Anjloknya nilai tukar mata uang Rupiah, ikut mengerek harga beberapa komoditas impor. Termasuk komoditas pangan yang selama ini banyak didatangkan melalui mekanisme impor. Salah satunya adalah kedelai.
Di beberapa pasar tradisional, harga kedelai naik sekitar 20 persen. Dari sebelumnya Rp 7.500 per kg menjadi Rp 8.500 per kg.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan tidak menampik jika meroketnya harga kedelai diakibatkan karena anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dengan begitu banyak importir yang menahan untuk mendatangkan kedelai dari luar negeri.
"Saya kira ini lebih dikarenakan nilai tukar (Rupiah) yang bergerak ke atas akhir-akhir ini, itu mempengaruhi," kata Gita Wirjawan di Bandung, Jumat (23/8).
Dia membantah keras jika kenaikan harga kedelai dalam sepekan terakhir dikait-kaitkan dengan permainan importir. "Jadi lebih karena nilai tukar Rupiah, kita akan pelajari untuk mendukung Kopti," ucapnya.
Dia menjelaskan, kebutuhan kedelai nasional cukup tinggi atau sebanyak 2-2,5 juta ton per tahun. Namun, produksi kedelai nasional hanya sanggup 800.000 ton per tahun. Artinya kebutuhan kedelai untuk Indonesia lebih banyak dipasok oleh kedelai impor.
"Karena kekurangan itu, mau tidak mau sisanya dari luar," katanya.
Menurutnya mendatangkan kedelai dari luar negeri tetap akan dilakukan namun kebijakannya akan dilakukan dengan cara relaksasi. Mantan Kepala BKPM ini menuturkan, sebagai langkah tepat meningkatkan produksi kedelai lokal harus dilakukan dengan mendorong petani kedelai.
Cara itu dilakukan melalui skema Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Kedelai. Dia menilai cara itu dilakukan agar petani mau menanam kedelai karena harga yang bakal ditetapkan pemerintah cukup menarik.
"Tentunya dengan penentuan HPP agar petani lebih giat untuk melakukan penanaman dengan harga yang menurut kami ini akan sangat menarik," paparnya.
Di beberapa pasar tradisional, harga kedelai naik sekitar 20 persen. Dari sebelumnya Rp 7.500 per kg menjadi Rp 8.500 per kg.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan tidak menampik jika meroketnya harga kedelai diakibatkan karena anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dengan begitu banyak importir yang menahan untuk mendatangkan kedelai dari luar negeri.
"Saya kira ini lebih dikarenakan nilai tukar (Rupiah) yang bergerak ke atas akhir-akhir ini, itu mempengaruhi," kata Gita Wirjawan di Bandung, Jumat (23/8).
Dia membantah keras jika kenaikan harga kedelai dalam sepekan terakhir dikait-kaitkan dengan permainan importir. "Jadi lebih karena nilai tukar Rupiah, kita akan pelajari untuk mendukung Kopti," ucapnya.
Dia menjelaskan, kebutuhan kedelai nasional cukup tinggi atau sebanyak 2-2,5 juta ton per tahun. Namun, produksi kedelai nasional hanya sanggup 800.000 ton per tahun. Artinya kebutuhan kedelai untuk Indonesia lebih banyak dipasok oleh kedelai impor.
"Karena kekurangan itu, mau tidak mau sisanya dari luar," katanya.
Menurutnya mendatangkan kedelai dari luar negeri tetap akan dilakukan namun kebijakannya akan dilakukan dengan cara relaksasi. Mantan Kepala BKPM ini menuturkan, sebagai langkah tepat meningkatkan produksi kedelai lokal harus dilakukan dengan mendorong petani kedelai.
Cara itu dilakukan melalui skema Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Kedelai. Dia menilai cara itu dilakukan agar petani mau menanam kedelai karena harga yang bakal ditetapkan pemerintah cukup menarik.
"Tentunya dengan penentuan HPP agar petani lebih giat untuk melakukan penanaman dengan harga yang menurut kami ini akan sangat menarik," paparnya.
1. Silahkan masukkan komentar
2. Berkomentar dengan kata-kata yang santun
3. Jangan menggunakan kata-kata kotor
4. Jika anda tidak suka dengan yang kami sajikan, lebih baik jangan di baca
5. Tinggalkan link web/blog anda agar admin bisa visit back
6. Jadilah pengunjung yang baik
7. Kami hanya memberikan informasi dari sumber-sumber yang bisa admin percaya.
8. Maaf jika ada salah satu artikel tidak ada sumbernya.
EmoticonEmoticon