditasi, konon Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan tugu ini sebagai patokan arah menghadap puncak gunung Merapi.

Tugu ini sekarang merupakan salah satu objek pariwisata Yogya, dan sering dikenal dengan istilah “tugu pal putih” (pal juga berarti tugu), karena warna cat yang digunakan sejak dulu adalah warna putih. Tugu pal ini berbentuk bulat panjang dengan bola kecil dan ujung yang runcing di bagian atasnya.

Dari kraton Yogyakarta kalau kita melihat ke arah utara, maka kita akan menemukan bahwa Jalan Malioboro, Jl Mangkubumi, tugu ini, dan Jalan Monument Yogya Kembali akan membentuk satu garis lurus persis dengan arah ke puncak gunung Merapi.

Tugu Jogja yang nampak sederhana memiliki sejarah dan cerita yang panjang, tugu ini menjadi sejarah perjuangan panjang rakyat Jogja melawan penjajahan Belanda. Tak salah jika masyarakat Jogja begitu bangga memiliki bangunan ini dan menjadikannya maskot kota Jogja.

Tugu ini didirikan setahun setelah keraton Jogjakarta berdiri, atau sekitar tahun 1756.Pada mulanya Tugu Jogja tidak berbentuk seperti yang terlihat sekarang, namun berbentuk silinder (gilig) pada tiangnya dan puncaknya berbentuk bulat (golong), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.

Tinggi tugu tersebut awalnya mencapai 25 meter. Tugu Golong-Gilig mempunyai arti semangat persatuan antara rakyat dan penguasa dalam hal ini raja keraton Jogja dalam melawan penjajahan Belanda. Dalam bahasa jawa disebut Manunggaling Kawulo Gusti, yang berarti bersatunya rakyat dan penguasa.

Namun gempa dahsyat pada 10 Juni 1867 meruntuhkan bangunan yang menjadi simbol persatuan rakyat dan penguasa tersebut. Tugu Golong-Gilig pun runtuh dan terbengkalai selama lebih dari 20 tahun.


Pada tahun 1889 pemerintah Belanda kembali merenovasi bangunan tugu. Namun kali ini ada yang berubah dari desain aslinya. Tugu tidak lagi berbentuk bulat, namun berbentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi bangunan itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan pun dipangkas menjadi lebih rendah, hanya setinggi 15 meter, sedangkan awalnya bangunan ini setinggi 25 meter. Dan oleh Belanda kemudian tugu ini dinamakan De Witt Paal (Tugu Pal Putih) atau yang sekarang lebih dikenal dengan Tugu Jogja.

Perubahan bentuk tersebut merupakan taktik Belanda untuk mengikis semangat Manunggaling Kawulo Gusti. Namun bukannya terkikis, justru hal sebaliknya yang terjadi kemudian. Dan diketahui upaya Belanda tersebut tidak membuahkan hasil.
Fenomena berfoto di Tugu memang cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. Mereka kebanyakan memang bukan penduduk asli Yogyakarta, tetapi para pelajar, mahasiswa juga pelancong yang ingin punya foto kenangan di Tugu. Karena itu Tugu Yogya yang bentuk fisiknya tidak ada apa-apanya di banding Tugu Monas, tetapi bagi warga kota lain dinilai punya keistimewaan tersendiri.

Bahkan belakangan ini juga muncul mitos, bagi siapa saja yang dapat menyentuh prasasti yang dibingkai warna emas di badan tugu Yogya akan krasan tinggal di Yogya karena rezekinya maupun kariernya berada di bumi Ngayogyakarta Hadiningrat. Benar tidaknya mitos ini, Allahualam.

Lepas dari berbagai macam cerita yang berbau mistis, Tugu Yogya memang bukan sembarang tugu. Bangunan yang sudah berdiri di tengah perempatan pusat Kota Yogya sejak tiga setengah abad yang lalu dirancang secara khusus oleh Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang pertama, Sri Sultan Hamengku Buwana I yang sebelum naik tahta terkenal dengan nama Pangeran Mangkubumi.

Pangeran Mangkubumi yang pendekar sejati dan ahli strategi perang ingin meninggalkan pesan abadi yang ditorehkan melalui bentuk fisik tugu. Pesan tersirat maupun tersurat dalam Tugu Yogya merupakan bentuk apresiasi Sinuwun Sri Sultan HB I kepada para kawulanya (rakyat) yang telah manunggal karsa secara golong gilig (menyatukan dan membulatkan tekad) untuk melawan Belanda. Kebersamaan dalam perjuangan tersebut akhirnya membuahkan hasil, Pangeran Mangkubumi bersama rakyat Mataram mampu mengalahkan Belanda sehingga mendapatkan tanah Mataram yang kemudian setelah bertahta sebagai raja I dengan gelar Sri Sultan HB I kerajaannya diberi nama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tugu tersebut dibangun setahun setelah Perjanjian Gianti. Ketinggian Tugu pada waktu dibangun pertama kali adalah 25 meter. Puncak tugu tersebut pada awalnya sebagai titik pandangan Sultan sewaktu menghadiri upacara Grebeg di Bangsal Manguntur, di Sitihinggil Lor.Bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.

Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter. Masyarakat Yogyakarta menyebutnya Tugu Golong Gilig. Hal itu tidak terlepas dari ciri-ciri fisik bangunan itu

Sayang, pesan yang disampaikan Pangeran Mangkubumi berantakan tidak seperti diharapkan akibat gempa yang mengguncang Yogyakarta tanggal 10 Juni 1867 dan meruntuhkan bangunan tugu hingga sepertiga bagian. Keadaan ini masih diperparah keculasan penguasa Belanda yang sengaja merombak bangunan Tugu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 1889 sehingga sangat mengaburkan makna yang sebenarnya.

Penguasa Belanda merombak bentuk tugu dan mengerdilkan ukurannya hingga hanya setinggi 15 meter seperti yang terlihat seperti sekarang ini. Perombakan ini dilakukan Belanda dengan maksud agar tugu tersebut tidak lagi menjadi simbol atau monumen golong gililg antara rakyat dengan raja sehingga makna semula seperti ketika dibangun menjadi hilang.

Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Seluruh tubuh tugu diberi warna putih. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal (bahasa Belanda yang artinya Tugu Pal Putih). Masyarakat Yogyakarta juga sudah tak mampu lagi menyebutkan Tugu Golong Gilig tetapi menyebutnya Tugu Pal Putih.

Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.

Kendati telah dirubah bentuk, Tugu Yogyakarta yang terletak di garis imajiner antara Laut Selatan, Kraton, Tugu, Gunung Merapi tetap mampu menyampaikan pesan Pangeran Mangkubumi kepada kawula dan nayaka praja Ngayogyakarta Hadiningrat akan arti pentingnya persatuan dan kesatuan. Semangat sang pemersatu yang pemberani lagi sakti madraguna tersebut masih berpendar di Tugu sehingga wajar kalau Tugu bagai magnet bagi masyarakat Nusantara.

Sumber :
http://jogyaka.blogspot.com/

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)