Kamis, 20 Juni 2013

Bodoh kalau PDIP tidak manfaatkan popularitas Jokowi

Ganjar Pranowo berkunjung . ©2013merdeka.com/m. luthfi rahman
Popularitas Joko Widodo atau akrab dipanggil Jokowi terus menanjak. Sepak terjangnya sebagai Gubernur DKI Jakarta dinilai lebih merakyat. Berbagai survei menunjukkan ketenarannya jauh di atas Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputeri.

Sebab itu, menurut gubernur terpilih Jawa tengah Ganjar Pranowo, wajar saja partainya memanfaatkan Jokowi buat mendulang suara, termasuk dalam kampanye pemilihan kepala daerah. "Ketika Jokowi sedang meroket dan kita tidak memanfaatkan Jokowi, bodohlah kita," katanya.

Berikut penuturan Ganjar Pranowo saat berdiskusi Kamis pekan lalu di kantor redaksi merdeka.com.

Sepengetahuan Anda, calon presiden dari PDIP Jokowi atau Megawati memiliki kandidat lain?

Secara permainan partai, Rakernas Jawa Barat sudah menyerahkan kepada ketua umum (Megawati). Maka sebenarnya ada di tangan Mbak Mega. Mbak Mega memiliki kewenangan penuh. Apakah Mbak Mega sendiri atau menunjuk orang lain menjadi calon presiden, kita pakai aturan main partai.

Tapi Kalau politiknya, saya merasakan Mbak Mega membuat beberapa skenario. Bila UU Pilpres syaratnya tidak berubah, kalau 30 persen mungkin kita akan leluasa bisa masuk.

Kalau kita kurang dari 30 persen, mau enggak mau kita koalisi. Kalau koalisi dua pasang dari kita sendiri, pendukung bagaimana mau atau tidak. Pada saat kita berbagi, suka tidak suka akan menghitung elektabilitas orang itu dan potensi menangnya.

Prediksi saya kenapa saat itu (Megawati) memilih Ganjar karena punya faktor pembeda dibanding kandidiat lain. Menjual kemudaan, menjual ugal-ugalan. Ketika seorang punya popularitas tinggi, itu sebuah potensi untuk menentukan. Kalau dia punya elektabilitas rendah, bagaimana orang ini bisa dikatrol. Dugaan saya untuk ke sana Mbak Mega sudah menyiapkan.

Jadi PDIP akan merestui Jokowi maju dalam pemilihan presiden 2014?

Kalkulasi politik sederhana saja, sama ketika PDI Perjuangan calonkan saya.

Tapi Jokowi belum tuntas menangani Jakarta?

Dalam konteks seperti ini semuanya akan mungkin. Kita tinggal melihat dinamika terdekat keputusan itu akan diambil. Siapa mengira Mbak Mega dengan Hasyim Mujadi dan Mbak Mega dengan Prabowo, enggak ada yang mengira. Sistem politik dan sistem pemilu seperti ini, semua itu mungkin saja terjadi.

Saya pernah katakan jika pemilihan presiden dan legislatif dijadikan satu, partai akan merundingkan pasangan sejak dari awal. Kalau satu pohon kena penyakit, buahnya kena semua.

PDIP mengusulkan Ganjar Pranowo untuk menjadi capres, bunuh diri. Hari ini yang populer siapa? Mana lebih menarik, Jokowi atau Mega? Maka kesimpulan semakin dekat, orang akan menggunakan hasil-hasil riset ini untuk mengambil keputusan itu. Saya lihat dorongan kuat datang dari luar, saya lihat malah jadi rame. Saya lihat ada kongres pendukung Jokowi sedunia.

Seberapa yakin PDIP akan menang pada pemilu tahun depan?

Ketika kita kalah di Sumatera Utara , kalah di Jawa Barat, menang di Jawa Tengah, saya mendapat telepon dan pesan singkat dari seluruh Indonesia. Mereka mengatakan kami bangga dan kami hidup lagi. Lagi-lagi kalau saya pinjam survei Kompas, kaderisasi paling bagus PDIP. Ideologi dan sikap politik paling jelas itu ada di kita. Sekarang bagaimana partai menyikapi 2014.

Kita mulai naik 1999, pesta pora mabuk kemenangan. Cerita kawin lagi, narkotika, mabuk-mabukan, itu menjadi pelajaran.

Kalau di beberapa pilkada dengan baju kotak-kotak tetap kalah, apakah PDIIP kekutrangan tokoh?

Ketika kita mencari suara dan satu suara ini untuk kemenangan, maka satu suara ini akan kita bawa. Ketika Jokowi sedang meroket dan kita tidak memanfaatkan Jokowi bodohlah kita.

Berarti sadar memanfaatkan Jokowi untuk meraih kemenangan?

Memanfaatkan Rieke, memanfaatkan Mbak Mega, memanfaatkan Puan. Kenapa saya pilih Mbak Puan sebagai ketua tim pemenangan. Dia cucu Soekarno, kader, ketua dpp, ketua fraksi. Mbak Puan kita pakai untuk mengontrol supaya berjalan dengan efektif.

Menurut sejumlah survei, popularitas PDIP terus menanjak, hampir 19 persen sama dengan Golkar. Apakah ini keuntungan sepuluh menjadi oposisi?

Saya kira tidak sesederhana itu, oposisinya sekian persen, konsistensinya sekian persen, tokoh-tokohnya sekian persen, jadi ini bagian dari akumulasi. Kalau survei kami, kami yang menang, 22 persen. Saya bilang ke teman-teman ada momentum bagus, yang penting jangan ada yang aneh-aneh lagi, jangan ada yang ketangkep lagi. Karena menjaga itu.
 
Sumber :
http://www.merdeka.com/khas/bodoh-kalau-pdip-tidak-manfaatkan-popularitas-jokowi-wawancara-ganjar-pranowo-2.html

Artikel Terkait

1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon